DENPASAR, BALIPOST.com – Berbekal SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali No. 972 Tahun 1984, pilot project Lembaga Perkreditan Desa (LPD) mulai dirintis. Perlahan, lembaga keuangan berbasis adat dan budaya Bali ini mampu meraih kepercayaan krama Bali.
Bahkan LPD menjelma jadi benteng ekonomi Bali. Di balik eksistensinya selama 35 tahun, LPD tentu telah menghadapi berbagai macam tantangan. Terlebih di era global, ujian bagi LPD tentunya akan semakin besar.
Bukan semata soal bagaimana mempertahankan eksistensi LPD, tetapi juga menyangkut kontribusinya terhadap pelestarian budaya dan peningkatan ekonomi krama Bali. Maka dari itu, solusi dan strateginya harus dirumuskan dengan baik oleh seluruh stakeholder.
Strategi pengembangan LPD dalam menghadapi tantangan di era global menjadi pembahasan khusus dalam temu wirasa yang digelar Kelompok Media Bali Post (KMB) di hotel The Vasini, Denpasar, Senin (18/2). Temu wirasa dengan moderator Guru Besar Unhi Prof. Ketut Sudha tersebut menghadirkan sejumlah narasumber dari kalangan LPD, Bendesa, BKS LPD, LPLPD, MMDP Denpasar, salah satu perintis LPD bersama Gubernur Bali sebelumnya Prof. IB Mantra, hingga narasumber dari kalangan media.
Dalam paparannya, Ketua BKS LPD Provinsi Bali I Nyoman Cendikiawan menyampaikan, dalam persaingan dunia perbankan, LPD ibarat berada di kandang macan. LPD harus bertahan dari persaingan ketat bank yang memiliki jangkauan program dan pelayanan luas. Memang ini sangat mengkhawatirkan. Namun, nyatanya LPD tetap eksis.
Kunci eksistensi LPD adalah dukungan desa pakraman atau desa adat. Kepercayaan krama desa pakraman sangat menentukan keberlangsungan LPD yang mengusung konsep persatuan dan kebersamaan.
Tetapi, untuk menghadapi persaingan lebih ketat lagi di era revolusi industri 4.0, LPD harus memperkuat implementasi konsep tersebut. Ditambah, SDM LPD wajib menguasai informasi dan teknologi (IT). Dalam hal ini, BKS LPD merancang digitalisasi LPD, salah satunya melalui LPD mobile. ”Sekarang dunia di ujung jari. Semua orang pakai smartphone. LPD mobile sudah diterapkan 60 LPD di Bali. Cek saldo bisa lewat smartphone. Beberapa hal akan kita kembangkan lagi,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemerintah diharapkan mendukung pengembangan IT dan kualitas SDM pengurus LPD. Hal senada disampaikan Ketua LP LPD Provinsi Bali I Nyoman Arnaya, S.E. Menurutnya, tantangan paling berat dirasakan LPD di Kota Denpasar.
Sebab, LPD harus bersaing dengan perbankan dan lembaga keuangan lainnya yang tumbuh subur di kota ini. Meski demikian, perkembangan LPD di Denpasar terbilang sangat baik. Meski dari sisi kuantitas paling sedikit di Bali yakni 35 LPD, namun dari rata-rata aset, LPD di Denpasar yang paling tinggi.
Aset LPD di Denpasar rata-rata Rp 62 miliar per tahun, atau lebih besar dibandingkan di Kabupaten Badung yang rata-rata Rp 59 miliar dan Kabupaten Gianyar sebesar Rp 17 miliar. ”Jadi jika kita berbicara globalisasi, Denpasar bisa menjadi pilot project atau barometer dari LPD menuju go digital, karena aset rata-ratanya yang paling tinggi,” ujarnya.
Di Denpasar terjadi persaingan yang luar biasa. Untuk menjawab tantangan tersebut apalagi dengan aset yang besar, LPD diharapkannya membangun wirausaha-wirausaha di desa. Calon wirausahawan dididik dan diberikan pelatihan kewirausahaan kemudian diberikan modal usaha.
Setelah usaha berkembang pun, LPD mesti tetap memberikan pembinaan. Jika upaya ini mampu ditularkan ke LPD lain seluruh Bali, maka ini akan menjadi kekuatan ekonomi Bali.
Ketua MMDP Kota Denpasar Drs. A.A. Ketut Sudiana, SH.,MH.mengatakan, regulasi sangat penting untuk pengembangan LPD ke depan. Karena LPD sudah diberi keistimewaan yaitu dikecualikan dari UU No. 1 tahun 2013 tentang LKM. ”LPD tinggal diatur dalam tatanan adat dan budaya, tidak diatur dalam tatanan regulasi yang bersifat hukum positif yang tentunya tidak bertentangan dengan UU No.1 tahun 2013,” tegasnya.
Strategi penguatan LPD yang lain yaitu dari sisi tata kelola perekonomian adat. Ia meminta agar core bisnis LPD dikembangkan lagi sehingga hasilnya bisa memberikan kontribusi lebih banyak pada desa adat. Peningkatan SDM untuk menggunakan sarana digital di layanan LPD juga harus ditingkatkan.
Sementara itu, Ketua Parum Bendesa se-Kota Denpasar Drs. I Wayan Butu Antara, M.Si. mengibaratkan LPD seperti Arjuna sedang bertapa. Banyak godaan yang menghampiri para pengurus LPD baik dari internal maupun eksternal.
Sehingga perlu strategi untuk menghadapinya demi keajegan LPD. Salah satu godaan atau tantangan pengelolaan LPD adalah perubahan peraturan. Dalam hal ini, ia berharap peraturan LPD tetap seperti sekarang. Jangan ada lagi perubahan yang justru menimbulkan polemik dan kontra produktif terhadap pengembangan LPD. “Para bendesa di Denpasar menginginkan LPD tetap ajeg. Juga sudah diusulkan agar LPD tetap seperti sekarang.Ini penting, agar LPD bisa melaksanakan swadharma agama dengan baik,” ungkapnya. (Citta Maya/Dedi Sumartana/balipost)