Oleh Ida Ayu Candrawati, S.ST.
Pertanian Bali merupakan bagian dari aspek pendukung pariwisata Bali. Salah satu wilayah di Bali yang terkenal akan pemandangan pariwisata pertanian khususnya sawah dan subak adalah Kecamatan Ubud dan Tegallalang di Kabupaten Gianyar dan Desa Jatiluwih di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 2012 telah mengakui sistem pengairan pertanian Bali yang disebut subak sebagai bagian dari wisata budaya dunia (world natural heritage).
Pesatnya pembangunan pariwisata di Bali tidak hanya menimbulkan dampak positif seperti terciptanya lapangan kerja dan peningkatan pendapatan daerah, dampak negatif seperti pengalihan fungsi lahan terutama lahan pertanian kini semakin mengkhawatirkan. Setiap tahunnya di Bali alih fungsi lahan pertanian menjadi tempat fasilitas pariwisata serta lahan tempat tinggal semakin marak terjadi.
World Tourism Organization (WTO) telah menggariskan kebijakan pengembangan pariwisata berkelanjutan yang menitikberatkan pada tiga hal yaitu keberlanjutan alam, sosial dan budaya, dan ekonomi. Konsep ini secara jelas menjabarkan bahwa pengembangan pariwisata tidak boleh merusak alam, lingkungan dan lahan terutama lahan pertanian.
Sejalan dengan maraknya alih fungsi lahan di Bali, kini Bali menghadapi tantangan pembangunan pertanian dan minat generasi milenial untuk bertani sangat minim. Jika hal ini terus terjadi maka pada masa yang akan datang bisa jadi pertanian dan subak di Bali hanyalah tinggal cerita.
Berdasarkan hasil Sensus Pertanian (ST) yang diadakan Badan Pusat Statistik (BPS) Bali tahun 2013 mencatat bahwa terdapat 237.295 petani pada subsektor tanaman pangan di Bali dan jumlah ini dikhawatirkan terus menurun seiring dengan maraknya alih fungsi lahan di Bali.
Pada tahun 2013, BPS Bali mencatat luas lahan pertanian sawah mencapai 81.165 hektar, sementara pada tahun 2017 terjadi penurunan luas lahan pertanian sawah sebesar 2.539 hektar jika di bandingkan pada tahun 2013.
Kementerian Pertanian saat ini sedang fokus untuk mencetak sumber daya manusia pertanian yang mampu berproduksi secara modern dan berorientasi ekspor dalam gerakan nasional satu juta petani milenial di Indonesia. Gerakan ini diharapkan dapat mengubah pola pikir dan meningkatkan kapasitas petani ke arah yang lebih modern dan melahirkan generasi pertanian yang adaptif terhadap perubahan teknologi, sehingga mampu mewujudkan Indonesia lumbung pangan dunia 2045.
Pengelolaan sistem pertanian dengan teknologi modern merupakan wajah pertanian masa kini yang perlu disosialisasikan kepada generasi milenial. Era sekarang sudah memasuki era revolusi industri 4.0 yang memiliki ciri digitalisasi di segala aspek kehidupan.
Ada beberapa hal yang menjadi tantangan dalam menciptakan generasi petani milenial saat ini. Yang pertama adalah pendapatan petani yang dinilai tidak mencukupi kebutuhan hidup masa kini.
Kecilnya pendapatan yang diterima petani menjadikan generasi milenial enggan untuk menjadi petani, ditambah semakin maraknya alih fungsi lahan di Bali yang berujung pada pendapatan yang lebih kecil lagi.
Kedua adalah anggapan masyarakat terhadap profesi petani yang tidak bergengsi jika dibandingkan bekerja di sektor lainnya, seperti sektor pariwisata, perdagangan atau sebagai PNS yang tentunya lebih digandrungi generasi milenial Bali saat ini. Dan yang ketiga adalah teknologi dalam pertanian di mana generasi milenial yang dilahirkan dalam era digitalisasi tidak menemukan sentuhan teknologi modern tersebut dalam pertanian, sehingga mereka melihat pekerjaan menjadi petani adalah pekerjaan yang tidak sesuai lagi dengan zaman mereka.
Untuk menjawab tantangan tersebut, ada beberapa hal yang perlu dikembangkan dalam pertanian khususnya subsektor tanaman pangan. Yang pertama adalah menggerakkan pertanian dengan konsep pariwisata. Selama ini, petani di Bali jarang mendapatkan insentif dari kegiatan pariwisata yang ada, padahal tidak dapat dimungkiri subak menjadi salah satu objek wisata yang dicari wisatawan mancanegara maupun domestik jika berwisata ke Bali.
