DENPASAR, BALIPOST.com – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Sutrisno, Jumat (1/2) mengaku sudah mendatangi Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna Laoly di Jakarta. Sutrisno datang langsung ke Jakarta, Selasa, guna membawa surat dan juga petisi tuntutan Solidaritas Jurnalis Bali (SJB).
Poin dari tuntutan SJB itu salah satunya adalah mencabut remisi pembunuh Wartawan Radar Bali, AA Narendra Prabangsa, Nyoman Susrama. “Sesuai janji saya, saya berangkat Selasa ke Jakartaa, setelah menerima kunjungan Ibu Agung (istri Prabangsa) dan kawan-kawan menghadap saya,” tandas Kakanwil Bali, Sutrisno.
Sutrisno mengaku lama berdiskusi dengan Menteri Yasona Laoly tentang masalah ini. Tentang apa yang menjadi tuntutan SJB. Dan draf atau petisi sudah disampaikan ke menteri, baik secara lisan maupun tulisan. “Bahkan saya sampaikan ke Pak Menteri, jika tidak dipenuhi tuntutan SJB, maka terus akan melakukan demo ini,” tandas Sutrisno, usai menerima peserta aksi SJB, elemen masyarakat, mahasiswa dan LBH.
Bahkan dalam kesempatan itu, menteri memperhatikan tuntutan jurnalis. “Itu saya lihat dari raut wajah beliau,” tandas Sutrisno.
Selain bertemu menteri, Kakanwil Bali juga mengaku bertemu dengan Dirjenpas Kemenkumkam RI. “Beliau sangat sepakat, untuk kasus seperti Nyoman Susrama, untuk TPP libatkan orang luar seperti akademisi dan pers. Intinya saya sudah penuhi janji kawan. Namun kewenangan bukan pada saya, saya hanya sebatas penyambung,” tegasnya kembali.
Yang menarik pula, Kakanwil Bali belum mau melaksanakan Kepres No. 29 tahun 2018, karena masih ada beberapa redaksional yang keliru, atau salah ketik. Misalnya ada penulisan angka 2030 yang seharusnya 2029.
Perwakikan masa aksi, sekaligus penasehat hukum SJB, Made ” Ariel” Suardana sempat minta dokumen yang berhubungan dengan pemberian remisi Susrama. Sutrisno menjelaskan bahwa pihaknya hanya mau menyerahkan dokumen usulan.
Dan usulan yang dipertimbangkan dari Susrama adalah usulan pada tahun 2014. Usulan itu juga dipakai dasar pengajuan remisi Susrama.
Sementara Suardana dalam orasinya tetap memandang bahwa dari kaca mata hukum, bahwa kejahatan yang dilakukan Susrama adalah kejahatan luar biasa. Bukan kejahatan biasa. Bahkan perbuatannya bisa disebut sebagai teror terhadap jurnalis.
Masih dalam aksi massa, disebutkan bahwa ini kali keempat SJB mendatangi Kantor Depkum Ham Bali. Dalam aksi keempat yang juga mendapatkan pengamanan dari aparat kepolisian itu, aksi yang dipimpin Nandhang R. Astika, berbeda dari sebelumnya.
Kali ini diadakan treatrikal dari mahasiwa. Treaktrikal itu menceritakan bagaimana seorang penguasa (bos) memainkan preman untuk membungkam wartawan.
Bahkan aksi pembunuhan dilakukan setelah bos itu tidak bisa menombok wartawan, baik dengan uang pelicin maupun dengan posisi jabatan sekelas ketua yayasan. Dan aksi treatrikal itu cukup menarik dan ditonton langsung Kakanwil dan aparat kepolisian. (Miasa/balipost)