GIANYAR, BALIPOST.com – Bupati Gianyar I Made Mahayastra akhirnya mengungkap hasil penelusuran sementara, terkait kronologis penyimpangan proyek Industri Kecil Menengah (IKM) Desa Celuk, Kecamatan Sukawati pada Rabu (27/3). Ia menemukan ada perintah illegal tanpa sepengatahuan pemerintah, sehingga proyek ini dilanjutkan setelah batas waktu pengerjaan.
Bupati Mahayastra menerangkan, pihaknya sudah mengkaji proyek ini dari awal, mengerahkan tim audit dengan diawasi oleh inspektorat. “Dari awal, pelaksanaan diawasi penuh oleh Inspektorat dan staf yang ada disana. Pada saat pengecekan fisik, sampai kesana dikawal oleh pak Juanda (Kepala Inspektorat-red), siapa konsultannya, barangnya apa. Sehingga pada batas akhir pengerjaan yang semestinya sudah selesai, namun hanya menyelesaikan pengerjaan 77 persen, “ ungkapnya didampingi Sekda Gianyar I Made Gede Wisnu Wijaya di kantor Bupati Gianyar Rabu.
Menurut Bupati Mahayastra disinilah mulai muncul permasalahan, yakni para buruh yang melanjutkan bekerja setelah batas akhir waktu pengerjaan pada Desember 2018 lalu. Dari pengerjaan bangunan yang selesai 77 persen, menjadi rampung 88 persen, sehingga ada penambahan pengerjaan 11 persen setelah batas waktu pengerjaan.
Menurut Bupati Gianyar ada yang memberi perintah lisan, sehingga sejumlah pekerja proyek melanjutkan pengerjaan lagi 11 persen tersebut. Akhirnya sejumlah pekerja proyek datang ke kantor Bupati Gianyar pada Februari 2019, menuntut pembayaran untuk pengerjaan lagi 11 persen itu.
“ Kenapa tukangnya bisa bekerja setelah itu (batas waktu-red). Itu yang kami selidiki. Sehingga begitu datang mereka awal Februari lalu, saya rekam. Ini rekamnnya. Dan saya yang nyuruh bongkar saja (pengerjaan 11 persen-red). Karena tidak mungkin uang akan kembali, siapa yang mau bertanggung jawab karena ini (melanjutkan pengerjaan 11-persen-red) perintahnya illegal, “ ungkap Bupati Gianyar sembari menunjukan rekaman pertemuan dengan pihak rekanan.
Bupati Gianyar mengatakan alasan kuat menyuruh membongkar pembangunan 11 persen tersebut karena memang itu nilainya cukup besar. “ Siapa yang menjamin pengembalian uang dia (pekerja proyek-red), karena memang tidak mungkin uang dia akan kembali, jalan satu satunya seberapa uang sisa untuk memperkecil kerugiannya ya memang harus dibongkar, “ katanya.
Mendapati penyimpangan ini, Bupati Gianyar I Made Mahayastra bahkan sempat menyarankan pekerja proyek tersebut untuk melapor ke kejaksaan dan kepolisian, bila memang ditemukan ada unsur melawan hukum. “ Saya suruh melaporkan ke kejaksaan atau kepolisian, siapa tahu ada unsur melawan hukum. Saya juga akan menindak kalau ada anak buah saya yang melanggar, tapi ini sekarang masih dalam proses, “ katanya.
Lantas akan diapakan gedung IKM Desa Celuk yang belum rampung itu, Bupati Mahayastra mengaku akan melanjutkan pengerjaan pada 2020 mendatang. Tentunya kelanjutan pengerjana ini akan di tander kembali. “ Kami kerjakan 2020 sesuai ketentuan berlaku, berapa persen kemarin setelah diserahkan kepada pemerintah, “ katanya.
Mengantisipasi terulangnya persoalan serupa, Bupati Mahayastra mengaku akan lebih tegas. Ia juga akan mengaku mencari kepala OPD yang lebih cekatan. “ Mudah-mudahan kedepan ini tidak terulang, “ tandasnya.
Sebelumnya, sejumlah pekerja melakukan pembongkaran paksa pengadaan bangunan fisik sentra Industri Kecil Menengah (IKM) di Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, pada Senin (25/3). Pembongkaran terhadap proyek Pemkab Gianyar dibawah OPD Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Gianyar itu dilakukan dengan penurunan belasan ribu genteng.
Informasi dihimpun pembongkaran ini dilakukan lantaran pihak pelaksana proyek dengan nomor kontrak 511.2/2268/DISPERINDAG yakni PT Marabuntha Ciptalaksana (MC) ini lepas tanggungjawab. PT MC diketahui sampai saat ini tidak membayar sub-sub kontraktor yang telah merampungkan bangunan fisik dengan nilai pekerjaan Rp 4.173.966.000 itu. Pekerja pun menuntut kejelasan dari Disperindag selaku leading sektor terkait pembayaran proyek yang didanai dari APBD Kabupaten Gianyar Tahun Anggaran 2018 ini. Para pekerja mengaku kerugian dari pengerjaan proyek ini mencapai Rp 3 Milyar lebih.
Salah satu sub-kontraktor, Supriadi mengatakan aksi nekat membongkar bangunan ini lantaran Disperindag tidak ada respon terkait pembayaran kepada pekerja. “Pembongkaran ini kami lakukan karena tekanan dari bawah, dari pekerja yang minta ongkos sementara kami sebagai sub kontraktor belum dibayar,” ungkapnya.
Supriadi menjelaskan, proyek yang mulai dikerjakan pada 19 Juli 2018 ini seharusnya rampung setelah 140 hari atau bulan Desember 2018. Namun ketika proyek berjalan sekitar 77%, para pekerja sudah mulai khawatir PT MC tidak melakukan pembayaran. Maka itu, proyek sempat mangkrak selama 1 bulan. “Ketika itu Pak Suamba (Kadisperindag Gianyar-red) minta agar proyek dirampungkan. Meski was-was, kami coba nerusin sesuai target dengan jaminan Suamba sendiri yang menyatakan uang ada di dinas dan aman. Maka kita yakin, ternyata setelah rampung kekhawatiran kami terbukti. Sementara Suamba tidak ada respon,” ungkapnya kesal. (Manik Astajaya/Balipost)