LPD
Ilustrasi LPD. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – DPRD Bali menolak perubahan nama LPD menjadi Labda Pacingkreman Desa dalam Ranperda tentang Desa Adat. Apalagi, perubahan nama ini berpeluang merevisi Perda No.3 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD).

Dalam Ketentuan Penutup Ranperda tentang Desa Adat, disebutkan bila Perda tentang LPD dan peraturan pelaksanaannya tetap berlaku sepanjang belum diatur dan/atau tidak bertentangan dengan Perda tentang Desa Adat. “Onden atiban, saget suba nagih berubah (Belum ada setahun umur Perda LPD, tiba-tiba mau diubah – red). Istilah LPD sudah melekat di sanubari masyarakat, sekarang mau diganti Labda Pacingkreman, buin bingung (bingung lagi – red),” ujar Wakil Ketua Pansus Ranperda tentang Desa Adat Ngakan Made Samudra dalam rapat antara pansus dan eksekutif Pemprov Bali di DPRD Bali, Rabu (16/1).

Samudra mengingatkan bahwa pembahasan Perda LPD memerluka waktu cukup panjang sebelumnya. LPD saat ini juga sudah dikecualikan dalam UU No.1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Sehingga LPD tidak harus diaudit, tidak membayar pajak, dan tidak diwajibkan membuat laporan kepada OJK.

Baca juga:  Kembali, DPRD Usulkan Rapid Test dan Swab Gratis

Hal senada disampaikan anggota Pansus I Gusti Putu Budiarta. LPD yang dimaksud dalam UU LKM adalah Lembaga Perkreditan Desa. Selain itu, LPD juga sudah diatur dalam Perda tentang LPD. ‘’Itu kalau dihapus akan berdampak terhadap ketentuan yang berlaku dalam UU LKM, yang diberikan pengecualian di sana adalah Lembaga Perkreditan Desa, bukan Labda Pacingkreman Desa walaupun singkatannya sama LPD,’’ jelasnya.

Budiarta menambahkan, pengecualian dalam UU LKM akan hilang bila nama LPD berubah. Oleh karena itu, dewan sepakat mempertahankan LPD tetap berada di dalam Perda LPD. Bukan malah menghapus Perda LPD sesuai ketentuan penutup Ranperda Desa Adat. ‘’Kita harapkan Perda LPD itu tetap menjadi sebuah aturan yang membentengi LPD,’’ tegas politisi PDI-P ini.

Baca juga:  HUT ke-60 Pemrov Bali, DPRD Bali Gelar Paripurna Istimewa

Dikonfirmasi usai rapat, anggota Pansus I Made Dauh Wijana mengatakan, eksekutif menyebut perubahan nama Labda Pacingkreman Desa untuk memperkuat LPD. Namun tidak dijelaskan bagaimana perubahan nama itu akan memperkuat LPD.

Pihaknya khawatir LPD yang kini sudah familiar dan dikecualikan dalam UU LKM justru akan dilemahkan eksistensinya dengan perubahan nama. Ini akan berdampak pada kepentingan desa adat itu sendiri. ‘’Kita sudah jelaskan tidak perlu diubah,’’ ujarnya.

Dauh menambahkan, pansus juga menyoroti soal Majelis Utama Desa Adat (MUDA) yang di dalam Ranperda Desa Adat diatur membentuk Lembaga Otoritas Perekonomian Adat (LOKA) Bali. Dewan menengarai hal itu sebagai upaya untuk mengambil peran BKS LPD.

Mengingat, LOKA nantinya bertanggung jawab atas pengelolaan dan pembangunan LPD dan BUPDA. ‘’Ini seolah-olah ada take over dan otoritasnya terlalu besar. Apa argumentasinya kok MUDA mengurusi LPD. Majelis Utama kan seharusnya mengurusi desa adat itu sendiri saja,’’ jelasnya.

Baca juga:  Permintaan Anjing Kintamani Tak Terpengaruh Covid-19

Upaya untuk memperkuat LPD, lanjut Dauh, mestinya dilakukan pemerintah dengan memperkuat SDM dan IT. Sehingga tidak perlu membuat lembaga baru karena akan menimbulkan kekeruhan, bahkan gejolak.

Majelis Alit

Hilangnya Majelis Alit Desa Adat dalam Ranperda tentang Desa Adat sempat menjadi pertanyaan fraksi-fraksi di DPRD Bali. Terkait hal ini, Dauh Wijana menyebut pansus sudah bisa menerima alasan eksekutif. Yakni untuk memperpendek rentang kendali.

Kendati, pansus tetap menginginkan agar Majelis Alit bisa dipertahankan. ‘’Karena desa adat sedemikian sibuk, sehingga dalam rangka berkoordinasi, lebih pendek bisa ke Majelis Alit,’’ terangnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

1 KOMENTAR

  1. Upaya memperkuat LPD tentu harus dengan memperkuat sistem manajemen, dikelola oleh personel yang memiliki kompetensi dan kapabilitas di bidang keuangan dan jujur, peralatan pendukung yg memadai, bukan dengan merubah nama. Darimana LPD bisa kuat dengan merubah nama, kalau pengelolanya tidak memiliki kemampuan yg mumpuni dalam memgelolanya, apalagi ditambah sikap korup, sudahlah “pragat”. Yang dikhawatirkan, semakin banyak pengurus yg dilibatkan, semakin gemuk dan semakin tidak efektif perjalanan usaha ini. Jangan sampai perubahan kata “perkreditan” menjadi “pacingkreman” menjadikan modal yg seharusnya untuk pengembangan usaha, tiba-tiba larinya masuk “cangkem” .

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *