Wayan Gatha. (BP/ara)

DENPASAR, BALIPOST.com – Rencana perubahan nama Lembaga Perkreditan Desa (LPD) menjadi Labda Pacingkreman Desa masih menimbulkan pro-kontra. Perubahan nama itu dinilai tidak signifikan dan dikhawatirkan akan mengganggu aspek historis, yuridis dan ekonomis.

Seharusnya yang dilakukan saat ini adalah melakukan penguatan secara aspek peraturan perundang-undangan, sehingga keberadaan LPD bisa lebih kuat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Hal ini ditegaskan salah satu praktisi perbankan Bali I Wayan Gatha, Senin (14/1).

Menurut Gatha,  yang juga salah seorang pengganggas munculnya nama LPD untuk lembaga keuangan milik desa pakraman di Bali ini menilai kurang tepat bila nama LPD yang sudah mengakar di masyarakat diganti lagi. “Saya selaku pribadi kurang setuju dengan pergantian nama LPD itu,” ujar Komisaris BPR Sri Partha ini.

Baca juga:  Dua LPD di Jembrana Masih "Sakit"

Dikatakan, secara historis pembentukan nama LPD itu dilakukan Gubernur Bali kala itu berdasarkan kajian yang matang. Ide yang dikeluarkan Gubernur Bali IB.Mantra usai melakukan peresmian gedung kantor Bank Sri Partha di Jalan WR Supratman, per 19 Agustus 1980.

Saat itu, usai peresmian gedung, Gubernur bersama undangan VIP lainnya, seperti Pimpinan BI Sugiono, Dirut BRI Permadi, Ketua Umum Perhimpunan Bank Swasta Surono, Nyoman Moena, duduk dalam satu meja bersama dirinya. Waktu itu, Gubernur mengemukakan satu ide untuk memberi nama lembaga keuangan milik desa yang diharapkan mampu membantu desa adat dalam melakukan penguatan ekomoni desa adat. “Saat itulah muncul nama LPD
itu,” ujar Gatha.

Baca juga:  Jalan Putus Akibat Banjir, Puluhan KK Terisolir

Gatha mengatakan nama LPD saat ini sudah terpatri di lubuk hati masing-masing krama desa adat. Karena itu, yang perlu dilakukan sekarang, yakni memperkuat perlindungan hukum LPD. Penguatan hukum ini dilakukan agar LPD tidak keluar dari aturan yang ada.

“Kalau memang ada kelemahan, itulah yang sekarang di cari, kemudian diperkuat dan
bukan semata-mata soal nama,” katanya.

Menurutnya, terkait rencana perubahan nama ini harus dilakukan pertemuan dengan pihak-pihak terkait. Termasuk pengurus LPD maupun prajuru desa adat untuk duduk bersama dalam mencari solusi yang tepat. Apakah perlu nama itu diubah atau tetap saja seperti ini. (asmara/balipost)

Baca juga:  Belasan Desa di Badung Belum Bentuk BUMDes
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *