GIANYAR, BALIPOST.com – Pencaplokan terhadap tanah milik negara terjadi sepanjang Jalan Bay Pass IB Mantra, Kecamatan Blahbatuh. Padahal di ruas itu sudah terpampang sejumlah plang bertuliskan ” Tanah Negara dari Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Balai Pelaksanaan Jalan Nasional VIII”. Namun plang itu tidak digubris, bahkan bangunan permanen dan semi permanen banyak berdiri kawasan plang tersebut.
Pantauan Bali Post Kamis (21/3) diketahui ada sekitar 6 plang bertuliskan ” Tanah Negara” yang disekitarnya berdiri bangunan permanen dan semi permanen. Bangunan tersebut dominan berupa tempat usaha pribadi, berupa warung makan, pembuat bangunan pura, tempat hiburan malam hingga usaha massage.
Salah satu pengusaha pembuatan bangunan pura, Dewa Gede Putra, mengakui jika tanah yang dia jadikan tempat usaha merupakan tanah milik negara. Apalagi papan Tanah Negara tersebut dipasang tepat di sudut tanah yang dia jadikan usaha pembuatan bangunan pura. Lokasinya tepat di pinggir jalan, atau di depan wisata Keramas Aeropark.
“ Ini memang tanah negara dan saya di sini sifatnya hanya meminjam saja. Untuk mencari makan,” ujarnya, sambil melihat papan pengumuman bertuliskan “Tanah Negara” Kamis.
Diungkapkan sudah beberapa kali petugas datang mendata bangunan semi permanen miliknya yang berada diatasnya lahan negara seluas 1 are itu. Kepada petugas ia pun memyampaikan bila dirinya hanya meminjam untuk usaha kecil. “Selama ini saya bayar iuran ke desa sebesar Rp 1 juta,” ujar pria yang kurang lebih 10 tahun meminjam tanah negara itu.
Diakui, selama meminjam lahan itu, tidak ada niatnya untuk menguasai tanah negara tersebut. Ia pun mengaku siap pindah bila suatu saat diminta demikian, hanya ia mengharapkan ada pemberitahuan terlebih dahulu. “Saya siap pindah. Tapi kan harus ada pemberitahuan dulu,” jelasnya.
Selain itu ada juga usaha warung makan yang dikelola oleh Bambang. Warung nasi yang berjejer dengan usaha bangunan pura itu juga bersebelahan dengan plang tanah negara. Namun saat didatangi kemarin, pengelola warung makan itu sedang tidak ada ditempat. “ Bos lagi ke Jawa, ada upacara. Saya di sini hanya bekerja, saya tidak tahu urusannya itu,” ujar Sulistiowati salah satu pekerja warung makan.
Sepengetahuan Sulistyowati, warung tempatnya bekerja memang di atas tanah negara. Namun dikatakan bos nya sudah membayar sewa penggunaan lahan tersebur. “ Setahu saya sudah bayar sewa, tapi kurang tahu saya beyarnya ke siapa, ” katanya.
Secara terpisah Perbekel Keramas, Gusti Sarjana, mengaku sempat mendampingi Dinas Pekerjaan Umum melakukan pendataan terhadap tanah negara di wilayahnya. “Itu milik PU pusat. Sudah pernah didata. Tapi kami belum mengimbau pedagang itu. Itu kewenangan PU,” ujarnya. (Manik astajaya/Balipost)