Pengembangan agrotourism dengan memanfaatkan aktivitas pertanian menjadi potensi wisata di Bali diharapkan mampu menjawab tantangan tersebut. Wisatawan secara langsung dapat berinteraksi dengan kegiatan pertanian bersama dengan petani, sedangkan hasil pertaniannya digunakan untuk kepentingan hotel dan restoran yang secara khusus menjual makanan organik yang merupakan makanan sehat sekaligus menciptakan tren untuk wisatawan domestik dan mancanegara. Dengan cara seperti ini diharapkan generasi petani milenial dapat melihat potensi ekonomi dari kegiatan agrotourism ini.
Yang kedua adalah kebijakan dalam mengurangi beban pengeluaran petani, khususnya yang terkait dengan kegiatan pertanian. Salah satu hal yang mendorong petani yang memiliki lahan pertanian khususnya sawah untuk menjual sawahnya adalah penghasilan dari pertanian yang tidak menentu namun pajak sawah yang harus dibayar mengalami peningkatan tiap tahunnya, sehingga pada akhirnya mereka lebih tertarik menjual lahannya.
Diharapkan dengan adanya kebijakan baru mengenai pajak sawah di Bali dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan alih fungsi lahan pertanian di Bali. Selain itu, kebijakan berupa asuransi pertanian dan asuransi kesehatan untuk para petani perlu dikembangkan dan disosialisasikan lagi.
Pada bulan Februari tahun 2019, telah disosialisasikan Sistem Informasi Asuransi Pertanian (SIAP) yang digunakan untuk pelaksanaan dan pendaftaran program asuransi usaha tani padi (AUTP) 2019. Diharapkan dengan adanya aplikasi SIAP, proses pendaftaran semakin cepat dan mudah sehingga ke depannya petani lebih siap menghadapi risiko akibat gagal tanam, gagal panen, maupun bencana alam.
Yang ketiga dan tidak kalah pentingnya adalah inovasi pertanian berbasis teknologi seperti stimulus start up yang dapat membantu proses penanaman hingga panen lebih efektif dan efisien. Teknologi masa kini seperti drone dapat dimanfaatkan untuk memetakan lahan, sehingga ke depannya drone bisa menggantikan peran petani dan bekerja sesuai dengan peta yang sudah dibuat.
Pemanfaatan drone dalam mengusir hama sawah seperti burung, melakukan kegiatan penyiraman dan penyemprotan, melakukan monitoring kesehatan tanaman dan prakiraan cuaca/musim tanam dapat membantu petani lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan produktivitas pertaniannya.Selain itu, pemasaran hasil pertanian melalui sistem dalam jaringan (daring) atau online perlu disosialisasikan sehingga pemasaran hasil pertanian tidak lagi tergantung pada tengkulak.
Saat ini sudah ada lima marketplace pertanian yang bisa digunakan petani untuk menjual produknya secara online yaitu Agromaret, TaniHub, Petani, Pantau Harga, dan Limakilo. Diharapkan dengan berkembangnya marketplace ini dapat digunakan sebagai lapak bagi berbagai macam hasil pertanian, sehingga dapat menghilangkan praktik tengkulak yang sering merugikan petani selain itu dapat membantu petani lebih mandiri karena dapat bertransaksi langsung dengan konsumennya.
Dan yang terakhir adalah sosialisasi tentang pertanian modern di media sosial, sehingga menarik minat calon petani untuk menjadi petani milenial masa kini, sosialisasi ini penting karena informasi tentang gambaran pertanian modern belum banyak diketahui oleh masyarakat pada umumnya. Dengan adanya pemanfaatan konsep pariwisata dalam pertanian, kebijakan dalam mengurangi beban pengeluaran petani, sentuhan teknologi dalam pertanian dan dibantu dengan sosialisasi kepada masyarakat tentang pertanian modern di Bali diharapkan dapat menarik minat calon petani milenial untuk dapat mengembangkan perekonomiannya di sektor pertanian, sehingga penilaian terhadap profesi petani yang selama ini kurang menjanjikan berubah menjadi profesi yang menjanjikan dan bergengsi untuk ditekuni.
Penulis, Staf Seksi Statistik Industri Badan Pusat Statistik Provinsi Bali
Mantul bener pegawai statistiknya, pada pinter nulis.