Desa adat di Bali terus dijabarkan dalam bentuk sosialisasi dan salah satu agendanya pembuatan Kartu Krama Adat. Seperti apa yang saya baca di Bali Post, Senin (18/3) di halaman Bangli, Kartu Krama Adat ini sangat menarik untuk terus dijelaskan kepada masyarakat. Manfaatnya ke depan juga harus jelas.

Pemerintah Provinsi Bali tentu harus melakukan sosialisasi secara intensif terhadap hal ini mengingat tantangan menjaga adat ke depan sangat berat. Tentu tak hanya sosialisasi yang perlu dilakukan, Pemerintah Provinsi Bali dan DPRD Bali tentu harus berani mengambil terobosan untuk meringankan beban krama Bali dalam menjaga adat dan budayanya. Keberpihakan anggaran menjadi strategis juga untuk dibahas.

Baca juga:  Desa Adat Hanya Terima "Tuyuh"-nya

Dalam kaitannya dengan dunia pariwisata, bagi Bali, keberadaan kartu krama adat ini tentu jadi strategis. Selain untuk melakukan pendataan dan membuat data base tentang sebaran penduduk Bali yang merupakan krama uwed (asli) dan krama tamiu (pendatang), juga untuk mengetahui pendukung pengawalan adat di Bali.  Sebagai krama Bali, saya tentu sangat berharap ada dukungan yang kuat terhadap pengawal budaya Bali yang selama ini dijadikan komoditas pariwisata.

Baca juga:  Pemerintah Terus Pantau Perkembangan COVID-19

Budaya Bali selama ini dijual untuk kepentingan pariwisata dan dinikmati banyak pihak. Namun, di balik itu beban menjaga budaya Bali hanya dilimpahkan kepada krama Bali.

Yang saya harapkan, DPRD Bali dan Gubernur Bali serta jajarannya melakukan penyadaran terhadap pelaku usaha di Bali agar peduli terhadap Bali. Jangan hanya mengelola Bali sebagai ruang bisnis, tetapi kewajiban menjaga alam Bali juga harus jelas.

Baca juga:  Informasi Potensi Bencana

I Wayan Arsana

Gianyar, Bali

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *