DENPASAR, BALIPOST.com – Putusan majelis hakim pengadilan Tipikor dalam perkara korupsi dana LPD Desa Kapal, turun dari tuntutan jaksa. JPU Wayan Suardi yang sebelumnya menuntut terdakwa dihukum selama lima tahun penjara, majelis hakim pimpinan Angeliky Handajani Day, didampingi Esthar Oktavi dan Miptahul Halis, Selasa (2/4) menghukum terdakwa yang mantan Kepala LPD Desa Kapal, Drs. I Made Ladra (53), dengan pidana penjara selama tiga tahun enam bulan (3,5 tahun). Majelis hakim juga menghukum terdakwa dengan membayar denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, majelis hakim juga mewajibkan Ladra membayar uang pengganti sebagai akibat kerugian keuangan negara Rp 1.796.916.100. Uang tersebut harus dibayarkan setelah sebulan keputusan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak membayar, maka harta bendanya dilelang untuk membayar uang pengganti. Jika masih tidak cukup, maka diganti hukuman penjara dua tahun.
Hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsider jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Bali, yaitu Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dan menyikapi putusan itu, baik terdakwa maupun jaksa sama-sama menyatakan pikir-pikir.
Sebelumnya, I Made Ladra (53) diadili kasus dugaan korupsi. JPU Wayan Suardi di hadapan majelis hakim pimpinan Angeliky Handajani Day, menguraikan peristiwa hukum, yang menyebabkan kerugian hingga Rp 15,35 miliar.
Awalnya, kata jaksa dalam surat dakwaanya, bahwa LPD Desa Kapal, Badung, mati suri. Sehingga dilakukan verifikasi, hingga dibentuk konsultan publik dan dilakukan audit. Dari sana disimpulkan ada 11 temuan prinsip yang menyebabkan LPD Kapal mati suri. Pertama adanya pemufakatan jahat pengurus LPD Kapal hingga menikmati fasilitas kredit dalam jumlah yang besar. Banyak kredit LPD yang jatuh tempo, namun tidak dilakukan upaya penyelamatan. Adanya rekayasa pemberian kredit (window dressing) kepada mantan kolektor LPD atas nama Ni Luh Rai Kristianti Rp 8,5 miliar dengan bunga 1 persen. Adanya kredit topengan, atau kredit atas nama (fiktif). Selain itu ada kredit tempilan, pemberikan kredit tanpa proses 5C, adanya pemalsuan dokumen gaji pegawai, adanya aset diambil alih atau digadikan, terjadi potongan uang asuransi, adanya kebijakan yang merugikan LPD, beban kantor dan lainnya, termasuk terdakwa Ladra dengan menggunakan programer atas nama Martinus Baha mengubah data di LPD yang dipimpinya. Tak pelak, sambung jaksa, LPD rugi hingga Rp 15,35 miliar.
Namun, sebagaimana dakwaan jaksa, yang harus atau menjadi tanggung jawab terdakwa sebesar Rp 7,18 miliar. Sedangkan yang menjadi tanggung jawab Ni Luh Rai Kristianti terkait dana nasabah yang diambilnya, sebut jaksa, sebesar Rp 5,02 miliar. Dan yang menjadi tanggungan kolektor Ni Kadek Kartaningsih antara lain temuan dana nasabah yang dipakai Luh Rai Kristianti sejumlah Rp 1,82 miliar dan tabungan sukarela nasabah yang ditarik adalah milik I Made Sama sebesar Rp 378 juta dan dikembalikkan Rp 404 juta, namun pengembalian kata jaksa menggunakan tabungan fiktif.
“Sehingga total yang menjadi tanggungan Ni Kadek Ratnaningsih sebesar Rp 2,22 miliar,” cetus jaksa.
Selain itu yang menjadi tanggung jawab kolektor Ni Nyoman Sudiasih terkait dana tabungan nasabah sebesar Rp 400 juta. Yang menjadi tanggungan Wayan Suardani Rp 246,3 juta, dan tanggungan Ni Made Ayu Arsianti sebesar Rp 272,8 juta. (Miasa/Balipost)