MENTERI Keuangan RI Sri Mulyani menyatakan mendukung dan siap membahas lebih lanjut inisiatif untuk memberikan alokasi anggaran bagi desa adat di Bali. Kalau saya mendukung, bahkan mendukung 1.000 % untuk itu.
“Saya memahami pentingnya keberadaan desa adat terutama Bali dalam menjaga kelestariannya, tinggal sekarang caranya bagaimana,” jelas Sri Mulyani di hadapan bendesa adat se-Bali dalam acara bertajuk Tatap Muka Menteri Keuangan Bersama Bendesa Adat se-Bali di Hotel Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar Kamis (14/3) siang.
Disebutkan pula bahwa dia juga berharap banyak pada Bali yang menjadi tujuan pariwisata global mampu mempertahankan eksistensi dan kelestarian adat dan budaya Bali. Dunia kini semakin makmur. RRT makin kaya, India makin kaya, punya penduduk lebih dari 1 miliar maka makin banyak pula kaum menengah keatasnya yang akan berlibur dan Bali menjadi salah satu tujuannya.
Ini tantangan bagi Bali, belum lagi jika menghitung turis Australia, Amerika dan Eropa serta wisatawan domestik. “Banyak sekali tekanan bagi Bali meskipun itu juga berarti rejeki bagi Bali,” papar Sri Mulyani.
Sri Mulyani melanjutkan, dalam konstitusi disebutkan, yang disebut desa dan mendapatkan alokasi adalah desa administratif yang diakui oleh Kementerian Dalam Negeri, yang secara historis berbeda dengan desa adat. Namun kita juga tidak menampik fakta adanya entitas sosial atau komunitas bersama yang bentuknya seperti desa adat ini, yang fungsinya juga sangat penting diluar masalah administratif. “Hanya saja mungkin wilayah administrasinya bisa overlap karena ada satu desa adat yang mengisi beberapa desa administrasi atau sebaliknya. Ini fakta yang harus kita sikapi,” tukas Mantan Direktur Bank Dunia ini.
Dalam peraturan perundangan, dijelaskan Sri Mulyani, Menkeu akan membuat nota keuangan kepada presiden untuk selanjutnya dipaparkan ke dewan dan dibuatkan alokasinya. Namun kita harus lihat pula implikasinya, seperti contohnya di Aceh, dimana desa adat berubah menjadi desa administrasi sehingga keduanya jadi klop, tambahnya.
Jika berbicara masalah kesejahteraan masyarakat, Menkeu menyebut program yang berorientasi pada hal tersebut, dirinya pasti ingin mendukung siapapun pimpinan daerahnya. Buat saya masyarakat yang paling penting. “Presiden kita dipilih rakyat, presiden kita ingin mensejahterakan rakyat maka kita sebagai pembantunya harus melakukan upaya untuk melayani masyarakat. Jadi saran saya mari kita bawa isu ini dalam pembahasan,” tegasnya.
Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster memaparkan bagaimana pentingnya peran Desa Adat sebagai warisan dari leluhur dalam menjaga adat istiadat, tradisi dan budaya di Bali selama berabad-abad.
Desa adat ini terbentuk dari proses sosiologis oleh masyarakat, jadi bukan dibentuk oleh negara tapi oleh masyarakat adat. Jadi sangat otonom dan terpelihara dengan baik. Bali tidak punya emas perak, batubara, tembaga atau gas tapi Bali punya adat istiadat dan budaya yang kaya dan unik.
Kalau diberdayakan secara ekonomi tidak akan habis-habisnya dan desa adat punya peranan paling penting untuk menjaganya, jelas Koster.
Gubernur Koster juga menyampaikan agenda strategisnya dengan berbagai pergub guna mendukung terpeliharanya kearifan lokal di Bali. Jika tidak mempertahankan kearifan lokal saya kira kedepan kita akan rentan mengalami goncangan sosial di tengah kemajuan global, kata Koster.
Bali punya faktor lain yang membedakannya dengan daerah lain yang disebut faktor niskala, yang membawa aura yang kuat. Itulah yang dijaga oleh para bendesa adat ini. Sayangnya para bendesa ini banyak yang tidak mendapatkan apa-apa, murni pengabdian dibandingkan tugasnya yang luarbiasa. Ini yang saya upayakan agar benar-benar berdaya di Bali, tambahnya.
Di tempat terpisah, Ketua Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP) Jero Gede Suwena Putus Upadesha mengaku sangat senang dengan pelaksanaan tatap muka antara Menkeu dan Bendesa adat se-Bali yang difasilitasi oleh Gubernur Koster.
Dengan acara ini Ibu Sri Mulyani bisa mengetahui keberadaan dan peranan desa adat di Bali sebagai desa sosial religius dengan tugas sekala dan niskala, dan yang lebih penting apa yang bisa diberikan negara kepada kita tidak hanya sekadar pengakuan dan penghormatan, tapi juga upaya untuk memberdayakan dan menguatkan desa pekraman yang ada di Bali, tukasnya.
Jero Suwena juga menambahkan bahwa desa adat di Bali adalah suatu entitas sosial yang unik yang berbeda peranannya dengan desa dinas atau desa administratif.
“Kita di Bali sistemnya dualitas, bukan dualisme dimana keduanya berjalan dengan perannya masing-masing dalam kehidupan adat, keagamaan serta kenegaraan. Untuk itu kita harapkan jalan tengah yang terbaik, sehingga tidak melanggar perundang-undangan yang ada namun desa adat tetap diakui oleh negara. Masih ada celah untuk itu dan kita semua berdoa agar perjuangan ini bisa sampai pada tujuannya,” tutup Jero Suwena.(Adv/balipost)