Penumpang pesawat berada di Bandara Ngurah Rai. (BP/dok)

Oleh Kadek Juli Wirartha

Kehidupan masyarakat Bali tidak bisa terlepas dari pariwisata. Sebagian besar penduduk Bali menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, total penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja di Provinsi Bali sebanyak 2.398.307 orang.

Penduduk usia tersebut paling banyak bekerja di lapangan usaha perdagangan, rumah makan dan hotel sebanyak 760.093 (31,69 persen). Lapangan usaha ini menyerap tenaga kerja lebih tinggi dari lapangan usaha pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan yang menyerap tenaga kerja 466.307 orang (19,44 persen).

Lapangan usaha industri pengolahan berada di posisi ketiga dengan menyerap tenaga kerja 341.221 orang (14,23  persen). Data ini menunjukkan bahwa pariwisata sangat memengaruhi kehidupan masyarakat Bali. Oleh karena itu, keberlangsungan pariwisata harus tetap terjaga agar keberlangsungan kehidupan masyarakat Bali dapat terjaga dengan baik pula.

Citra positif pariwisata Bali kini telah terbangun setelah bom Bali yang telah menghancurkan pariwisata Bali. Pada tahun 2017, Bali berhasil dianugerahi sebagai destinasi terbaik di dunia versi Trip Advisor mengalahkan 418 destinasi terkemuka lainnya di dunia.

Semua pihak yang terlibat di dalam pariwisata Bali wajib berpartisipasi dalam menjaga citra pariwisata karena pariwisata merupakan industri yang sangat rentan terhadap isu-isu eksternal. Citra destinasi pariwisata memiliki peran penting dalam menarik ataupun menahan wisatawan. Pada pengujung tahun 2018, terkuak praktik mafia Tiongkok yang sangat berpotensi merusak citra pariwisata Bali di dunia.

Kasus penertiban mafia Tiongkok berawal dari penjelasan Ketua Bali Liang (Komite Tiongkok Asita Daerah Bali) Elsye Deliana. Dia menjelaskan adanya praktik penjualan Bali di Tiongkok secara murah. Bali awalnya dijual dengan harga sekitar Rp 2.000.000, kemudian terus turun sampai terakhir dijual di harga Rp 200.000, namun penerbangan sekitar 200 wisatawan itu dibatalkan oleh pemerintah Shenzhen, karena dianggap harganya tidak sehat.

Dijelaskan pula bahwa praktik ini dilatarbelakangi oleh permainan besar dari penjual. Pengusaha dari Tiongkok membangun usaha artshop di Bali yang akan mensubsidi wisatawan dengan biaya murah ke Bali. Wisatawan diwajibkan untuk mengunjungi toko dan seperti dipaksa untuk membeli barang-barang berbahan latex seperti kasur, sofa, bantal dan lainnya.

Baca juga:  Waspada Propaganda Hitam

Praktik penjualan Bali secara murah ini jelaslah merugikan Bali dan wisatawan itu sendiri. Pariwisata merupakan kegiatan yang berhubungan dengan rekreasi yang sudah dilakukan dengan perencanaan sebelumnya.

Pemaksaan untuk melakukan pembelian di toko-toko tertentu jelas bukanlah tujuan atau salah satu rencana yang diinginkan seseorang dalam berwisata. Produk yang dijual oleh mafia ini juga bukanlah produk lokal, sehingga tidak memberikan dampak yang positif untuk masyarakat Bali.

Kasus ini mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap aturan yang berlaku. Seharusnya setiap penyelenggara pariwisata di Bali harus mengikuti aturan yang berlaku secara bertanggung jawab agar dapat menjaga citra pariwisata Bali pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.

Setelah kasus ini terkuak, DPRD Bali mengeluarkan rekomendasi dengan mengeluarkan surat dengan nomor 556/2843/DPRD tanggal 31 Oktober 2018 yang ditandatangani oleh Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama dan ditujukan ke Gubernur Bali dan Bupati/Wali Kota se-Bali. Rekomendasi ini mengandung lima poin yaitu mewajibkan semua pihak untuk bertanggung jawab terhadap keberlangsungan pariwisata Bali dan meminta Gubernur/Bupati/Wali Kota untuk secara sungguh-sungguh menertibkan baik usaha akomodasi, usaha perjalanan wisata, dan usaha perdagangan yang diduga melakukan praktik usaha yang tidak sehat dan melanggar peraturan perundang-undangan.

Perlunya segera mengambil tindakan tegas untuk menutup usaha yang tidak memiliki izin maupun usaha yang sudah memiliki izin, yang melakukan usaha yang tidak sehat dengan secara sungguh-sungguh melakukan penegakan hukum termasuk melanjutkan penyidikan sampai dengan peradilan. Rekomendasi terakhir meminta agar pembangunan industri pariwisata memberikan dampak positif bagi daerah, maka setiap usaha perdagangan terkait pariwisata agar memprioritaskan produk lokal.

Gubernur Bali kemudian mengeluarkan surat perintah untuk penertiban usaha pariwisata tertanggal 8 November 2018 dan ditujukan kepada bupati/wali kota se-Bali dan ditembuskan ke Ketua DPRD Bali. Surat Gubernur ini mensyaratkan penyelenggaraan kepariwisataan Bali harus dijaga kualitas dan keberlanjutannya dengan sebaik-baiknya.

