Puluhan warga mengikuti ritual Ngerebeg di Desa Pakraman Tegalalang. (BP/nik)

GIANYAR, BALIPOST.com – Tradisi Ngerebeg kembali digelar warga dari tujuh banjar di Desa Pakraman Tegalalang, Kecamatan Tegalalang, pada Rabu (30/1). Ritual ini digelar setiap Buda Kliwon Pahang. Warga wajib turun ke jalan dengan menghias badan mereka menyerupai mahluk halus. Tujuannya untuk menetralisir pengaruh negatif.

Sejak Rabu siang sekitar pukul 11.00 wita satu persatu anak laki-laki dengan berbagai hiasan sudah memadati Pura Luhur Duur Bingin. Hal ini dilakukan sebagai persiapan pelaksanaan Ritual Ngerebeg. Hingga pukul 12.00 wita sesaat setelah anak-anak tersebut berkumpul di Utamaning Mandala Pura, rangkaian upacara persiapan Ngerebeg pun dilakukan. Seperti persembahyangan, hingga nunas pica (nasi dan lawar) yang dilakukan dengan cara megibung.

Anak-anak dengan beragam hiasan itu lantas membawa berbagai hiasan dari pelepah busung (janur) dan pelepah daun jaka, juga lelontek, kober, dan penjor. Bahkan, ada pula penjor yang terbuat dari batang pohon salak ikut diarak. Selanjutnya berjalan kaki sejauh 10km dengan mengelilingi Desa Tegallalang. Yang menarik, salah satu peserta, Erwin, menuliskan kata Cabut Remisi Pembunuh Jurnalis di badannya. “Kami menyayangkan adanya remisi. Dengan begini, sama halnya dengan mahluk halus ini, wartawan yang akan menulis berita jadi takut,” ujarnya.

Baca juga:  24 LPD Di Karangasem Tak Beroperasi

Kata dia, dengan melukiskan kata tersebut, diharapkan kasusnya bisa dinetralisir. Sehingga terjadi keseimbangan alam. Diakui, saat tradisi ini, para peserta juga melukiskan bentuk mahluk halus sesuai perkembangan zaman. Dulu saat kasus PSSI ramai, ada peserta yang melukiskan tubuh dengan kalimat tersebut.

Sementara itu Bendesa Adat Tegallalang I Made Jaya Kusuma disela-sela persiapan ritual Rabu kemarin menjelaskan ritual ini dilaksanakan sehari menjelang Karya Piodalan di Pura Duur Bingin setiap 210 hari sekali. Ritual ini juga selalu dilaksanakan pas saat rahina Pegat Uwakan pada Buda Kliwon Pahang.

Baca juga:  Tetap Digelar, Ini Pengaturan Tawur Tabuh Gentuh dan IBTK di Besakih

“Kegiatan ini untuk menetralisir segala pengaruh negatif yang ada di lingkungan Desa Pakraman Tegallalang. Wujud ritual ini, para pengayah mulai dari anak-anak hingga dewasa, dihias seluruh tubuhnya agar terlihat seram,“ jelas.

Sementara itu saat digelarnya prosesi ritual Ngerebeg, seluruh krama dari 7 banjar adat di Desa Pakraman Tegallalang, ikut terlibat. Yakni, Banjar Gagah, Banjar Pejeng Aji, Banjar Tegallalang, Banjar Tegal, Banjar Tengah, Banjar Penusuan, dan Banjar Tri Wangsa.

Diterangkan Ritual Ngerebeg di dahului dengan Pacaruan di Pura Duur Bingin. Setelah pacaruan, dilanjutkan menghaturkan paica alit, yakni krama nunas ajengan (mohon makanan) berupa nasi berisi lawar yang langsung dinikmati bersama di halaman Pura Duur Bingin.

“Selanjutkan dilaksanakan ritual Ngamedalang Ida Sasuhunan Pura Duur Bingin. Barulah kemudian peserta Ngerebeg yang didominasi anak-anak dan remaja putra ini  melakukan ritual jalan kaki keliling desa dengan payas aeng (hiasan tubuh menyeramkan),“ ucapnya.

Baca juga:  Desa Adat Tegallalang Lestarikan Tradisi “Ngerebeg”

Ditengah prosesi itu kalangan krama dewasa menghaturkan sesaji di setiap pura dan setra (kuburan) yang dilewati dalam prosesi Ngerebeg. Usai mengeliling desa dengan melewati setiap pura dan setra, perjalanan ratusan peserta Ngerebeg kembali ke areal Pura Duur Bingin. “ Para pengayah dengan dandanan menyeramkan,  berjalan kaki keliling desa, “ katanya.

Pelaksanaan ritual ini pun mengundang sejumlah wisatawan yang kebetulan atau sengaja ingin menyaksikan tradisi itu. Bahkan masyarakat pun secara kompak terlihat duduk-duduk di depan rumah maupun artshop mereka untuk menyaksikan ritual yang dilaksanakan enam bulan sekali itu. (manik astajaya/balipost)

 

 

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *