PLN
Ilustrasi pemeliharaan jaringan listrik. (BP/dok)

Oleh Dr. I Wayan Jondra

Bali membutuhkan Jawa Bali Crossing, karena defisit daya listrik sebesar 70,51 MW, jika terjadi perbaikan/pemeliharaan/gangguan PLTU Celukan Bawang (pembangkit terbesar di Bali), sehingga masyarakat tidak dibuat kelimpungan karena pemadaman listrik pada saat beban puncak antara pukul 18.00-20.00 Wita.

Beberapa minggu ini, pemadaman bergilir dilakukan karena terjadinya perawatan berkala terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Celukan Bawang. Terjadi pengurangan suplai daya untuk Bali dari 1.270 MW dikurangi 380 MW menjadi 890 MW. Jika efisiensi sistem ketenagalistrikan Bali 90%, maka hanya tersedia daya 801 MW, sedangkan beban puncak 871,51 MW, sehingga defisit daya pada sistem kelistrikan Bali sebesar 70,51 MW.

Bali memiliki daya mampu listrik sebesar 1.270 MW dari sejumlah pemasok. Kondisi kelistrikan tersebut dipasok oleh transmisi kabel laut dari Jawa menuju Bali sebesar 340 MW, PLTU Celukan Bawang 380 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Pesanggaran 340 MW, PLTG Gilimanuk 130 MW, dan PLTG Pemaron 80 MW.

Dalam kondisi normal, beban puncak listrik di Bali hanya 871,51 MW. Artinya, Bali masih mampu menambah beban puncak (1.270 MWx0,9)-871,51 MW = 1.143-871,51 =  271,49 MW atau 31,15% dari beban puncak yang ada sekarang. Jika beban puncak 80% dari daya terpasang, sistem kelistrikan Bali masih dapat menambah konsumen listrik 271,49 MW dibagi 80% yaitu 339,36 MW, dengan catatan semua pemasok dalam kondisi normal.

Permasalahan akan muncul apabila terjadi kondisi abnormal (gangguan/pemeliharaan/perbaikan) pada pemasok daya listrk yang memiliki kapasitas lebih besar dari 271,49 MW. Adapun sumber pemasok daya listrik lebih besar dari itu antara lain : kabel laut Jawa-Bali = 340 MW, PLTU Celukan Bawang = 380 MW, PLTG Pesanggaran = 340 MW. Jika salah satu pemasok tersebut terjadi kondisi abnormal karena gangguan atau pemeliharaan atau perbaikan, dipastikan sistem kelistrikan Bali tidak andal. Konsekuensinya adalah pemadaman bergilir.

Baca juga:  Meluas, Pemadaman Api di Lereng Gunung Agung Terganjal Medan

Saat ini, keandalan sistem ketenagalistrikan hanya mampu terjaga apabila terjadi gangguan pada pasokan oleh PLTG Gilimanuk = 130 MW dan/atau PLTG Pemaron = 80 MW. Kondisi abnormal ini masih dapat ditanggulangi oleh pemasok lainnya. Dengan demikian, tidak akan terjadi pemadaman bergilir terhadap konsumen di Pulau Bali ini. Kondisinya akan berubah jika terjadi pertumbuhan beban/konsumen.

Beberapa hari yang lalu saat terjadi pemeliharaan terhadap PLTU Celukan Bawang, kosumen mengalami pemadaman bergilir pada saat beban puncak yaitu pada pukul 18.00 s.d. 20.00 Wita. Perlu disadari bahwa kabel laut juga sudah tua, kemungkinan rusak sangat tinggi, sehingga akan mengancam keandalan sistem ketenagalistrikan Bali. Terlebih-lebih jika terjadi kondisi abnormal dalam PLTU Celukan Bawang, PLTG Pesanggaran, maka keandalan listrik Bali akan terancam.

