DENPASAR, BALIPOST.com – Sektor properti di Bali masih melambat. Untuk mempercepatnya maka perlu perbaikan regulasi.
Selain regulasi, pengembang dan para pelaku jasa konstruksi juga sudah seharusnya memikirkan membuat suatu perencanaan yang berpihak pada pengembangan produk ramah lingkungan. Demikian terungkap pada diskusi “Strategi Menghadapi Peluang dan Tantangan Bisnis Properti 2019” di Denpasar, Kamis (28/2).
Ketua Kadin Bali A.A. Ngurah Alit Wiraputra mengatakan, ada banyak hal yang harus dibenahi agar bisnis properti bisa booming seperti masa lalu. Salah satunya perbaikan regulasi yang disesuaikan perkembangan saat ini. Regulasi yang ada masih harus dibenahi karena perkembangan zaman makin meningkat.
Selain pembenahan regulasi, pengembang dan para pelaku jasa konstruksi juga sudah seharusnya memikirkan membuat suatu perencanaan yang berpihak pada pengembangan produk ramah lingkungan. Apalagi saat ini hunian semacam ini mulai banyak dilirik.
Tidak hanya masyarakat lokal, juga internasional. “Tren membuat hunian modern sudah mulai dikesampingkan dan beralih pada hunian yang ramah lingkungan. Pastinya regulasi pun akan mendukung ke depannya karena sesuai dengan harapan pemerintah,” ucapnya.
Ketua DPD REI Bali Pande Agus Permana Widura, S.H., MBA. menyoroti adanya penurunan market atau penjualan di bidang bisnis properti. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti daya beli masyarakat yang mulai turun karena harga jual yang sangat tinggi. “Kebanyakan orang saat ini membeli rumah karena satu kebutuhan dan bukanlah untuk investasi seperti yang dilakukan masyarakat kita sebelumnya,” jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, pengembang juga sudah mulai memasarkan rumah-rumah KPR dengan harga murah dan layak. Namun seringkali proses pemasaran yang instan dengan menggunakan endorse orang atau figur tertentu. “Ini malah membuat masyarakat yang ingin membeli rumah lupa apa saja yang bisa didapatkan dengan rumah yang akan dihuni, sehingga perlu kiranya ada edukasi yang baik agar endorse bisa menjelaskan fasilitas yang akan mereka dapatkan,” ungkapnya.
Kata Widura, dibandingkan sebelumnya, tahun ini sudah ada pergerakan dan mulai ada titik terang, khusus untuk rumah seharga Rp 300 – 600 juta. Selain itu, rumah di bawah Rp 300 juta atau yang termasuk rumah subsidi juga mulai dikembangkan walaupun dengan jangkauan wilayah yang masih terbatas.
Hal ini juga diakui Wakil Kadin Bidang Perumahan, I Gusti Made Ariawan. Menurutnya, pengembang harus cerdas memanfaatkan peluang di bidang properti. “Generasi milenial dewasa ini mulai berpikir simpel. Mereka menginginkan hunian yang tepat dalam artian semua sudah ada di dalamnya, mulai dari fasilitas sekolah, laundry, dan semua yang termasuk fasilitas umum dan fasilitas khusus, sehingga penghuni selain merasa aman juga nyaman berada dalam satu wilayah yang tepat. Hanya semua harus ada aturan yang jelas, apalagi di Bali semua harus diperhitungkan sesuai dengan peruntukannya,” ungkapnya.
Kenyamanan hunian juga harus didukung dengan keamanan juga diakui Ketua Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) Bali, Kadek Prana Jaya. “Hunian jangan hanya melihat faktor fasilitas rumah, namun juga faktor keamanan di sekitarnya. Misalnya saja akses jalan yang memadai, keamanan yang bagus baik dari segi pengudaraan, tata ruang hingga yang paling penting adalah akses pemadam kebakaran, sehingga apabila terjadi hal yang tidak diinginkan bisa ditanggulangi dengan cepat,” sebutnya. (kmb/balipost)