DENPASAR, BALIPOST.com – Sidang lanjutan dugaan korupsi bantuan biogas untuk masyarakat Nusa Penida, Rabu (20/2) kembali dilanjutkan di Pengadilan Tipikor Denpasar. Jaksa dari Kejari Klungkung, menghadirkan lima orang saksi. Mereka adalah PPHP (Panitia Penerima Hasil Pekerjaan).
Lima orang saksi yang duduk di kursi panas itu adalah Putu Wismantara, Putu Adi Widiantika, Made Murna, Ni Wayan Murniati dan Gede wirta. Duduk sebagai terdakwa adalah oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Klungkung, Gede Gita Gunawan, istrinya Thiarta Ningsih dan I Made Catur Adnyana selaku KPA sekaligus PPK.
Di awal persidangan, saksi terlihat kablinger, bahkan banyak mengaku tidak tahu, hingga majelis hakim pimpinan Wayan Sukanila beberapa menegur saksi. Atas suara pelan dan saksi yang seolah tidak tahu masalah, majelis hakim mulai menanyakan dari hal paling mudah. Yakni tugas pokok PPHP. Saksi kemudian menjelaskan tugas mereka adalah menerima hasil pekerjaan dari panitia sebagai pelaksana.
Majelis hakim kemudian menanyakan secara gamblang apakah pekerjaan proyek biogas yang diawasi sudah 100% selesai, atau apakah ada yang kurang. Para saksi terlihat lama terdiam, dan setelah didesak mereka mengaku lupa.
Untuk mengingatkan kembali memori para saksi, hakim menanyakan soal honor yang diterima para saksi. Mereka kompak mengatakan dapat Rp 150 ribu. Namun tidak semua mendapatkan uang yang sama, karena mereka ada yang bekerja lima kali, ada yang bekerja 12 kali. Honor diberikan tergantung jumlah kali mereka kerja.
Nah dari sanalah hakim memulai menanyakan ke substansi, yakni apakah saksi sudah bekerja dengan baik, apa belum. Karena ada saksi yang mengatakan bahwa pekerjaan sudah selesai 100 persen. Sehinggga dilakukan tandatangan (penandatanganan) dan dilakukan penandatangan berita acara.
Jika sudah selesai 100% proyek tersebut, apa persoalannya hingga terdakwa duduk di kursi pesakitan? Ada masalah apa? Saksi pun kompak mengatakan tidak tahu masalah apa yang menjerat tiga terdakwa itu.
Karena saksi mengaku tidak tahu, majelis hakim kembali meminta saksi mengingat-ngingat, termasuk apakah pernah mendengar di masyarakat, atau membaca di media. Salah satu saksi kemudian menjawab pernah membaca di media, bahwa ada kekurangan pengerjaan dari 40 unit, yang terlaksana 38 unit. Jadi ada kurang lagi dua unit.
Atas kekurangan itu, mengapa dilakukan penandatanganan berita acara bahwa pekerjaan sudah selesai 100 persen. Saksi mengaku bahwa dia menerima laporan bahwa sudah dikerjakan 100 persen, karena 40 unit itu sudah rampung.
Kuasa hukum Gede Gita Gunawan, istrinya Thiarta Ningsih, Agus Sujoko, kemudian menanyakan mana duluan tandatangan pengerjaan selesai 100 persen, apa baca di media? Saksi mengatakan duluan tandatangan pengerjaan selesai 100 persen. Pun saat didesak oleh kuasa hukum Catur, Mardika, para saksi juga mengatakan pekerjaan selesai 100 persen.
Dasar menandatangani selain laporan, karena fisik proyek itu ada. Walau diakui saat itu tidak semua unit diperiksa.
Pengerjaan 100 persen itu dipertegas dalam persidangan sebelumnya. Persisnya dari keterangan saksi, konsultan I Made Dirganata dan staff CV Pilar Utama, I Wayan Sukahana, dan pelaksana lapangan I Komang Sudiatmika. Mereka mengatakan 40 unit itu telah selesai dan sudah bisa digunakan, apabila tersedia bahan biogas seperti kotoran sapi dan air tawar.
Dikonfirmasi terpisah, Gede Gita Gunawan oknum anggota dewan yang didudukkan sebagai terdakwa mengaku tidak habis pikir dia didudukkan jadi terdakwa. Masyarakat diyakini masih percaya dengan dia, bahwa tidak ada niatan korupsi.
Sehingga dia dicalonkan lagi, dan bahkan dapat nomor urut 1. “Sampai sekarang masih terus koordinasi dengan konstituen saya dalam pileg 2019 ini. Sampai saat ini saya merasa tidak ada masalah. Tidak ada kapasitas apapun dalam proyek biogas ini,” tegas anggota dewan dari Partai Golkar itu. (Miasa/balipost)