Program Gubernur Koster tentang green energy menjadi hal yang sangat penting dipersiapkan secara bertahap. Mewujudkan green energy ini tidaklah mudah apalagi murah. Perlu waktu yang panjang untuk mewujudkan ini hingga Bali menjadi mandiri energi. Kedua cita-cita mulia itu perlu ditapaki secara bertahap dengan roadmap yang jelas. Kenyataan yang terjadi saat ini adalah sistem ketenagalistrikan Bali tidak andal, karena pasokan listrik kurang. Bali membutuhkan pasokan saat ini minimal 70,51 MW, dengan asumsi tidak terjadi pertumbuhan konsumen listrik.

Baca juga:  Hingga Akhir September, 530 Ribu kWh Listrik PLTS Bangklet Dijual ke PLN

Faktanya adalah perekonomian Bali tumbuh 5,1% pada tahun 2017. Pertumbuhan perekonomian pasti akan diikuti oleh pertumbuhan pemanfaatan energi listrik. Jika pasokan listrik untuk Bali tidak segera ditambah, hal ini berpeluang terjadinya gangguan atas pertumbuhan ekonomi Bali, dan mengganggu hak-hak masyarakat untuk dapat memanfaatkan listrik. Dengan demikian, maka Bali sebenarnya saat ini terjadi darurat listrik.

Sambil meniti roadmap green energy dan Bali mandiri energi, saat ini perlu solusi segera tentang pasokan energi listrik. Ketersediaan pasokan dan keandalan sama-sama penting dengan green dan mandiri energi. PLN harus bahu-membahu bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Bali, pemerintah kabupaten/kota, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat, untuk mewujudkan pembangunan tower 500 kV Jawa Bali Crossing.

Pembangunan Jawa Bali Crossing lebih sejalan dengan program Gubernur Koster untuk mewujudkan Bali green energy, dibandingkan dengan menambah pembangkit baru. Penambahan pembangkit baru akan menambah polutan terhadap udara Bali, sehingga menjauhkan Bali dari green energy.

Sebagai contoh pengoperasian PLTD Gas Pesanggaran, walaupun berbahan bakar gas, bukanlah nihil polutan. Beroperasinya PLTD Gas Pesanggaran adalah menurunkan kebisingan dan getaran, menurunkan emisi CO2 gas buang, sebelumnya emisi yang dihasilkan sebesar 978.448 ton emisi per tahun menjadi 694.170 ton emisi per tahun.

Baca juga:  "Electrifying Lifestyle" Gak Cuma Praktis, Negara Juga Bisa Berhemat

Pemanfaatan Jawa Bali Crossing ini hanya sifatnya sementara. Sembari Bali mempersiapkan green energy dan mandiri energi. Tatkala Bali telah siap dengan green energy dan mandiri energi, jika dianggap tidak perlu Jawa Bali Crossing dapat saja dibongkar.

Membangun Jawa Bali Crossing lebih green bagi Bali dibanding dengan membangun pembangkit konvensional. Dengan demikian, Jawa Bali Crossing ini perlu segera diwujudkan dengan memerhatikan kearifan lokal masyarkaat Bali.

Jika selama ini membangun jaringan listrik baik transmisi, distribusi primer, distribusi sekunder, bahkan saluran rumah yang melintasi rumah warga yang sudah disucikan, sementara jaringan tersebut tidak pernah disucikan/di-prayascita/pelaspas, sehingga mengganggu kesucian Bali. Ke depan, setiap apa pun yang dibangun di Bali wajib disucikan/di-prayascita/pelaspas.

Semoga ada solusi lain dari orang-orang suci di Bali, untuk nyupat sarana-prasarana listrik yang profan ini menjadi suci, untuk tetap menjaga kesucian Bali ini, tanpa mengganggu ketersediaan energi listrik. Solusi itu pasti ada karena agama Hindu, sebagai agama mayoritas penduduk adalah agama yang sanathana dharma (kebenaran yang abadi). Ajaran Hindu di Bali pasti mampu menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sepanjang zaman, termasuk pada zaman milenial ini.

Penulis adalah dosen Teknik Elektro, Politeknik Negeri Bali dan Ketua Harian Pergerakan Sanathana Dharma Nusantara

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *