DENPASAR, BALIPOST.com – Rencana pembentukan Lembaga Otoritas Perekonomian Adat (LOKA) bagaikan petir di siang bolong bagi LPD. Tidak ada angin dan hujan, tiba–tiba pemerintah membuat ranperda yang di dalamnya tercantum LOKA.
Pemerintah Provinsi Bali berencana menugaskan LOKA mengawasi sektor riil dan sektor keuangan termasuk LPD. Namun beberapa pihak berpendapat, LOKA akan menjadi mubazir ketika mengawasi LPD karena sudah ada LP LPD. Demikian terungkap dalam diskusi tentang LPD, Senin (11/2).
Akademisi dari Universitas Udayana Prof. Wayan Ramantha mengatakan, dalam membuat rancangan peraturan daerah (ranperda) telah diatur dalam Permendagri, yaitu harus didasari kajian akademik lalu naskah akademik. Naskah akademik ini yang dibahas di DPRD sebagai dasar pengesahan, ditambah kebiasaan yang berlaku di DPRD yaitu berkeliling untuk menyerap aspirasi. ‘’Tapi saya lihat, enggak ada hujan enggak ada angin, enggak ada kajian akademik, ujug-ujug ada LOKA. Yang namanya kajian akademik, survei secara independen dilakukan oleh lembaga independen dengna melibatkan industri, dalam hal ini LPD,’’ ungkapnya.
Maka dari itu, pemerintah seharusnya tidak boleh melanggar peraturan tersebut. Selain itu, ia menyoroti nama LOKA yang tidak sejalan dengan rencana perubahan kepanjangan LPD yaitu Labda Pacingkreman Desa.
Ia berharap pemerintah (pengusul atau pembuat ranperda) mengetahui masalah yang terjadi, tertuang dalam kajian akademik. “Masalahnya apa? Apakah masalah lembaganya atau legalitasnya atau masalah lain? Namun menurutnya masalah LPD bukan pada lembaganya atau legalitasnya, tapi masalahnya adalah SDM baik dari sisi kualitas maupun kuantitas,” ujarnya.
Ia khawatir jika LOKA jadi terbentuk, maka nasibnya akan sama seperti lembaga yang pernah ada sebelumnya, seperti dewan LPD yang tidak berjalan. Sehingga rencana pembentukan lembaga baru LOKA ini dikhawatirkan tidak sesuai kebutuhan. “Saran saya kepada pemerintah, selaku akademisi, selaku independen, kalau memang sudah diajukan di Ranperda Desa Adat ada LOKA, di desa adat itu memang belum ada yang mengurusi sektor riil. Lalu LPD-nya membiayai, tapi tidak menjadi pemilik. Kalau desa adatnya membentuk LOKA, silakan dan ini memang belum ada yang mengurusi, tapi LOKA ini tidak mengurus lembaga keuangan yang sudah ada,” tandasnya.
Akademisi dari Unhi Prof. Dr. I Ketut Suda, M.Si. mengatakan, eksistensi LPD sedang terancam. Maka, LPD perlu strategi agar tetap eksis.
Ia meminta agar segera membentuk tim pengkaji akademik. Namun pada prinsipnya semua pihak berkomitmen membela desa adat yang di dalamnya ada LPD.
Jika dilihat dari perspektif fungsional struktural, desa adat sebagai sebuah institusi di dalamnya ada bagian–bagiannya, yaitu lembaga keuangan, lembaga pendidikan, lembaga sosial, dan sekaa. “Jika salah satu bagian terganggu maka terganggulah struktur secara keseluruhan. Harmonisasi desa adat akan terganggu ketika LPD terancam. Oleh karena itu penting dibentuk tim pengkaji akademik,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)