DENPASAR, BALIPOST.com – Harga minuman beralkohol (Mikol)l naik signifikan di kisaran 50 persen – 100 persen pada 2018. Padahal hampir sebagian besar atau sekitar 60 persen produk minuman yang dibuat di hotel atau bar menggunakan mikol impor.
Kenaikan harga ini membuat peracik minuman (bartender) khususnya di kalangan pariwisata beralih menggunakan minuman alkohol lokal. “Hampir lebih dari 60 persen penjualan rata–rata beverage setiap hotel, bar dan restaurant menggunakan alkohol,” kata Ketut Darmayasa, Founder dan Inisiator Balabec (Bali Local Alcoholic Beverage Control), Minggu (10/3).
Minuman beralkohol memang termasuk Daftar Negatif Investasi (DNI). “Pernah beberapa tahun lalu Bali mengalami kesulitan pasokan mikol terutama mikol impor karena salah satu perusahaan pengimpor mikol, kuotanya dikurangi,” ujarnya.
Memang tidak semua makanan dan minuman di hotel dan restaurant menggunakan alkohol, seperti fruit juice, mocktail, dan soft drink. Tapi jenis minuman cocktail, beer, spirit straight, carbonized spirit mengunakan mikol dalam campurannya. Kenaikan harga ini diduga disebabkan berkurangnya kuota impor untuk menaikkan daya saing ekspor.
Sehingga, dipilih strategi memperbanyak penggunaan produk lokal, seperti whisky, vodka, rum, gin dan arak. Namun mikol lokal diakui kalah dari sisi branding dibandingkan dengan produk impor.
Wakil Ketua I DPP IHGMA (Indonesian Hotel General Manager Association) I Made Ramia Adnyana, SE.,MM., CHA., mengatakan, kebutuhan minuman beralkohol (mikol) bagi industri pariwisata cukup besar, terutama bar dan restaurant. Memang kebanyakan mikol diimpor terutama whisky dan wine. “Mikol ini sangat penting karena merupakan kebutuhan bagi wisatawan. Seperti bir di Eropa sudah seperti air mineral, dan wisatawan Rusia yang terbiasa minum vodka. Kebutuhan mikol sangat besar untuk bar dan restaurant dan diskotik. Kalau pergi ke bar atau diskotik tanpa mikol, bagaikan sayur tanpa garam,” sebutnya. (Citta Maya/balipost)