Pemerintah akan segera melakukan upaya-upaya penertiban, secara tegas terhadap usaha akomodasi, usaha perjalanan wisata, dan usaha perdagangan yang melakukan praktik usaha yang melanggar peraturan. Melalui surat ini, praktik usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan agar dilakukan penindakan penutupan usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Baca juga:  Usaha Pertanian di Bali Tumbuh Minus

Kebijakan Gubernur Bali terkait penertiban mafia Tiongkok merupakan suatu kebijakan yang tegas dan berani. Tiongkok merupakan salah satu negara penyumbang wisatawan mancanegara (wisman) terbesar yang datang ke Bali. Sebelum kebijakan ini mulai dilaksanakan, BPS Provinsi Bali mencatat wisman yang paling banyak datang ke Bali pada bulan Oktober 2018 yaitu wisatawan dengan kebangsaan Tiongkok (22,81 persen), Australia (20,45 persen), India (4,76 persen), Inggris (4,68 persen), dan Jepang (4,32 persen).

Data ini menunjukkan bahwa Tiongkok memiliki potensi pasar yang sangat besar untuk pariwisata Bali. Keberadaan Tiongkok sebagai penyumbang wisman terbesar ke Bali ini tentunya perlu menjadi perhatian dan pertimbangan pemerintah dalam mengambil kebijakan.

Setelah kebijakan ini mulai dilaksanakan, berita resmi statistik yang dikeluarkan oleh BPS Provinsi Bali menyatakan bahwa kedatangan wisman ke Provinsi Bali pada bulan November 2018 tercatat mencapai 407.213 kunjungan. Jumlah wisman ke Provinsi Bali pada bulan November 2018 turun sebesar -21,37 persen dibandingkan dengan catatan bulan Oktober 2018 (m to m).

Bila dibandingkan dengan bulan November 2017 (y on y), jumlah wisman ke Bali tercatat mengalami peningkatan 12,80 persen. Menurut kebangsaan, wisatawan yang tercatat paling banyak datang ke Bali pada bulan November 2018 yaitu wisatawan dengan kebangsaan Australia (21,45 persen), Tiongkok (18,13 persen), India (7,03 persen), Jepang (4,75 persen), dan Amerika Serikat (4,66 persen).

Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat adanya penurunan jumlah wisman (m to m) dan Tiongkok bukan lagi sebagai penyumbang wisatawan terbesar yang datang ke Bali. Penurunan jumlah wisman pada bulan November dibandingkan bulan Oktober bukanlah hal yang mengkhawatirkan.

BPS telah mencatat bahwa dalam sejarah pariwisata Bali selalu ada penurunan jumlah wisman pada kedua bulan ini dari tahun 1994 sampai dengan 2018. Dalam sejarah pariwisata Bali, kenaikan jumlah wisman pada bulan November dibandingkan Oktober hanya terjadi pada tahun 2006 dan 2013.

Adanya kenaikan jumlah wisman bulan November 2018 (y on y) dan di sisi lain Tiongkok bukan lagi sebagai penyumbang wisatawan terbanyak dapat menjadi bukti bahwa pariwisata Bali masih tetap meningkat di tengah penertiban mafia Tiongkok di Bali.

Baca juga:  Bhakti New Normal

BPS Provinsi Bali mencatat kedatangan wisman ke Provinsi Bali pada bulan Desember 2018 yang tercatat mencapai 498.819 kunjungan. Jumlah wisman ke Provinsi Bali pada bulan Desember 2018 naik sebesar 22,64 persen dibandingkan dengan catatan bulan November 2018 (m to m). Bila dibandingkan dengan bulan Desember 2017 (y on y), jumlah wisman ke Bali tercatat mengalami peningkatan 57,90 persen.

Menurut kebangsaan, wisatawan yang tercatat paling banyak datang ke Bali pada bulan Desember 2018 yaitu kebangsaan Australia (20,41 persen), Tiongkok (16,13 persen), India (6,75 persen), Malaysia (4,85 persen), dan Singapura (4,72 persen). Data ini menunjukkan bahwa persentase wisatawan Tiongkok pada bulan Desember 2018 semakin menurun dari bulan November 2018 atau sejak penertiban mulai diterapkan.

Di sisi lain, adanya peningkatan jumlah wisatawan (y on y) yang cukup besar membuktikan bahwa penertiban mafia Tiongkok tidaklah berpengaruh besar terhadap jumlah wisatawan yang datang ke Bali. Data pariwisata Bali bulan November dan Desember 2018 ini menunjukkan bahwa tindakan tegas dan berani untuk menertibkan praktik mafia Tiongkok merupakan tindakan yang sangat tepat.

Bali sangat terbuka kepada wisatawan dari mana pun. Setiap wisatawan yang berkunjung ke Bali berhak mendapatkan kenyamanan berwisata seperti yang mereka inginkan. Begitu pula wisatawan asal Tiongkok yang memiliki potensi pasar yang sangat besar dan berharga untuk Bali harus mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Semua pihak terkait penyelenggaraan pariwisata wajib bertanggung jawab dan menaati peraturan yang berlaku untuk menjaga keberlangsungan pariwisata dan kehidupan masyarakat Bali. Data pada bulan November dan Desember 2018 mungkin belum sepenuhnya menggambarkan pengaruh dari penertiban mafia Tiongkok di Bali tetapi data ini dapat menjadi optimisme akan pariwisata Bali.

Bali hendaknya menyajikan pariwisata yang berkualitas bukan sekadar mengejar kuantitas. Kuantitas yang tinggi tanpa diimbangi kualitas yang baik akan merusak citra pariwisata Bali dan pada akhirnya akan perlahan-lahan menjerumuskan Bali kepada penurunan kuantitas.

Penulis, staf Tata Usaha BPS Provinsi Bali

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *