DENPASAR, BALIPOST.com – Sudah 5 tahun lebih, rakyat Bali yang tergabung dalam Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) tak henti melakukan aksi penolakan. Hingga pada 25 Agustus 2018, ijin lokasi yang dimiliki PT. Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) kadaluarsa dan amdal proyek reklamasi dinyatakan tidak layak.

Namun, Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti tiba-tiba mengeluarkan ijin lokasi baru kepada investor yang sama pada 29 November 2018. ForBALI pun tidak tinggal diam dan kembali menggelar parade budaya aksi turun ke jalan bersama Pasubayan Desa Pakraman/Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa di seputaran Renon, Denpasar termasuk di depan Kantor Gubernur Bali, Sabtu (23/3).

Ini merupakan aksi perdana ForBALI di tahun 2019 yang sebelumnya diawali dengan kegiatan persembahyangan di Pura Sakenan, Februari lalu. “Aksi ini kan sebetulnya sama dengan yang lain, cuma ini kan merespon ijin lokasi yang dikeluarkan Susi. Menurut kita, itu sikap dari pemerintah yang tidak berani berpihak pada gerakan rakyat,” ujar Koordinator ForBALI, I Wayan “Gendo” Suardana.

Apalagi, lanjut Gendo, belum diketahui apakah ijin lokasi yang dikeluarkan Menteri Susi tersebut memang diproses dari nol lagi atau tidak. Mengingat, ijin lokasi yang dimiliki oleh PT. TWBI sudah kedaluwarsa.

Logika hukumnya, ini seharusnya izin lokasi baru yang diproses dari nol. Namun, pihaknya melihat keluarnya izin lokasi tersebut seperti praktek izin perpanjangan karena yang diproses adalah amdal yang dulu belum memenuhi syarat. “Ini preseden hukum yang buruk, sehingga kita aksi lagi,” jelasnya.

Baca juga:  Pangerupukan di Buleleng Dimeriahkan Seribuan Ogoh-ogoh

Dalam skala lokal, Gendo menyodok hampir semua partai pada saat Pilkada 2018 lalu menyatakan diri menolak reklamasi Teluk Benoa. Bahkan sampai ada partai yang membuat pakta integritas, hingga politisi yang tiba-tiba ikut turun melakukan aksi.

Pihaknya tidak ingin sikap-sikap seperti ini menjadi kebiasaan pada saat pilkada atau pemilihan-pemilihan elektoral. “Ini kan juga kalau dibiarkan, ini akan juga menjadi preseden politik yang buruk karena rakyat diberi janji-janji saja seolah-olah mereka menolak reklamasi tanpa ada sikap yang real,” imbuhnya.

Menurut Gendo, partai politik yang sudah membuat pakta integritas ataupun tidak membuat tapi menyatakan menolak reklamasi Teluk Benoa harus bertanggung jawab dengan melakukan tindakan politik yang nyata. Misalkan di DPRD Bali, fraksi-fraksi sebagai kepanjangan tangan partai harusnya mendorong upaya-upaya politik.

Baik membentuk Pansus, atau membawa ke Rapat Paripurna. Partai politik juga bisa mendorong pengurus pusatnya untuk melakukan hal yang sama, yakni lewat fraksi-fraksi di DPR RI agar  mempertanyakan masalah ini sekaligus bagaimana sikap pemerintah.

“Tapi kan sampai sekarang tidak ada tindak lanjut real-nya. Jadi hanya membuat pakta integritas, atau pernyataan sikap menolak tapi mereka selebihnya diam. Akhirnya rakyat lagi yang bergerak. Ini kan perseden politik yang buruk,” terangnya.

Sikap nyata partai politik inilah, kata Gendo yang turut dituntut dalam aksi. Selain menuntut pula keseriusan Gubernur Bali Wayan Koster dan bupati/walikota yang selama ini menyatakan sikap menolak reklamasi Teluk Benoa.

Kemudian memberikan sinyal kepada pemerintah pusat bahwa rakyat Bali tidak berhenti bergerak. Mengingat, ijin lokasi tetap dijalankan lewat pembelaan normatif Menteri Susi.

