IHSG
Ilustrasi. (BP/dok)

Pemerintah Bali bangga karena pertumbuhan ekonominya tinggi, bahkan melebihi rata-rata nasional. Namun di balik pertumbuhan itu banyak yang pesimis bahwa pertumbuhan yang dicapai itu semu. Artinya, pertumbuhan yang tinggi tak diikuti dengan pemerataan pendapatan secara berkeadilan.

Bahkan disinyalemen, gap ekonomi semakin lebar. Artinya, warga tingkat bawah tak merasakan pertumbuhan tinggi tersebut. Sebab mereka masih miskin, masih berpendapatan rendah. Dengan kondisi seperti itu, akhirnya banyak yang menyimpulkan bahwa ekonomi Bali berada di luar jalur. Artinya, menyimpang dari cita-cita semula.

Memang kita bangga dengan angka pertumbuhan ekonomi yang hebat, pariwisata tumbuh hebat, semuanya pesat. Tetapi di balik tingginya pertumbuhan ekonomi Bali tidak memberikan efek kepada kesejahteraan masyarakat Bali.

Melencengnya pertumbuhan ekonomi selama ini harus menjadi perhatian para pemimpin Bali. Para pemimpin di Bali harus memikirkan secara bijaksana akan diarahkan ke mana pertumbuhan pariwisata untuk menyejahterakan masyarakat secara keseluruhan. Harus diakui, bahwa angka pengangguran di Bali relatif rendah. Namun, mengapa ketimpangan pendapatan masih tinggi padahal sebagian besar angkatan kerja telah terserap pada lapangan pekerjaan? Jawabannya tentu karena lapangan pekerjaan yang mereka geluti tidak mampu memberi hasil maksimal terutama bagi golongan bawah. Atau bisa saja pekerja terdidik justru tidak mendapatkan upah memadai karena mereka bekerja di lapangan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kompetensinya.

Baca juga:  Menyiapkan Tenaga Terampil Secara Terencana

Melihat kondisi di atas, yang sangat kita harapkan adalah langkah besar dari pemerintah. Kebijakan meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin tentu harus dipikirkan secara lebih holistik dan tidak parsial. Perlu dilakukan sedikit proteksi terhadap produk dan lapangan pekerjaan si miskin.

Sebananrya kecenderungan ini sudah dibaca sektor perbankan. Salah satu indikasinya adalah terus turunnya BI rate (suku bunga yang dikeluarkan BI sebagai acuran bunga kredit perbankan) yang kini di kisaran enam persen. Ini menandakan perbankan sangat agresif menawarkan suku bunga rendah terutama untuk kredit konsumtif. Hal seperti ini mendorong konsumsi akan terus meningkat.

Baca juga:  Jangan Salahkan Anak Tak Suka Membaca

Pertumbuhan ekonomi yang ditopang konsumsi hanya dinikmati sebagian kecil masyarakat. Reproduksi kapital yang berhasil dicapai ternyata hanya dinikmati kelas menengah. Pertumbuhan ekonomi Bali yang ditopang sektor tersier seperti finance, perbankan, dan lainnya, hanya dinikmati oleh penduduk dengan pendidikan tinggi dan kelas masyarakat yang tinggi. Mereka inilah yang memenuhi persyaratan perbankan untuk diberi kredit konsumtif.

Sektor konsumsi tidak dapat dijadikan sebagai penopang utama secara terus menerus. Sektor investasi harus mulai berperan lebih besar dalam menopang pertumbuhan agar tercipta kualitas pertumbuhan yang lebih baik.

Baca juga:  Komitmen Menjaga Kawasan Budaya

Pengentasan kemiskinan dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan adalah dua tantangan utama yang dihadapi masyarakat Bali. Kemiskinan bukanlah persoalan sederhana karena kurangnya penghasilan. Penduduk miskin ingin peluang, kemampuan, keamanan, dan menjadi lebih kuat.

Semua itu dibutuhkan oleh mereka agar bisa mendapatkan penghasilan secara adil, menjadi sehat. Pertumbuhan ekonomi Bali semu karena tidak seluruhnya ditunjang produksi. Turunnya BI rate semestinya menjadi momentum perbankan untuk mendorong kredit produktif yang dapat memberikan nilai tambah bagi rakyat. Dengan kredit produktif ini, usaha skala kecil dan menengah akan terus berkembang.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *