Ilustrasi. (BP/dok)

Beberapa tokoh dunia dikenal sebagai seorang orator (pembicara) hebat. Keterampilan berbicara mereka bahkan mampu menghipnotis publik. Beberapa orator politik terkenal di antaranya Wisnston Churchill, Adolf Hitler, Franklin D. Roosevelt, dan Bapak Bangsa Indonesia Soekarno. Namun, pada zaman milenial dengan kecanggihan digital sekarang, kemampuan orator haruslah didukung penguasaan data (digital) pula.

Penguasaan dalam hal ini tidak hanya mampu membaca data (statistik) sebagai dasar pidato (pembicaraan). Melainkan, juga kemampuan menerjemahkan dan mengolah data yang ada untuk diambil langkah tindak lanjut yang diinginkan.

Data-data yang dimiliki/diperoleh sang orotor diterjemahkan ke dalam fakta di lapangan. Data dan fakta itu kemudian diolah menjadi sebuah langkah, kebijakan dan sejenisnya sebagai solusi permasalahan yang terungkap dari data dan fakta itu sendiri.

Ini sangat penting pada era digital ini, karena jejak rekam digital tidak bisa dibohongi. Ini sangat penting tidak hanya bagi pemimpin, pemegang kebijakan dan sejenisnya, tetapi bagi semua masyarakat milenial (digital). Berbicara tanpa data dan fakta, itu sama dengan menebar dan menyebarkan hoax (berita bohong) bahkan fitnah bila bersentuhan dengan pihak lain.

Baca juga:  BPS Sebut Aktivitas di Rumah Alami Penurunan

Beberapa kasus yang terjadi belakangan, menunjukkan hal itu. Betapa data (statistik) yang disampaikan suatu pihak  bisa langsung menjebol apa yang disampaikan pihak lain sebelumnya, yang berbicara tanpa data. Tudingan menyebar hoax bahkan fitnah pun dijatuhkan pada mereka yang berani berbicara tanpa data pada era digital ini. Bahkan, meski berbicara dengan data valid pun tetap bisa dipersoalkan ketika data tersebut sudah kedaluwarsa atau tidak sesuai lagi waktunya.

Bercermin dari berbagai kasus menyangkut data yang terjadi belakangan ini, pelajaran bagi semua pihak utamanya mereka yang ingin dipercaya publik. Terlebih, ingin menjadi pemimpin dan sudah menjadi public figure.

Baca juga:  Kunjungan Wisman di Mei 2022 Tertinggi Sejak Pandemi COVID-19

Seorang pemimpin baik lembaga pemerintah maupun swasta, terlebih pemimpin negara, haruslah memegang teguh selalu berbicara berdasarkan data. Mengingat data merupakan sumber informasi yang memiliki tiga fungsi. Pertama, menjadi dasar penyusunan kebijakan. Kedua, mendukung pengambilan keputusan. Ketiga, sebagai sumber penyusunan informasi dan komunikasi publik.

Tanpa data akurat dan valid, kebijakan dan keputusan yang diambil sulit dilaksanakan. Bahkan, bisa jadi keputusan yang diambil salah dan menyimpang. Terlebih, bila data yang dipakai salah. Ini tentu sangat krusial bila dilakukan oleh seorang pemimpin, apalagi memimpin sebuah negara.

Kita mungkin tahu bahkan latah, masa-masa menjelang pemilihan umum para calon legislatif maupun eksekutif sibuk menebar pesona dan mengumbar janji. Itu hal wajar dan bukanlah masalah. Jadi bermasalah ketika pesona yang ingin ditebar menggunakan data salah, data palsu/bohong ataupun data tidak akurat. Itu mungkin banyak terjadi sebelum era digital.

Baca juga:  Mengembalikan Pariwisata Budaya

Pada zaman milenial, rekam jejak digital tidak bisa terbantahkan, masyarakat malah akan menjadi apriori dan antipati. Terlebih pada era keterbukaan informasi seperti sekarang ini, masyarakat begitu mudahnya mengkases data informasi.

Masyarakat tidak bisa lagi dibohongi dengan data palsu, tidak akurat, tidak valid, tidak update dan sejenisnya. Data pun akan berubah menjadi sebuah penghakiman publik, bahwa kita itu telah berbohong, menebar hoax, bahkan fitnah. Hati-hatilah berbicara di publik jika tidak mempunyai data tentang apa yang kita bicarakan. Jadilah sang orator tersohor berdasarkan data, bukan berdasarkan kabar burung.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *