TABANAN, BALIPOST.com – Harga buah kelapa di Tabanan yang sempat menyentuh harga Rp 600 per butir kini naik signifikan menjadi Rp 3000 hingga Rp 4000 per butir. Meski harga naik, petani masih kesulitan memanen kelapanya karena keterbatasan tukang petik.
PJ perbekel Desa Lumbung Kauh, Selemadeg Barat I Nengah Sukendya mengakui, harga buah kelapa saat ini sudah naik. Harganya jauh lebih bagus bila dibandingkan dengan sebelumnya yang sempat berada dibawa angka Rp 600 perbutir. “Sekarang sudah mencapai angka Rp 3.000 perbutir, cukup menggembirakan buat petani,” ungkapnya.
Dengan harga yang cukup tinggi, para petani kata Sukendya kembali memperhatikan tanaman kelapa mereka. Petani juga mulai bergairah dengan kenaikan harga yang cukup siginifikan. Mereka tidak lagi membiarkan buah kepala jatuh sendiri dan terbuang percuma seperti sebelumnya.
Meski harga sedang tinggi, masih ada kendala dihadapi petani pemilik kebun kelapa. Yaitu terbatasnya tukang petik kelapa. Terlebih kebanyakan pohon kelapa di wilayah desa Lumbung Kauh sudah menjulang tinggi. Tidak banyak lagi pemetik buah kelapa yang berani memanjat. Kalaupuan ada meminta bayaran yang sangat tinggi. “Minimnya tukang petik masih menjadi kendala buat petani,” tandasnya.
Diakui, saat ini memang masih ada orang local menjadi tukang petik. Hanya saja bayaran yang diminta sangat tinggi sehingga dianggap tidak menguntungkan. Kini para petani lebih melirik tukang petik dari Jawa yang mau menerima bayaran lebih murah.
‘’Misalkan dengan lahan seluas 4 hektar yang berisi ribuan pohon kelapa, saat panen mampu menghasilkan buah mencapai 10.000 butir. Dengan harga perbutir Rp 3.000 secara total harga jual sebesar Rp 30 Juta. Pemasukan ini harus dipotong tukang petik dan ongkos angkut. Bersih nya petani dapat sekitar Rp 10 Juta. Tapi itu cukup lumayan buah petani,” ucapnya.
Harga kelapa yang mahal ini biasanya dikarenakan produksi ditingkat petani sedang menurun. Harga akan kembali rendah jika produksinya melimpah. Disisi lain saat produksi melimpah, serapan kelapa oleh pengepul tidak sesuai dengan produksi sehingga petani akhirnya memilih membiarkan kelapanya. Menurut Sukendya dulu saat masih ada usaha kopra, harga jual kelapa di tingkat petani lebih terjaga.
‘’Ketika usaha kopra masih banyak dijalani warga, harga buah kelapa relatif stabil karena kelapa petani selalu ada yang mengambil meski saat sedang melimpah. Mungkin usaha kopra perlu dihidupkan kembali , sehingga terus ada yang menampung buah kelapa petani,’’ ujarnya.
Hal yang hampir sama dipaparkan Perbekel Desa Antosari, Selemadeg Barat, Wayan Widhiarta. Menurutnya harga kelapa saat ini memang naik dan ada yang mencapai harga Rp 4000 per butirnya. Naiknya harga kelapa ini karena produksi yang turun akibat musim hujan.
Meski kelapa di desanya sedang berbuah, namun masyarakatnya yang memiliki kebun lebih konsen untuk memanen cengkeh dibandingkan kelapa. Hal inilah yang menyebabkan tukang petik kelapa juga menjadi jarang ditemukan. ‘’Tukang petiknya sekarang lebh fokus ke cengkeh. Terlebih sekarang musim hujan. Sulit untuk memanen kelapa dikebun karena selain medannya licin, resikonya juga lebih tinggi dibandingkan memanen cengkeh,’’ papar Widhiarta.
Untuk mengatasi fluktuasi harga jual kelapa yang sering naik turun ini menurut Widhiarta di masyarakat harus ada keinginan untuk mengubah kelapa menjadi produk yang lebih bernilai jual seperti menjadi VCO. Namun diakui untuk mencapai ini memerlukan pembinaan, pelatihan dan tentu modal usaha. (Wira Sanjiwani/Balipost)