MANGUPURA, BALIPOST.com – Indonesia, termasuk Bali memiliki potensi untuk mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT). Bali khususnya memiliki potensi surya dan lautan yang cukup tinggi untuk mendapatkan EBT.
Direktur Regional JTBN PLN Djoko R.Abumanan saat acara Cigre International Conference, Senin (25/3) di Hotel Anvaya, Kuta mengatakan, pembangkit yang sudah sangat matang untuk new dan renewable energy misalnya pembangkit listrik tenaga nuklir yang memiliki system yang stabil. Selain itu ada pembangkit dari hidro, panas bumi (geothermal), dan biomass.
Beberapa daerah memiliki potensi yang sangat luar biasa terutama dari segi solar PV. “Di Indonesia itu yang intermitten adalah solar PV, ocean. Ocean itu laut, bisa diambil dari panasnya, dari gelombangnya, pasang surutnya dan arusnya,” bebernya.
Pembangkit yang intermitten tersebut memang tidak bisa berdiri sendiri tanpa pembangkit lain. Namun untuk pembangkit yang tidak intermitten bisa berdiri sendiri seperti geothermal, hidro, biomass, sampah. “Tapi kita juga kaya dengan yang intermitten. Nah bagaimana mengatasinya, itu yang dibahas dalam konferensi ini. Agar energi – energy pendamping ini supaya bisa dimanfaatkan,” jelasnya.
General Manager PLN UID Bali I Nyoman Suwarjoni Astawa mengatakan, Bali memiliki beberapa potensi diantaranya tenaga surya, ocean, angin, dan geothermal. Bali memiliki potensi yang cukup baik dari sisi surya. “Hanya saja masalah intermitennya yang harus menjadi concern kita, bagaimana buffering-nya (energy penyangga) dan ini sedang terus kita lakukan kajian. Termasuk juga melalui konferensi ini kita berharap dapat sharing knowledge, bagaimana kita mengatasi permasalahan ini,” ungkapnya.
PLN saat ini sedang mengembangkan energy dari PV rooftop yang memanfaatkan tenaga surya. “Dalam bulan Maret ini sedang mulai pengumuman lelang untuk IPV 25X25 MW di Bali,” ungkapnya.
Ini merupakab IPV terbesar pertama yang dilelang oleh PLN berada di dua lokasi yaitu di Bali Barat sebesar 25 MW peak, di Bali Timur sebesar 25 MW peak. IPV ini juga menjadi yang terbesar pertama di Indonesia dengan kapasitas total 50 MW peak di dua lokasi. “Tenaga surya kita berharap memang lebih besar lagi. Tapi kesiapan system kita sendiri untuk menyerap tenaga IPV ini yang memiliki sifat intermitten ini kan masih terbatas. Untuk menjaga kestabilan dari system kelistrikan di Bali, terutama yang bersumber dari pembangkit intermitten, kita juga perlu adanya sumber-sumber pembangkit yang memiliki respon yang cukup untuk merespon apabila tiba–tiba ada awan. Sehingga output dari IPV ini bisa turun cukup drastis, sehingga ada pembangkit–pembangkit lain yang menggantikan,” bebernya.
Selain matahari, Bali juga memiliki tenaga panas bumi. Namun pembangkit energy panas bumi yang ada di Bedugul mendapat penolakan. Ia berharap ini bisa cepat diterima masyarakat dan bisa cepat terselesaikan.
Dalam RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) yang baru tahun 2019 – 2028 ada rencana pembangunan 7 megawatt (MW) dengan memanfaatkan arus laut. Salah satunya nanti adalah di Bali yaitu di sekitar Nusa Penida. Ia berharap ini memberikan kontribusi untuk menuju Bali provinsi yang bersih dan clean.
Bali juga memiliki potensi pembangkit listrik tenaga angin. Bahkan Bali sudah memiliki percobaan pembangkit listrik tenaga angin di Nusa Penida. Namun diakui memang belum maksimal. (Citta Maya/balipost)