Pansus Ranperda tentang Desa Adat menggelar rapat. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pansus Ranperda tentang Desa Adat menggelar rapat perdana di Ruang Banmus, DPRD Bali, Selasa (8/1). Rapat ini sejatinya belum bisa dikatakan masuk ke materi. Apalagi, eksekutif juga baru akan diundang dalam rapat bersama Pansus pada 15 Januari mendatang. Namun demikian, Pansus sudah mulai mempertanyakan sejumlah hal yang tercantum dalam ranperda untuk menggantikan Perda tentang Desa Pakraman itu.

“Karena materi yang diusulkan melebihi 50 persen, perda ini akan menjadi perda baru. Bukan merevisi lagi. Memang ada beberapa hal yang akan ditanyakan kepada eksekutif sebagai pengusul,” ujar Ketua Pansus Ranperda tentang Desa Adat, I Nyoman Parta usai rapat.

Menurut Parta, hal-hal yang akan ditanyakan meliputi kedudukan desa adat, posisi Majelis Utama Desa Pakraman, posisi desa adat untuk memastikan desa adat lebih kuat dengan adanya perda baru, serta Lembaga Otoritas Perekonomian Adat (LOKA) Bali yang akan memayungi Badan Usaha Milik Adat (Bumda) dan LPD (Lembaga Perkreditan Desa) se-Bali.

Baca juga:  Perda Desa Adat, Jembatan Penghubung Memperkuat Desa Adat

“Itu yang akan menjadi perdebatan kita. Jadi, kita belum tahu apa itu maksudnya. Baru tahu istilahnya. Biar tidak salah memberikan komentar, kami undang dulu nanti eksekutif tanggal 15-16,” jelas Politisi PDIP ini.

Disisi lain, Parta menyebut tidak akan ada perubahan nama LPD menjadi Labda Pacingkreman Desa. Sementara itu, Anggota Pansus Ranperda tentang Desa Adat, I Made Dauh Wijana menambahkan, rapat perdana memang masih melihat apa isi ranperda. Paling tidak, ranperda ini harus memberikan suatu keberpihakan, perlindungan, dan pemberdayaan desa adat. Jangan sampai, perda dibuat justru menyulitkan gerak langkah desa adat itu sendiri. Terlebih, desa adat sebetulnya sudah otonom sehingga yang paling dibutuhkan adalah independensi.

“Sebab selama ini, desa adat itu kan kita tahu cenderung dalam kegiatan mereka adalah mengutamakan fleksibelitas. Ketika nanti itu rigid, sulit mengatur, kan malah menimbulkan persoalan yang nanti dihadapi desa adat dalam rangka melaksanakan tugas-tugas adat, budaya, dan agama,” ujar Politisi Golkar ini.

Baca juga:  Dukung Pariwisata Berkelanjutan, Perlu Kebijakan Revolusioner

Dauh menambahkan, ranperda desa adat secara substansi harus lebih banyak mengatur tentang keseimbangan konsep parahyangan, palemahan, dan pawongan. Palemahan misalnya berbicara tentang aset, kemudian pawongan terkait krama tamiu. Secara khusus, anggota Komisi IV DPRD Bali ini menyoroti pula soal desa adat agar berkedudukan langsung di bawah provinsi. Mengingat, desa adat memiliki desa mawacara yang dilandasi adat dan tradisi dari suatu keyakinan niskala.

“Jadi ada perbedaan aturan tradisi yang berlaku di mereka, sehingga kalau diatur (dibawah provinsi, red), apakah nanti menghilangkan desa mawacara? Pertanyaan besarnya banyak, desa mawacara hilang, tradisi, keyakinan, kan macam-macam,” terangnya.

Menurut Dauh, pertanyaan-pertanyaan ini bukan karena tidak setuju pada materi ranperda. Namun, memang perlu ada diskusi lebih lanjut ketika berlaku Bali mawacara apakah tentang kesatuan atau menghilangkan desa mawacara. Selain itu, pemerintah kabupaten/kota juga tetap harus diberikan ruang untuk memberikan bantuan anggaran keuangan untuk desa adat di wilayah masing-masing.

Baca juga:  Awasi Ketat Dana Desa Adat

“Dimana celah itu bisa diatur, jangan sampai nanti take over ke provinsi seolah menutup kemungkinan kabupaten berperan serta dalam membantu desa adat, karena yang paling dekat kan justru disana,” tandasnya.

Diwawancara terpisah, Gubernur Bali Wayan Koster mengaku tidak mempermasalahkan jika nama LPD tetap Lembaga Perkreditan Desa. Kendati sebetulnya, nama Labda Pacingkreman Desa yang diusulkan justru akan memperkuat posisi kearifan lokalnya. LPD juga akan lepas dari Undang-undang tentang Lembaga Keuangan Mikro. Ada atau tidak ada UU itu, LPD dengan nama Labda Pacingkreman Desa disebut tidak akan terpengaruh. “Buat saya secara praktis sih tidak ada masalah tetap Lembaga Perkreditan Desa kalau memang itu menjadi kesepakatan, silakan,” ujarnya. (rindra/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *