SEMARAPURA, BALIPOST.com – Cuaca buruk yang berimbas terhadap tangkapan nelayan, kini juga berimbas terhadap harga ikan pindang. Di lokasi sentra pemindangan ikan di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, harga ikan pindang mulai merangkak naik. Ini terjadi, karena langkanya pasokan ikan lokal dari kalangan nelayan setempat.
Salah satu pemindang ikan, Ketut Ani, Jumat (4/1), mengatakan harga satu kranjang isi delapan ekor ikan tongkol yang sudah melalui proses pemindangan, awalnya hanya Rp 40 ribu. Sekarang sudah naik menjadi Rp 45 ribu per keranjang. Stok ikan di pemindangan ini tidak ada lagi dari Kusamba. Melainkan datang dari para nelayan di Amed Karangasem yang biasa setiap hari memasok ikan ke tempat ini. “Kalau hanya mengandalkan ikan dari sini, saya tidak bisa kerja,” katanya.
Naiknya harga ikan sudah terjadi sejak tiga hari lalu. Persis ketika BMKG Bali mulai merilis peringatan dini terhadap cuaca buruk yang menimpa Bali. Ketut Ani mengaku pasrah dan tetap bekerja. Sebab, tidak ada yang tahu, pluktuasi harga ini kapan akan berakhir. Dia hanya berharap cuaca kembali normal, nelayan kembali mencari ikan seperti biasa dan lokasi pemindangan ikan ini beroperasi dengan harga ikan yang kembali wajar. Sebab, kalau harganya naik drastis, dia juga mengaku kesulitan untuk menjual kepada pelanggannya dengan harga tinggi.
Tempat Pemindangan Ikan (TPI) di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, Klungkung ini, memang menjadi salah satu potensi pengelohan perikanan terbesar di Klungkung. Sayangnya, perkembangan TPI ini tidak didukung bahan baku yang cukup dari para nelayan. Akibatnya, ketiadaan ikan lokal mengakibatkan para pemindang sehari-hari juga mengandalkan ikan beku dari luar Bali. Persoalan ini berlangsung bertahun-tahun. Hingga saat ini belum ada solusi riil yang bisa dilakukan warga setempat/pemindang ataupun pemerintah daerah, untuk meningkatkan produksi perikanan tangkap dari nelayan. Agar, tidak lagi menggunakan ikan beku yang kualitasnya tentu lebih buruk dari ikan segar.
Sebelumnya, salah satu nelayan setempat, Nyoman Karnawan, mengatakan seretnya tangkapan ikan sudah terjadi sejak dua minggu terakhir. Pada saat normal, nelayan bisa pulang dari melaut dengan tangkapan ikan sekitar 50 kg. Namun, sekarang sering pulang dengan tangan kosong. Kalaupun dapat, hanya dapat sekitar 3 kg, yang jelas tidak sebanding dengan modal bahan bakar selama melaut. Akibat situasi ini, ada yang memilih bertahan sambil memperbaiki jukung, ada pula yang beralih profesi menjadi kuli bangunan. (bagiarta/balipost)