Aktivitas pemilahan sampah di TPA Sente. (BP/dok)

Oleh Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. dan I Komang Sesara Rakayana, S.Pd.

Membahas tentang persoalan sampah seakan memang tidak pernah berakhir di negeri ini. Hal yang sering disepelekan justru merupakan masalah besar, karena baik-buruknya sebuah negara bisa dilihat dari pengelolaan sampah.

Meski sudah mengetahui dampak negatifnya, banyak orang masih melakukan kebiasaan membuang sampah sembarangan, baik secara sadar dan terencana maupun tidak sadar di sekitar rumah, tempat kerja, di tempat umum, bahkan di jalan raya. Membuang sampah sembarangan tampak menjadi kebiasaan, entah disadari ataupun tidak. Kepedulian menjaga lingkungan tampak minim di banyak tempat.

Banyak kasus yang dapat dicontohkan, misalnya di berbagai tempat umum, seperti di taman-taman kota, tong sampah sudah disediakan, namun sayang orang yang datang dan berekreasi sambil makan-makan sering alpa untuk membuang sampah pada tempatnya. Sampah botol-botol plastik bekas minuman dan plastik bungkus makanan ditinggalkan berserakan.

Begitupun halnya dalam kehidupan modern saat ini, banyak orang berjalan-jalan membawa binatang piaraan, mengadopsi kehidupan masyarakat di negara-negara maju. Ketika binatang piaraannya buang kotoran di tempat publik tersebut, yang empunya seakan latah untuk membiarkan saja kotoran hewannya berserakan.

Yah… memang aturan belum ada dan fasilitas tidak tersedia, bukankah itu menjadi tanggung jawab yang empunya? Adakah mereka hanya memikirkan bahwa itu hanya tanggung jawab petugas kebersihan semata? Ini lebih kepada masalah pola pikir (mindset).

Pun halnya sampah dari persiapan atau bekas upacara juga sering menumpuk di berbagai bak sampah umum di pinggir jalan, bahkan meluber sampai tercecer di area sekitar bak sampah, dibiarkan selama beberapa hari teronggok dikarenakan petugas kebersihan juga ikut liburan dan kapasitas bak sudah tidak dapat lagi menampung volume sampah.

Baca juga:  Kesadaran Memilah Mulai Muncul, Sampah TPA Peh Berkurang Ribuan Ton Setahun

Sampah-sampah di areal pasar juga merupakan masalah yang pelik, karena barang-barang sisa yang dibuang kurang dikelola dengan baik, sehingga menumpuk, membusuk, berbau tidak sedap, sehingga lingkungan sekitar menjadi tercemar, membuatnya tidak menarik lagi, kumuh, menjadi sarang lalat, tikus, dan binatang lainnya sehingga bisa menimbulkan penyakit.

Sering kali kita menganggap membuang sampah ke kali, sungai atau saluran air lainnya adalah sebuah solusi. Padahal itu bisa menjadi petaka, karena sampah yang bertumpuk dan memenuhi saluran air dapat menyumbatnya sehingga tidak bisa berfungsi mengalirkan air secara wajar, lalu air mengalir tak terkendali ke badan-badan jalan dan menimbulkan banjir ketika musim hujan tiba.

Lalu, sampah yang bisa mengalir jauh sampai ke daerah rendah yaitu pantai dapat mencemari pantai itu sendiri, yang berdampak buruk bukan hanya pada ekosistem laut, namun juga pada pariwisata, karena banyak pantai di Bali menjadi tujuan wisata. Tidak elok kalau pantai sebagai destinasi wisata penuh dengan sampah. Banyak sekali dampak negatif yang dapat dirasakan bila kita tidak peduli pada lingkungan dan tidak mengelola sampah.

Pengelolaan sampah yang baik bukan hanya menjadi tugas pemerintah, tentu semua anggota masyarakat wajib ikut bertanggung jawab atas sampah yang mereka produksi. Kita semua pasti menyukai dan mengidamkan kondisi lingkungan yang bersih dan rapi.

Dengan demikian kita wajib membangun kesadaran diri sendiri untuk menjadikan kebiasaan mencegah daripada mengobati. Mencegah berarti menghalangi kita membuang sampah sembarangan. Itu bisa dimulai dari kesadaran sendiri membangun karakter peduli terhadap lingkungan sekitar.

