DENPASAR, BALIPOST.com – Usulan perubahan nama Lembaga Perkreditan Desa (LPD) menjadi Labda Pacingkreman Desa masih menjadi perdebatan. Perubahan nama itu dinilai akan mengganggu aspek historis, yuridis dan ekonomis.
Demikian pula dikaitkan dengan UU LKM Nomor 1 Tahun 2013. Bila namanya diubah maka LPD tidak lagi menjadi lembaga keuangan yang dikecualikan UU LKM. Lalu apa lagi pertimbangannya, sehingga nama LPD tetap harus dipertahankan.
Ketua BKS LPD Drs. I Nyoman Cendikiawan, S.H., M.Si. berharap istilah Lembaga Perkreditan Desa agar tidak diubah. Jika berubah, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek historis, yuridis dan ekonomis.
Dari sisi aspek historis, LPD sudah menunjukkan karakteristik dan jati dirinya yaitu Lembaga Perkreditan Desa dan sudah sangat mengakar di masyarakat Bali. “Tentu ini juga menjadi bahan pertimbangan apa sih substansinya kalau ini diubah. Harapan kita LPD tetap LPD,” tegasnya.
Aspek yuridis adalah UU LKM Nomor 1 Tahun 2013. Dalam UU itu jelas dikatakan bahwa LPD dan lumbung pitik nagari dan lembaga sejenis yang ada sebelum UU ini, diakui keberadaannya berdasarkan hukum adat. “Kalau nama LPD diubah menjadi nama lain tentu kita menggali lubang sendiri agar LPD menjadi tidak dikecualikan lagi. Artinya, tunduk pada UU itu. Ini berpotensi untuk mengaburkan karakteristik LPD tidak seperti pada awalnya,” ungkapnya.
Dari aspek ekonomis, dengan mengubah nama LPD menjadi Lembaga Pacingkreman Desa, bisa dibayangkan dengan urusan mencetak blangko juga sistem komputerisasinya. Dari sisi jangka waktunya juga memerlukan biaya yang cukup besar. “Oleh karena itu, dari tiga aspek itu, saya mohon dipertimbangkan. Kita dari praktisi LPD tetap mengharapkan LPD tetap Lembaga Perkreditan Desa,” tegasnya.
Diwawancarai terpisah, Gubernur Bali Wayan Koster mengaku tidak mempermasalahkan jika nama LPD tetap Lembaga Perkreditan Desa. Kendati sebetulnya, nama Labda Pacingkreman Desa yang diusulkan justru akan memperkuat posisi kearifan lokalnya.
LPD juga akan lepas dari Undang-undang tentang Lembaga Keuangan Mikro. Ada atau tidak ada UU itu, LPD dengan nama Labda Pacingkreman Desa disebut tidak akan terpengaruh. “Buat saya secara praktis sih tidak ada masalah tetap Lembaga Perkreditan Desa kalau memang itu menjadi kesepakatan, silakan,” ujarnya.
Akademisi FE Unud Prof. Dr. I Wayan Suartana mengharapkan LPD tetap bernama Lembaga Perkreditan Desa. Karena dalam UU Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Nomor 1 Tahun 2013, LPD dikecualikan dalam UU tersebut. Sehingga LPD memiliki keleluasaan untuk mengembangkan dirinya.
Ia yang juga peneliti LPD mengatakan, meski namanya Lembaga Perkreditan Desa, isinya atau substansinya tetap pacingkreman. Namun dalam istilah keuangan, ia berharap tetap memakai nama LPD.
Terkait nama Labda Pacingkreman Desa, ia mengatakan, memang LPD merupakan pacingkreman. Namun, bukan berarti harus mengubah istilah keuangan tersebut karena akan menjadi tidak sesuai dengan UU LKM Nomor 1 Tahun 2013. (Citta Maya/balipost)