GIANYAR, BALIPOST.com – Sebanyak 16 Subak di Kecamatan Ubud mengalami kekeringan sejak 2018 lalu sampai sekarang. Kondisi ini terjadi lantaran perbaikan saluran irigasi yang tak kunjung selesai. Hal tersebut juga disinyalir lantaran saluran irigasi yang kembali rusak, akibat bencana longsor dan pohon tumbang. Terlebih saluran irigasi juga rusak tertutup material longsor dari penyengker hotel di seputaan lokasi tersebut.
Pekaseh Subak Mandi Delod Desa, I Gusti Ngurah Gede mengatakan selaku perwakilan dari 16 Pekaseh dengan 1005 petani, mengeluhkan terkait kekeringan yang kini melanda kawasan pertanian miliknya. Kondisi ini terjadi lantaran tidak adanya air dari saluran irigasi yang bersumber dari DAM di Kecamatan Payangan.
“Selama sembilan bulan, dari April sampai sekarang, sawah kami tidak bisa diolah, karena tidak ada air, ” keluhnya.
Diterangkan kondisi ini berawal saat petani setempat mengajukan permohonan perbaikan irigasi subak ke Balai Wilayah Sungai Bali Panida. Pemohonan itu pun terpenuhi, dengan pengerjaan yang dimulai April 2018 lalu. Namun hingga kini proses pengerjaan tidak kunjung rampung, karena beberapa waktu lalu irigasi yang sudah diperbaiki, kembali rusak lantaran tertimpa material longsor dan pohon tumbang.
“Disamping itu ada penyengker hotel yang longsor ke saluran irigasi, yang berdampak pada rusaknya saluran irigasi, jadi airnya terbuang ke sungai,” keluhnya.
Kondisi ini pun berdampak pada kawasan pertanian yang terdiri dari 16 subak dengan jumlah anggota 1005 petani, sementara luasan garapan kurang lebih 450,35 hektar. Pihaknya pun berharap intansi terkait dapat membantu memberikan solusi terkait kondisi ini. ” Pihak berwenang untuk bisa memberikan solusi, jalan terbaik agar kami bisa secepatnya mengolah lahan kami, dimana kita semua tahu petani sumber kebutuhannya adalah air, oleh karena itu kami mohon pihak terkait mau membantu, ” katanya.
Petani lainya Ketut Purna berharap pihak hotel yang reruntuhannya bangunanya menutup saluran irigasi agar segera memperbaiki. Para petani sendiri sudah berulang kali menyampaikan kondisi ini kepada pihak hotel, namun belum ada tindak lanjut.
“Kami sudah mendatangi pihak hotel tetapi sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya, saya harap Bupati yg punya bawahan agar membantu berkordinasi tolong disuruh memperhatikan kami, karena dnegan kondisi ini kami sangat menderita sekali, kami tidak bisa mengolah lahan,” keluhnya.
Petani asal Desa Sayan ini juga mengaku selama sembilan bulan tidak beraktifitas bertani karena ketiadaan air. Ia pun harus beralih profesi sebagai buruh bangunan.
“Ya terpaksa saya dan petani lainya, kini menjadi buruh bangunan, karena kami juga harus memenuhi kebutuhan dapur, selain itu kami juga harus pinjam sana pinjam sini, semua karena kami tidak bisa bertani,” ucapnya.
Purna juga menyinggung himbauan pemerintah untuk menjaga kawasan pertanian, dengan tidak mengalih fungsikan lahan menjadi bangunan. ” Kami sudah berusaha mempertahankan kawasan pertanian, karena itu pemerintah juga seharusnya memperhatikan kami,” tandasnya. (manik astajaya/balipost)