Baca juga:  Adat dan Budaya sebagai Kebutuhan Primer

Di rumah, misalnya, orangtua hendaknya memberikan contoh yang benar kepada semua anggota keluarga agar mereka selalu membuang sampah di bak sampah yang benar, memilah sampah plastik dan kertas dengan sampah organik, sampah plastik dan kertas bisa dijual kepada pemulung atau pedagang, sampah organik bisa ditanam sebagai pupuk atau memang dibuang di tempat sampah umum, bila memang tidak memungkinkan ditanam karena masalah ketidaktersediaan lahan.

Kegiatan pencegahan juga bisa diajarkan dan dibiasakan di sekolah. Untuk mencegah siswa membuang sampah sembarangan, sekolah hendaknya menyediakan tong-tong sampah di depan setiap kelas. Kemudian petugas piket harus diajarkan untuk mengecek kebersihan kelas setiap saat, bila ada temannya yang buang sampah sembarangan, harus dikasi peringatan atau bahkan hukuman.

Menjadikan hari Jumat sebagai hari untuk bersih-bersih kelas dan merapikan halaman sekolah adalah strategi lainnya untuk menjaga lingkungan tetap bersih dan indah. Pembiasaan lainnya adalah dengan mengambil sampah yang letaknya sekitar satu meter dari radius kita berada, kemudian membawanya ke tempat sampah. Jadi, seluruh civitas di sekolah, baik guru, pegawai, dan siswa wajib menjalankan sikap peduli terhadap lingkungan dengan mencegah membuang sampah sembarangan.

Bagaimana dengan pencegahan di masyarakat? Masyarakat juga harus diajarkan untuk mengendalikan diri membuang sampah sembarangan. Pembiasaan hendaknya dilakukan atas dasar kesadaran diri sendiri untuk menjaga kebersihan lingkungan.

Hal ini bisa dilakukan melalui penyuluhan-penyuluhan reguler ke organisasi masyarakat. Termasuk penegakan aturan yang ketat, karena penyuluhan saja biasanya tidak cukup bagi oknum masyarakat yang nakal. Penegakan aturan bisa melalui sanksi denda.

Baca juga:  Prospek Bedah Plastik Rekontruksi

Oleh karena itu pemerintah hendaknya mempekerjakan penjaga yang memiliki pembagian jam kerja, termasuk menempatkan CCTV di tempat-tempat strategis di berbagai tempat umum untuk menerjadikan penegakan aturan itu sendiri. Pemerintah juga perlu menambah fasilitas pengelolaan sampah agar tidak ada sampah yang teronggok kurang rapi di tempat-tempat umum ataupun di pinggir-pinggir badan jalan, atau mengatur petugas kebersihan, bila perlu memberikan upah tambahan ketika mereka harus kerja lembur pada hari raya.

Mengingat Bali adalah salah satu tujuan wisata dunia, sudah semestinya kita menjaga kebersihan Bali untuk kenyamanan para wisatawan. Kita seharusnya belajar dari desa bersih yang menjadi teladan di Bali, seperti Desa Penglipuran.

Kesadaran masyarakat Desa Penglipuran sangat baik dijadikan contoh bagi masyarakat luas di Bali untuk menjaga lingkungannya, sekalipun daerahnya bukan tempat wisata. Tidak menutup kemungkinan bahwa suatu saat wisatawan akan enggan mengunjungi Bali bila pulau ini tidak lagi asri lingkungannya. Bali tidak akan lagi menjadi an island of paradise yang menjadi daya magisnya.

Tentu kita semua ingin bumi ini menjaga kita, untuk itu menjadi kewajiban kita semua untuk melestarikan dan menjaga lingkungan agar bumi tidak bereaksi negatif oleh ulah kita yang tidak menjaganya dengan baik. Perubahan ini harus dimulai dari diri kita sendiri untuk ikut bertanggung jawab melalui berbagai usaha implementatif nyata mencegah hal-hal yang negatif terjadi daripada mengobati. Kalau bukan kita, siapa lagi?

Penulis, dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Undiksha, Mahasiswa S-2 Prodi Bahasa Inggris Undiksha

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *