DENPASAR, BALIPOST.com – Pascagagal dilakukan mediasi, sidang ajudikasi nonlitigasi Sengketa Informasi dengan Pemohon Walhi Bali dan Termohon Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Cabang Benoa, Rabu (23/1) sedianya memasuki pemeriksaan materi. Namun setelah sidang dibuka oleh Majelis Komisioner KIP Bali, Agus Astapa didampingi anggota Gusti Ngurah Wirajasa dan Ketut Suharya, pemeriksaan materi urung dilakukan. Pasalnya saat ketua majelis membacakan hasil mediasi yang akhirnya gagal dilakukan, ada beberapa point yang tidak ada kesepahaman antara Pelindo sebagai Termohon dan Walhi Bali sebagai Pemohon.
Terkuak dalam persidangan, bahwa ada tiga hal yang menjadi kegagalan dalam mediasi itu. Pertama tujuan dari Pemohon meminta informasi, kedua Pemohon diminta mengisi formulir dan ketiga melampirkan identitas yang jelas. Atas dasar itulah pihak Pelindo menantang Walhi Bali untuk melakukan penelitian dampak lingkungan atas reklamasi yang dilakukan Pelindo dengan melibatkan tim independen. Hal itu saat majelis komisioner KIP menanyakan tujuan Walhi Bali meminta informasi (enam item) ke Pelindo III Cabang Benoa dan mengapa tidak mau mengisi formulir?
Hadir pihak Walhi Bali adalah I Wayan Adi Sumiarta dan I Made Juli Untung Pratama. Mereka menjawab dengan lugas, bahwa dalam surat yang dikirimkan ke Pelindo III Cabang Benoa jelas tujuan Walhi Bali adalah untuk mengetahui dampak lingkungan dari reklamasi pengembangan Pelabuhan Benoa. “Menurut kami, kegiatan tersebut akan membawa dampak buruk bagi lingkungan hidup,” jelas pihak Pemohon.
Ditambahkan, bahwa Sengketa Informasi ini sudah berjalan dipersidangan. Walhi sudah mengirim surat ke Pelindo III. “Jika kami kembali mengisi formulir, itu artinya kembali mengulang,” tegasnya.
Atas jawaban itu, Termohon (Pelindo) yang diwakili oleh Suryo Khasabu dan Astrid Fitria Kasih, justru menegaskan bahwa pihaknya berpendapat tidak ada tujuan dari Walhi Bali meminta informasi enam item tersebut.
“Misal Walhi menyebut untuk melihat legalitas dokumen. Itu bisa dipertimbangkan. Tapi kalau Walhi hanya menyebut untuk mengetahui dampak lingkungan, saya tawarkan saja ke Pemohon ayo kita melakukan penelitian saja. Bagaimana dampak lingkungan di lokasi proyek kami,” tantang Suryo Khasabu.
Menurut pihak Pelindo, kalau hanya ingin mengetahui dampak lingkungan, lebih baik lakukan penelitian di lokais proyek. “Namun, kalau informasi hanya akan dipakai sendiri dan ada jaminan tidak akan disebar akan kami pertimbangkan,” tegasnya.
Dia menambahkan, jika hanya khawatir dampak lingkungan, penelitian adalah solusi tanpa harus menunjukkan dokumen yang diminta Pemohon. “Karena untuk melihat dampak lingkungan, kita lihat secara riil. Di lokasi seperti apa dampaknya, lakukan penelitian dengan tim independen, yang hasilnya bisa dipertangungjawabkan secara obyektif. Sekali lagi kami belum melihat tujuan permintaan dokumen,” jelas Suryo Khasabu.
Atas dasar itulah, pihak Pelindo belum memberikan apa yang dimintakan Walhi Bali.
Atas jawaban itu, Ketua Majelis Komisioner, Agus Astapa menanyakan mengapa tidak menanggapi permohonan Walhi Bali secara tertulis?
“Kami akui, kami memang terlambat menerima informasi surat dari Walhi. Karena memang kemarin suratnya ada di Pelindo III Benoa. Dan setelah mengetahui ada surat, kami sejatinya akan menanggapi. Namun pihak Walhi sudah melakukan pendaftaran Sengketa Informasi, dan lebih baik diselesaikan saja di Sengketa Informasi,” jawab pihak Pelindo.
Mendengar jawaban itu, dan ada signal bahwa Pelindo akan memberikan jawaban lewat surat, majelis kemudian memberikan kesempatan pada Pelindo untuk memberikan jawaban atau tanggapan secara tertulis atas permintaan Walhi Bali. Hanya saja Termohon tetap pada pendiriannya, yakni bahwa harus ada tujuan dalam meminta informasi dokumen itu. Semisal izin reklamasi sejauh mana untuk mengetahui koordinat tertentu.
“Jadi agar tidak tumpang tindih. Sehingga tujuan itu penting dicantumkan untuk menguji konsekwensi. Karena apa yang kami lakukan sebagai Badan Usaha Milik Negara harus ada legal standingnya. Karenanya, kami butuh syarat-syarat seperi tujuan permohonan, mengisi formulir dan ada pencantuman identitas yang jelas. Dan ini sudah disampaikan dalam proses mediasi,” sambung pihak Pelindo lewat Astrid Fitria. Dan, sambung Khasabu dari pihak Pelindo juga, enam informasi yang dimintakan Walhi Bali, bukan merupakan bagian informasi yang wajib diumumkan, atau bisa diakses setiap saat. Namun harus ada permintaan khusus, sehingga pada pelaksanannya perlu mempertimbangkan. “Itu permintaan khusus? apakah ada dokumen atau legal formalnya pertimbangan hukum khusus itu,” tanya majelis Agus Astapa. “Kami nyatakan, informasi yang dimintakan walhi bukan bagian atau tidak wajib disediakan. Namun jika ada permintaan, wajib kita pertimbangkan. Dan pihak Pelindo sudah mengajukan uji konsekwensi atas enam permintaan yang disampaikan walhi,” jawab Pelindo.
Dan pihak Pelindo mengaku sudah melakukan uji konsekwensi terhadap enam point permintaan Walhi Bali. Atas kondisi sidang yang sama-sama mempunyai pendapat, di mana Walhi Bali menegaskan sudah ada tujuan, yakni ingin mengetahui dampak lingkungan, dan pihak Pelindo mengatakan itu bukan tujuan, dan sebaliknya menantang Walhi Bali melakukan penelitian dampak reklamasi, pimpinan sidang kemudian meminta Pelindo memberikan tanggapan secara tertulis permohonan Walhi dimaksud.
Dan tanggapan itu, nantinya juga akan ditanggapi pihak Walhi Bali. Pun saat ditanya soal tantangan melakukan penelitian dampak lingkungan dari reklamasi rencana perluasan Penuhan Benia, pihak Walhi juga kekeh, bahwa pihaknya harus mengetahui dulu dokumen yang dikantongi pihak penggarap proyek, dalam hal ini Pelindo III.
Untuk diketahui, ada enam hal yang dimintakan Walhi Bali ke Pelindo. Diantaranya, adalah data Izin Lokasi kegiatan reklamasi pengembangan Pelindo Ill Cabang Benoa, izin pelaksanaan, Kerangka Acuan Amdal, Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), Ringkasan Eksekutif Kegiatan Reklamasi dan Izin Lingkungan Pelaksanaan Kegiatan reklamasi pengembangan Pelindo III Cabang Benoa. (miasa/balipost)