Penanganan masalah sampah di Bali terkesan tak pernah tuntas. Selalu ada gagasan baru dan wacana baru. Namun, yang jelas sampah tak tertangani dengan baik. Pembangunan Tempat Pengolahan Sampah (TPA) berskala regional juga tak mengatasi masalah. Buktinya, masalah sampah terus menjadi perdebatan.
Protes juga telah dilakukan berulang kali oleh masyarakat, namun sistem penanganan sampah tetap saja seperti apa adanya. Contohnya, sampah di Pasar Kreneng, Denpasar tetap saja meluber tanpa ada solusi. Bisa jadi satu saat luberan sampah ini menutup jalan lintasan yang ada bahkan meluas hingga lokasi pedagang.
Wacana lainnya adalah menjadikan sampah sumber energi. Kenyataannya tak ada yang berjalan optimal. Semua berhenti pada tahap sosialisasi proposal dan program. Sebagai penduduk pendatang di Denpasar, saya sempat mendengar puluhan proposal yang diajukan ke meja birokrat juga tak ada yang jalan.
Artinya, penanganan sampah tak kunjung tuntas. Kini, ada wacana penanganan sampah swakelola dengan membagi beban penanganan sampah ke masyarakat. Program ini mestinya efektif mengurai tumpukan sampah di TPA. Kenyataannya sama saja, pembuangan sampah ke TPA tetap saja bermasalah.
Rencana mengorbankan areal mangrove untuk TPA kini berembus. Program ini juga saya khawatirkan hanya menjadi cara baru untuk melakukan penguasaan lahan mangrove. Jangan-jangan dengan dalih membuat TPA baru, reklamasi dilakukan. Ini namanya mengatasi masalah sampah dengan mengorbakan lingkungan. Mudah-mudahan Bali segera bisa melakukan solusi terbaik mengatasi masalah persampahan.
I Gede Sudarmaja
Denpasar, Bali