Baca juga:  Hari Ini, Tambahan Kasus COVID-19 Nasional Hampir Dua Ribu Orang

“Bagi dia (Susi, red), dia harus mengeluarkan ijin lokasi karena itu katanya hal prosedural yang harus dia lakukan. Yang kami butuhkan adalah Menteri KKP yang memang bertindak sebagai menteri, pemegang kebijakan, bukan petugas administrasi yang hanya ngecek sesuai tata ruang atau tidak, apakah ini kawasan strategis nasional atau tidak, setelah itu distempel lalu keluar ijin lokasi,” paparnya.

Gendo menambahkan, Menteri Susi mestinya melihat permasalahan secara komprehensif. Sebelum mengeluarkan ijin lokasi, harusnya diteliti secara utuh apakah diperlukan reklamasi untuk rezim properti yang sifatnya privat atau tidak, lalu seberapa besar kerugian lingkungan yang akan dihadapi jika reklamasi dibiarkan.

“Walaupun secara tata ruang dibolehkan karena Perpres No.51 Tahun 2014 masih berlaku, harusnya dia berani melakukan tindakan diskresi dengan mengecek urgent atau tidak. Itu yang kami tidak lihat dari Susi,” tambahnya.

Lebih lanjut dikatakan Gendo, rakyat Bali kini kembali berjuang seperti yang sudah dilakukan 5 tahun terakhir. Apalagi melihat Menteri Susi tidak melakukan upaya-upaya untuk mendorong pembatalan Perpres 51, padahal mengetahui bila proses terbitnya perpres dipaksakan dan cenderung dibuat untuk melapangkan jalannya investasi.

Diwawancara terpisah, Drummer Band Superman Is Dead, I Gede Ari Astina atau Jrx mengatakan, aksi turun ke jalan ini merupakan pengejawantahan dari “aksi” spiritual Februari lalu. Sebab, sebuah perlawanan harus harmonis antara spiritual dengan di lapangan.

Aksi ini sekaligus merupakan teguran atau bahkan “ancaman” setelah Menteri Susi kembali mengeluarkan ijin lokasi baru. “Jika bukan karena Ibu Susi, mungkin aksi ini tidak terjadi karena rakyat Bali secara hukum sudah menang melawan TWBI. Tapi karena Ibu Susi menerbitkan (ijin lokasi) yang kemarin, akhirnya kami berkumpul lagi. Terima kasih Ibu Susi sudah menyatukan kembali orang-orang baik di Bali melawan semua keputusan yang anda buat,” sindirnya.

Baca juga:  BI Bali Siapkan Rp 4,4 Triliun Pecahan Uang Kecil Baru Selama Lebaran

Secara pribadi, Jrx mengaku pesimis Menteri Susi akan menuruti apa yang menjadi tuntutan ForBALI. Apalagi di sosial media, sang menteri disebut mem-block semua orang yang mengkritisi dirinya.

Kemudian tidak pernah menanggapi video terkait penolakan reklamasi Teluk Benoa. Dari jawaban Menteri Susi pada salah satu platform televisi digital juga terlihat sekali bila Menteri Susi lebih takut kepada investor ketimbang rakyat.

“Susi sebaiknya sekolah lagi jadi menteri, ntar saya buka Jrx School of Minister. Semoga Ibu Susi malu lah dan nggak usah ke Bali Bu,” ujarnya.

Jrx juga meminta pemerintah di Bali lebih transparan. Sebagai contoh kecil, Gubernur Bali Wayan Koster mestinya membuka isi surat yang ia kirim untuk Presiden RI Joko Widodo kepada publik. Ini sekaligus bisa menjadi bukti faktual bahwa gubernur tidak hanya sekedar menyatakan menolak reklamasi Teluk Benoa. “Masyarakat akan lebih respect pada bapak kalau bapak mau bersikap ksatria dan kalau memang mau menjadi pemimpin yang baik, rangkullah orang-orang yang belum 100 persen mendukung anda karena jumlah orang-orang seperti itu banyak di Bali. Silent majority,” tandasnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *