Tagar Save KPK sempat viral di negeri ini. Ini menunjukkan kecintaan warga negeri ini atas kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kecintaan dan harapan makin kuatnya KPK di negeri yang masih kuat ‘’budaya’’ korupsinya tentunya harus kita kawal bersama. Kita jangan sampai kalah dengan koruptor, apalagi takut dengan berbagai teror yang dilakukan para pencuri uang rakyat.
Teror terhadap KPK hendaknya kita maknai sebagi ancaman terhadap gerakan nasional melawan korupsi. Untuk itu, tagar save KPK sangat patut kita hidupkan kembali. Mari kita jaga KPK di tengah konflik kepentingan di negeri ini. Politisasi KPK dengan berbagai intimidasi juga harus kita lawan bersama. Jangan biarkan komisi antirasuah ini menghadapi ancaman itu sendirian.
Kita selama ini tentu mengapresiasi kinerja KPK yang telah menjerat koruptor dari berbagai kalangan. Banyak juga kepala daerah yang kini menjadi terpidana. Ini membuktikan KPK memiliki independensi yang kuat untuk menuju Indonesia bebas korupsi. Ketegasan KPK ini tentunya juga harus diimbangi dukungan politis dari politisi kita di Senayan. Agak di luar logika jika ada politisi yang menentang keberadaan KPK dengan berbagai alasan.
Kontrol terhadap kinerja KPK janganlah dijadikan alasan untuk melemahkan KPK. Integritas KPK dengan segala kewenangannya justru lebih efektif untuk memenjarakan para koruptor, baik itu pejabat negara maupun korporasi. Deretan nama-nama besar dan populer yang kini meringkuk di sel tahanan membuktikan kinerja KPK profesional. Rakyat mendukung keberadaan KPK dan berharap lembaga ini bebas dari intimidasi.
Apresiasi ini tentu tidaklah berlebihan. Yang kita pahami saat ini bahwa kasus korupsi di negeri ini sebagian besar melibatkan jaringan. Berjamaah istilah kerennya. Contohnya, kasus e-KTP.
Jaringannya melibatkan sejumlah mantan anggota DPR yang kini telah dijatuhi hukuman. Bisa dipastikan yang terseret akan semakin banyak. Sebab, KPK masih menelisik mereka yang namanya terungkap dalam sidang tipikor.
Atas fenomena itu, sepertinya korupsi tidak pernah mati. Para koruptor kini sedang antre untuk masuk bui. Artinya, mereka akan mengikuti jejak rekannya merasakan bilik terali besi. Lalu pertanyaannya, mengapa korupsi tidak pernah berhenti?
Selalu saja tumbuh dan bertumbuh. Padahal, semua berteriak antikorupsi. Termasuk yang telah terbukti korupsi. Bahkan, mereka paling depan menyuarakan hal itu. Ternyata mereka sama saja. Punya mental maling.
Lalu, apa peran kita untuk mendukung kinerja KPK? Lalu, apakah teror terhadap KPK mengindikasikan adanya kelompok yang bermain? Ini harus kita urai bersama dengan rasa cinta tanah air.
Kita mesti membentuk lembaga penegak hukum yang kredibel, profesional, dan berdedikasi. Jangan sampai penegak hukum menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan kenyamanan pribadi.
Mestinya ada tantangan bagi penegak hukum agar memiliki rasa malu dan jengah kalau tak bisa mengungkap kasus korupsi. Jangan terlalu sering melakukan kompromi dengan pelaku korupsi atau kejahatan hanya untuk kepentingan material. Pejabat yang masih bermental aji mumpung semacam ini haruslah segera disikat dan ditindak.
Hukum harus ditegakkan. Tidak ada lagi kongkalikong. Tidak ada lagi pembusukan hukum. Koruptor harus dimiskinkan. Harus ada tindakan ekstrem untuk memutus rantai ini. Kalaupun tidak dihukum mati, namun keluarganya ikut merasakan akibatnya.
Demikian pula hak-hak politiknya harus dihapus. Ini penting. Sebab, korupsi jelas merupakan tindakan yang antimoral. Tindakan ini tidak mendidik generasi baru, tidak memberikan contoh kejujuran dan keadilan.
Di Bali, pemberantasan korupsi bisa pula dimasukkan dalam pararem. Sama dengan memasukkan antinarkoba ke dalam pararem. Tujuan juga sama, menyelamatkan bangsa dan generasi muda.