Teknologi informasi telah mengubah pola hidup. Tak hanya layanan belanja, layanan dalam berbagai hal kini bergeser. Kemudahan layanan berbasis teknologi digital ini tentu berpotensi menjadi tantangan serius di tengah tingginya jumlah penduduk di negeri ini.
Namun, industri 4.0 yang telah menjadi model pergerakan dunia pada abad ini mau tak mau harus diadopsi jika tak ingin tergilas. Dunia telah bergerak cepat dan perilaku manusia juga bergeser.
Bagi Indonesia, negeri dengan penduduk sangat padat pergerakan industri 4.0 tentu harus dicermati dengan bijak. Terlebih di daerah-daerah yang masih mengedepankan keraifan lokal dengan basis budaya yang kuat. Sering terjadi pertentangan pergerakan tekonologi yang membawa dampak ikutan pergerseran pola hidup menuju modern dan parktis dengan pola hidup tradisional yang mengedepankan kearifan dan gotong royong.
Tentu, kita tak boleh berpikir bahwa industri 4.0 harus diadopsi mentah-mentah dengan mengabaikan kearifan lokal. Kita harus tetap melakukan harmonisasi antara pergerakan teknologi dengan dinamikanya dengan nilai-nilai tradisi yang ada. Inilah tugas penting pengelolaan kekuasaan, lembaga pendidikan, dan tokoh-tokoh bangsa dalam menjaga peradaban bangsa di era teknologi digital.
Untk itu, akan menjadi sangat strategis jika dibangun semacam kolaborasi untuk menentukan cara dan strategi penyikapan terhadap pergerakan industri 4.0. Dunia pendidikan harus tetap menjadi lembaga terdepan untuk menyiapkan generasi yang cerdas namun tetap loyal pada kearifan lokalnya. Bukan hal mustahil pada era teknologi digital ini generasi yang kini ada di bangku sekolah abai terhadap budayanya.
Mereka terlalu asyik dengan dunia digital sehingga melupakan sejarah peradaban bangsanya. Terlebih dalam era digital ini, dunia tanpa batas dan akses untuk mengetahui, menikmati termasuk terjebak dalam era digital sangat terbuka. Sekolah dalam konteks ini haruslah menjadi lembaga yang bisa mendeskripsikan plus minusnya era digital. Sekolah juga harus tetap mampu menanamkan budi pakerti kepada generasi bangsa.
Peran sekolah dan lembaga pendidikan tinggi lainnya justru makin berat. Kini, sekolah tak bisa lagi menuntut anak didik menjadi pintar dengan bekal teori–teori saja. Sekolah harus melakukan adaptasi pembelajaran agar lulusannya cerdas, inovatif namun tetap berbudaya.
Ketiga hal ini penting dijadikan rujukan pembelajaran mengingat kita negara yang sangat menjunjung kearifan lokal. Untuk itulah, perpaduan pembelajaran antara penguatan teknologi, keimanan dan profesionalisme haruslah diterapkan. Langkah ini setidaknya dapat menekan angka pengangguran terdidik pada era 4.0.
Dalam konteks lain, kebijakan negara juga patut diarahkan pada proteksi yang terukur. Negara harus melakukan pembatasan terhadap pergerakan teknologi digital yang berpotensi merusak peradaban. Di sinilah pentingnya negara hadir dengan rujukan yang jelas dalam bentuk regulasi.
Aturan hukum dan etika pemanfaatan teknologi informasi juga harus jelas. Jangan sampai karena ketakberdayaan melakukan proteksi, konten negatif justru dominan dinikmati penduduk negeri ini. Kita tentu tak boleh menjadi penikmat era digital dengan berlaku konsumtif, melainkan harus cerdas dan inovatif memanfaatkan teknologi digital.
Dengan melihat potensi ancaman, tantangan, harapan dan peluang kemunculan revolusi industri dewasa ini. Kita harus tetap cerdas menghadapinya, jangan lupa selalu ada peluang di dalam tantangan.
Selain menghilangkan beberapa lapangan pekerjaan, kehadiran revolusi industri 4.0 juga memunculkan lapangan pekerjaan baru yang berhubungan dengan teknologi dan internet yang sudah barang tentu membutuhkan tenaga ahli. Kaum milenial harus sudah mengembangkan skill dari sekarang. Cerdas memilih jurusan serta tetap inovatif dan berbudaya.