Suasana diskusi terkait LPD yang diselenggarakan Senin (11/2). (BP/wan)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ranperda desa adat yang memuat soal Lembaga Otoritas Perekonomian Adat (LOKA) Bali dikhawatirkan mengancam eksistensi LPD yang telah berjalan selama 35 tahun. Karena di dalamnya memuat bahwa LOKA Bali dibentuk oleh majelis utama, dan pemerintah hanya mengkoordinir. Sementara majelis utama sendiri merupakan bentukan perda. Segala pararem LPD juga dibentuk oleh majelis utama ini.

Menurut Kepala BKS LPD Provinsi Bali Drs. I Nyoman Cendekiawan, SH., M.Si. saat diskusi di Warung 63, Denpasar, Senin (11/2), ketika ranperda dirancang, pihaknya tidak dilibatkan. Padahal peran industri yaitu LPD sangat penting dalam menyerap aspirasi sebelum disahkannya perda tersebut. “Kita tidak anti perubahan, tapi minimal bicarakan tentang LPD kepada kami,” tukasnya.

Jika LOKA tersebut jadi dibentuk, dikhawatirkan terjadi kondisi yang tidak kondusif di lapangan terkait teknisnya. Ranperda yang dirancang juga tidak sesuai dengan permasalahan LPD.

Jika yang menjadi masalah adalah dana pemberdayaan 5 persen, ia mengklaim setoran dari LPD se-Bali telah sangat jelas penggunaannnya dan telah diaudit. Sehingga tidak ada yang perlu dipermasalahkan lagi soal dana itu.

Menurutnya, jika dana pemberdayaan 5 persen ini digantikan dari APBD, pelaksanaannya belum tentu baik. Bahkan sebelumnya dana pemberdayaan 5 perseb ini sudah pernah diterapkan, namun hanya sekali.

Baca juga:  Pusaran Angin Kencang 10 Menit, Rusak Sejumlah Atap Kios di Pasar Lempuyang Pecatu

Setelah itu, pemerintah provinsi terkendala dalam pencairan berikutnya karena tidak diperbolehkan secara aturan. Selain itu, Perda Desa Adat dan Perda LPD harus dipisah. Dengan dipisahkannya aturan dua lembaga itu sesuai dengan perda sebelumnya, keberadaan LOKA menjadi pertanyaan. Meski demikian, ia sangat mengapresiasi Gubernur Bali yang telah memperhatikan LPD.

Ketua LPLPD I Nyoman Arnaya mengatakan, sejak zaman perintisan LPD, telah dipikirkan kesinambungan LPD dengan membentuk lembaga pengawasan yang disebut PLPDK. Di masa perintisan itu, PLPDK lebih banyak melakukan pembinaan teknis.

Seiring perkembangan zaman, PLPDK kemudian berubah melakukan fungsi melatih, kemudian berkembang lagi menjadi pemeriksaan, melakukan pelatihan dan pembinaan. Fungsi ini bertambah, yang dimuat dalam Perda 8 tahun 2002. “Itu sudah beberapa kali dirubah, sampai pada perda terakhir fungsi kita berubah mulai dari pembinaan, pemeriksaaan, audit, pelatihan, penanganan masalah. Artinya pemerintah terdahulu sudah tertata sekali untuk menata dan melindungi LPD,” tandasnya.

Perda terkait LPD telah berubah sampai 5 kali. Perubahan ini diakui masih dalam tahap melanjutkan dan berbenah dari peraturan sebelumnya. Sedangkan Ranperda yang dilakukan saat ini memotong habis apa yang telah diwariskan.

Baca juga:  Dhea Ardi Prabasari Incar Emas di PON 2020

Seperti perubahan kepanjangan LPD menjadi Labda Pacingkreman Desa dan LP LPD yang diganti menjadi LOKA. Sementara dana pemberdayaan 5 persen jika dianggarkan dari APBD, dikhawatirkan prosesnya tidak bisa dilanjutkan, seperti tahun-tahun sebelumnya.

Melihat secara holistik permasalahan LPD, persoalannya bukan pada sistem dan nama LPD, tapi pada mental SDM. Jika pemerintah ingin memberikan anggaran pada LPD, ia berharap LPD yang jumlahnya 700 dengan aset di bawah Rp 1 miliar inilah yang  dibantu permodalannya.

Misalnya dengan cara menaikkan bantuan ke desa adat. “Dari bantuan desa adat ini berapa persen harus menambah modal, khusus bagi LPDnya yang di bawah asetnya Rp 1 miliar. Karena selama ini, dari 5 persen ini kita bantu support modal LPD yang kecil ini sebesar Rp 50 juta per LPD. Kalau tidak ada 5 persen, LPD Bali ini saya yakin akan bubar,” pungkasnya.

Kepala BKS-LPD Kabupaten Badung I Wayan Budha Artha, SE.,MM.mengakui, setelah muncul di beberapa media terkait perubahan nama LPD, banyak pertanyaan muncul dari masyarakat. Hal ini menunjukkan kekhawatiran bagi nasabah. “Perubahan nama ini akan memberi dampak tentang tata kelola di LPD,: katanya.

Baca juga:  Berkat Pinjaman UMi BRI, Petani Pepaya Raup Omzet Rp36 Juta Per Bulan

Selain itu, LOKA Bali yang menjadi kontroversi belakangan dinilai akan menghilangkan keberadaan Lembaga Pemberdayaan LPD (LP-LPD). Pembinaan untuk LPD yang sudah dilakukan dari awal terbentuknya hingga akhir saat ini sudah tersistem dengan baik yang ditunjukkan dengan peningkatan pengelolaan aset yang saat ini sudah mencapai Rp 22 triliun.

Salah satu perintis LPD, I Wayan Gatha bersama mantan Gubernur Bali Prof. IB Mantra mengatakan, untuk menjaga keberlangsungan LPD ke depan, perlu dipikirkan pembentukan dana abadi. Dana abadi ini bisa disisihkan dari dana pemberdayaan desa sebesar 20 persen.

Ia berharap pada desa adat, dari 20 persen tersebut disisihkan sedikit untuk disimpan di perbankan yang dijamin dan liquid. Dana abadi ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan lain selain untuk kepentingan LPD, jika suatu saat LPD mengalami kesulitan atau wanprestasi bahkan mengalami kebangkrutan. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *