NEGARA, BALIPOST.com – Para petani Manggis di Jembrana sejak sepekan terakhir mengeluhkan harga jual yang anjlok. Buah Manggis yang dua pekan lalu bisa menembus Rp 15 ribu per kilogram, kini turun menjadi Rp 7 ribu.
Belum diketahui pasti penyebab anjloknya harga jual di tingkat petani ini. Bukan hanya para petani yang terdampak, warga yang bekerja sebagai pemetik buah (tukang alap) juga terkena imbasnya. Padahal banyak warga sekitar yang mengandalkan ongkos dari ngalap buah itu.
Ketika harga menembus Rp 15 ribu, ongkos ngalap juga lumayan untuk pendapatan harian warga. Bahkan ada yang sampai Rp 200 ribu per harinya. Namun begitu harga jual turun dari saudagar, ongkos tukang ngalap ini juga turun.
Kondisi harga Manggis anjlok ini mulai terjadi sejak sepekan terakhir. Turunnya secara perlahan, mulai Rp 10 ribu per kilogram hingga terus turun sampai kemarin Rp 7 ribu per kilogram. “Baru dua pekan lalu harga naik, sekarang anjlok jauh. Kalau sudah begini kami lemas,” ujar Ida Bagus Mantri salah seorang petani buah.
Memang ada beberapa Manggis kualitas satu yang harganya masih bagus, tetapi itupun juga harganya jauh turun. Hal serupa juga dialami untuk buah Durian yang juga menjadi komoditi buah di Jembrana. Saat awal panen lalu, harga satu butir Durian ukuran kecil bisa mencapai Rp 20 ribu. Namun kini turun drastis antara Rp 5 ribu sampai Rp 3 ribu per butir ukuran kecil.
Durian di Jembrana, khususnya di deretan perbukitan Masehe, Pendem-Batuagung hingga Dangintukadaya dan Mendoyo dipanen dengan cara menunggu sampai jatuh ke tanah. Tak sedikit petani yang sengaja menginap di kebun, menunggu durian jatuh dari pohonnya. Namun dengan harga yang jauh dari harapan itu, warga kini hanya menunggu saja di keesokan harinya.
Para petani mengaku pasrah menghadapi harga yang fluktuatif dan cenderung merugikan mereka itu. “Sudah dari dulu begini, tiap panen harga tak tentu. Tak pernah sama,” keluh Yuli, petani lainnya.
Menurut petani, perlu ada campur tangan dari pemerintah untuk menjaga kestabilan harga produk petani ini. Seperti halnya dengan subak basah (padi) yang memiliki batasan harga terendah untuk penjualan saat masa panen. (Surya Dharma/balipost)