DENPASAR, BALIPOST.com – Meski 2019 merupakan tahun politik, tidak menjadi halangan bagi Pansus Ranperda tentang Desa Adat di DPRD Bali untuk menuntaskan ranperda sebelum pemilu serentak, 17 April. Ketua Pansus I Nyoman Parta dalam Rapat Paripurna, Selasa (2/4), bahkan mengapresiasi anggota Pansus yang tak pernah absen mengikuti rapat dan sosialisasi ke kabupaten/kota.
Salah satunya, I Made Dauh Wijana yang juga kerap ambil bagian sebagai moderator pada saat melakukan sosialisasi. “Kami bersyukur ditengah tahun politik, Pansus mampu menyelesaikan ranperda karena semata-mata panggilan tugas sekaligus kecintaan dan kebanggan kita kepada desa adat,” ujar Dauh Wijana dikonfirmasi, Rabu (3/4).
Dalam masa pembahasan, Pansus antaralain melakukan sosialisasi ke Tabanan, Jembrana, Bangli, Gianyar, Denpasar, dan Badung. Di samping melaksanakan sosialisasi di Wantilan DPRD Bali dengan menghadirkan pendamping desa.
Kemudian, menerima aspirasi Paiketan Krama Bali, Aliansi Bali Dwipa Jaya, tim ahli pendamping desa, pecalang se-Bali, serta penyuluh agama Hindu non PNS. Pansus juga melakukan rapat kerja bersama kelompok ahli di provinsi, DPRD Bali, dan perguruan tinggi serta OPD terkait di Pemprov Bali.
Saat melakukan rapat, Dauh juga kerap memberikan argumen, konsep, sekaligus gagasan agar konten ranperda menjadi lebih harmonis dan bisa diterima oleh semua pihak. Salah satunya mengkritisi tata hubungan desa adat agar desa adat ke depan tidak diintervensi, serta selalu otonom dan independen. “Kita bersyukur sebagai warga Bali memiliki desa adat yang sudah mengambil peran, fungsi, dan wewenang berkaitan dengan bagaimana menjalankan parahyangan, pawongan dan palemahan. Sudah seyogianya kita berperan aktif dalam rangka tetap memperkuat desa adat yang demikian adiluhung dan memiliki tugas mulia, termasuk di dalamnya bendesa adat,” jelas Politisi Golkar asal Gianyar ini.
Dauh Wijana menambahkan, rancangan awal ranperda sangat jauh berbeda dengan yang akhirnya diketok palu. Perda desa adat memuat banyak hasil-hasil pemikiran yang ditangkap dari aspirasi masyarakat.
Selain itu, Pansus juga mengkaji berdasarkan referensi-referensi yang ada. Sehingga dalam waktu 3,5 bulan ditengah kesibukan tahun politik, ranperda bisa disahkan pada Selasa (2/4). “Semangatnya kan semua sangat baik. Kami mengapresiasi gubernur karena berinisiatif mengajukan ranperda dalam rangka memperkuat dan tentu keberpihakan kepada desa adat,” tandasnya.
Diwawancara terpisah, Bendesa Agung MUDP Bali, Jero Gede Suwena Putus Upadesha mengapresiasi gubernur dan DPRD Bali, khususnya Pansus Ranperda Desa Adat. Sebab, pansus telah bekerja keras siang dan malam untuk menuntaskan ranperda dalam waktu relatif singkat.
Terutama dalam mencari masukan dari berbagai pihak. “Kami dengan adanya perda ini, beban tugas daripada desa pakraman dan majelis desa pakraman ini sangat berat karena bagaimanapun juga peran desa pakraman sangat strategis dalam menjaga Bali, mengajegkan Bali, melestarikan adat istiadat, budaya, dan tradisi Bali yang berdasarkan ajaran agama Hindu,” ujarnya.
Jero Suwena mengaku telah merencanakan pertemuan dengan beberapa tokoh, termasuk tim ahli Pemprov Bali untuk menyikapi dan melaksanakan perda. Terutama yang menyangkut tata kelola desa adat, karena nanti ada anggaran yang cukup besar dari pemerintah.
Anggaran itu harus dipertanggungjawabkan secara hukum dan aturan-aturan pemerintah negara. Belum lagi, seluruh desa pakraman/adat di Bali nantinya akan memiliki kantor sekretariat. “Inilah era baru daripada desa pakraman setelah Pasamuhan di Samuan Tiga sekitar tahun 1002,” tandasnya. (Rindra Devita/balipost)