SINGARAJA, BALIPOST.com – Sejumlah rumah di perbatasan antara Kelurahan Kampung Baru dengan Kelurahan Banyuning, Kecamatan Buleleng tergenang banjir Kamis (7/3) malam. Banjir terjadi karena irigasi tidak mampu menampung volume air hujan. Ini kemudian ditambah parah dengan tersumbatnya permukaan irigasi oleh sampah kiriman, ranting hingga pohon sampai potongan kayu.
Pantauan di lapangan Jumat (8/3), aliran banjir masih terlihat deras. Ada empat rumah warga Kelurahan Banyuning masih tergenang. Ketinggian air bervariasi antara 30 centimeter hingga 50 centimeter. Seperti terjadi di rumah Nyoman Astika tergenang dari pekarangan dan kamar tidur.
Dia mengatakan, sebelum banjir terjadi hujan deras saat warga merayakan Nyepi. Saat hujan bertambah deras, air dari irigasi di sebelah barat rumahnya tepatnya di wilayah Kampung Baru meluap. Air kemudian meluap menggenang badan jalan dan masuk pekarangan rumahnya. Dia sempat memindhkan barang-barang perlengkapan rumah tangga agar tidak ikut terendam.
Meski ruang kamar terendam, namun dia terpaksa tidur di atas tempat tidur dari bambu yang agak tinggi, sehingga tidak terendam air. Dia pun tidak mengungsi karena tidak tahu ke mana harus mengungsi. Apalagi, dari pengalaman terdampak banjir, ketika hujan reda genangan air akan kembali surut. “Malam hari saat hujan air dari selokan di dekat Toko Wisma itu meluap dan merendam rumah kami. Sudah langganan seperti ini penyebabnya selokan itu tersumbat sampah,” katanya.
Senada diungapkan Budiawan (39), warga Kampung Baru. Dia mengatakan, air banjir baru surut Jumat (8/3) pagi kemarin. Ketika banjir, rumahnya dan beberapa tetangganya terendam air dengan kedalaman sekitar 50 centi meter. Akibat genangan banjir itu, sejumlah perlengkapan rumah tangga, seperti kasus, peralatan elektronik, terendam. Bahan, tetangganya yang kebetulan berbisnis sepeda motor bekas, beberapa unit sepeda motor terendam dan mesinnya kemasukan air banjir. “Waktu malam itu ada warga membuat tanggul di pinggir jalan raya untuk menghalangi air lebih deras masuk ke rumah, kalau tidak mungkin bisa lebih dalam lagi,” jelasnya.
Sementara itu, Juru Karya Jalan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Bali Wayan Sadra mengatakan, banjir di ruas jalan Nasional itu ditangani dengan membersihkan sumbatan sampah di permukaan saluran. Air ini meluap dan menggenang rumah warga selain karena volume air besar, juga karena saat banjir menghayutkan sampah dan potongan kayu. “Kita bersihan dulu sampah yang menyumbat, dan kalau tidak ada sampah atau batang kayu airnya bisa mengalir lancar ke utara. Untuk pemeliharaan saluran ini sudah disusun untuk perbaikan dengan permanen,” jelasnya.
Sementara itu, jembatan di atas Sungai (Tukad-red) Batu Pulu, di Dusun Dauh Margi, Desa Pemaron Kecamatan Buleleng tersumbat rumpun bambu dan batang kayu berukuran besar. Akibatnya, aliran air tertahan dan merendam badan Jalan Nasional Singaraja – Gilimanuk. Tidak hanya itu, tiga rumah warga yang kebetulan pondasinya lebih rendah dari aspal jalan ikut terendam.
Perbekel Desa Pemaron, Kecamatan Buleleng Putu Mertayasa mengatakan, tiga warga yang terdampak banjir akibat luapan sungai itu masing-masing Putu Suardika, Nyoman Natri, dan Kadek Juni Suarsana. Rumah warganya itu tergenang dari pekarangan sampai di ruang kamar dengan ketinggian air 60 centimeter. Sejumlah perabotan rumah tangga pun ikut terendam, sehingga saat malam Sipeng warganya itu mengungsi ke bangunan mes karyawan di PLTGU Pemaron.
“Air sungai ini meluap bukan kali ini saja dan 2019 ini saja sudah tiga kali meluap dan penyebabnya karena di bawah jembatannya sering menghalani aliran air yang memang menghayutkan ranting pohon dan batang kayu dari hulu,” katanya.
Menghindari air sungai kembali meluap, sejak Kamis (7/3) dan Jumat (8/3) , warga dibantu petugas dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng membantu mengangkut potongan kayu dan bambu yang menyumbat di bawah jembatan. Penanganan ini tidak optimal, karena masih banyak potongan kayu dan rumpun bambu yang masih tertahan di bawah jembatan. Pihaknya pun berharap, pemerintah daerah membantu alat berat untuk membersihkan sumbatan aliran sungai itu.
Mertayasa mengaku, permasalahan ini sudah berkali-kali dilaporkan ke instansi berwenang di kabupaten dan provinsi. Hanya saja, laporannya yang lengkap dengan proposal tidak mendapat penanganan. Setelah dikoordinasikan, ternyata aset jembatan itu milik Kementrian Pekerjaan Umum Perumahan Raktar (PUPR), sehingga kebupaten dan provinsi tidak memprogramkan perbaikan dengan permanen. “Kalau tidak ada penanganan permanen sampai kapanpun masalah ini akan terus terulang di daerah kami, sehingga kami meminta pengambil kebijakan serius memperhatikan masalah ini, sehingga tuntas dan tidak menjadi persoalan terulang,” tegasnya. (Mudiarta/Balipost)
Warga dan petugas DLH Buleleng membersihkan batang kayu dan bambu yang terangkut di bawah jembatan di atas Sungai Batu Pulu, Desa Pemaron, Kecamatan Buleleng. (BP/Mud)