TABANAN, BALIPOST.com – Karena terkendala rumah produksi, usaha kelompok wanita tani (KWT) Nadi Sari, di desa Dalang, Selemadeg Timur, berupa minyak kelapa murni dan sejumlah produk kecantikan berbahan dasar VCO seperti lulur, lotion hingga sabun gagal mendapatkan ijin dari BPOM.
Mariatun, salah satu anggota KWT Nadi Sari memaparkan, awalnya proses mendapatkan ijin dari BPOM dibantu oleh PDDS Tabanan. Namun dalam prosesnya, ijin dari BPOM ini tidak bisa didapatkan karena pihaknya belum memiliki rumah produksi.
“Jadi harus terpisah dari bangunan rumah tangga. Harus memiliki ruang pengolahan dan pengemasan sendiri atau bisa dibilang rumah produksi. Ini yang belum kami punya,” ujar Mariatun.
Karena belum mendapatkan ijin BPOM, produk kecantikan berupa lulur dan sabun ini belum bisa masuk ke outlet, toko modern maupun toko oleh-oleh yang bekerjasama dengan PDDS Tabanan. “Syarat untuk bisa masuk toko modern harus ada ijin BPOM nya. Karena ini masuk dalam produk kecantikan,” jelas Mariatun.
Dari segi kualitas kata Mariatun, produk kecantikan yang dihasilkan pihaknya tidak kalah dengan produk kecantikan berbahan baku sama. Bahkan beberapa toko oleh-oleh yang ditawarkan oleh PDDS mengakui kualitas produknya. “Katanya dari segi kualitas bisa diterima. Sayangnya ijin BPOM belum ada,” ujar Mariatun.
Ia mengaku tidak memiliki dana untuk bisa membangun rumah produksi. Jika dihitung, anggaran yang harus disiapkan sekitar Rp 200 juta hingga Rp 300 juta. Sementara lahan membangun sudah siap dimana ia pergunakan lahan pribadi. Mariatun berharap ada bantuan dari pemerintah dalam pemenuhan syarat rumah produksi ini.
Karena belum mendapatkan ijin BPOM, Mariatun hanya membuat produk kecantikan VCO ini sesuai pesanan saja. Ia berusaha memasarkan secara personal dan hasilnya beberapa pesanan ada yang sampai ke luar Bali. Namun karena pesanan jarang ada, maka bahan baku VCO yang di suplai oleh anggota KWT Nadi Sari pun tidak banyak terserap. “Biasanya kalau ada pesanan, ibu-ibu disini adalah penghasilan tambahan. Kelapa juga murah sekarang. Jadi kalau ada pesanan, nilainya jauh lebih tinggi dibandingkan menjual kelapa butiran,” papar Mariatun. (wira sanjiwani/balipost)