Ilustrasi. (BP/istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali merilis  Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) pada Maret 2019 mengalami kenaikan sebesar 0.58% dari 117,75 pada Februari 2019 menjadi 112,39 pada Maret 2019. Kenaikan NTUP ini tercatat pada subsektor tanaman perkebunan rakyat, hortikultura, dan perikanan. Kenaikan NTUP ini sejalan dengan tingkat inflasi di Kota Denpasar dan Singaraja. Inflasi di Denpasar pada Maret 2019 tercatat sebesar 0,24% dan Singaraja sebesar 0,35%.

Menurut Kepala Bidang Statistik Distribusi, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali I Gede Nyoman Subadri, SE., NTUP yang mengalami kenaikan adalah subsector hortikultura sebesar 1,78%, tanaman perkebunan rakyat (TPR) sebesar 2,10%, perikanan 0,40%. Kenaikan NTUP ini sesuai dengan penyumbang inflasi di Kota Denpasar dan Singaraja, katanya beberapa waktu lalu (1/4).

Baca juga:  Tantangan Mengeleminir Sarjana Mengganggur

Sementara NTUP pada subsektor tanaman pangan mengalami penurunan sebesar 0,32%, peternakan 0,54%. Penurunan NTUP pada subsector tanaman pangan karena adanya penurunan harga gabah dari Rp 4.618 per kg gabah kering panen (GKP) di tingkat petani pada Februari 2019 menjadi Rp 4.598 per kg GKP pada Maret 2019. Begitu juga harga gabah di tingkat penggilingan dari Rp 4.716 per kg menjadi Rp 4.670 per kg.

Sejalan dengan kenaikan NTUP pada subsector hortikultura , tanaman perkebunan rakyat dan perikanan, di Kota Denpasar dan Singaraja mengalami inflasi. Inflasi Maret 2019 dibandingkan dengan Maret 2018, inflasi di Kota Denpasar yaitu 2,05% dan Singaraja 0,97%. “Inflasi di kedua kota ini dibandingkan dengan inflasi nasional, lebih tinggi kedua kota ini karena nasional inflasi 0,11% pada Maret 2019 dan secara yoy (Maret 2019 dibandingkan Maret 2018) infasi nasional 2,48%,” ungkapnya.

Baca juga:  Suhu Udara di Bali Sampai 22,4 Celcius, Ini Penyebabnya

Inflasi Singaraja sebesar 0,35% tersebut menempatkan Singaraja pada posisi ke-8 inflasi tertinggi di Indonesia. Sedangkan Denpasar menempati posisi ke-26. Dari sejumlah komoditas yang dicatat, ada 78% komoditas yang mengalami perubahan harga positif. Sementara 13,8% itu ada komoditas yang mengalami perubahan negatif.

Penyumbang inflasi di Kota Denpasar salah satunya adalah adanya kenaikan tarif angkutan udara, ikan tongkol pindang, nangka muda, bawang merah, bawang putih, apel dan bayam. Sedangkan di Kota Singaraja disumbang oleh kenaikan harga kopi bubuk, bawang merah, tauge, bawang putih, salak, apel, dll.

Baca juga:  Bahas Evaluasi RAPBD Badung 2022, Dewan Badung Kecewa

Menurut kelompok pengeluaran, dari 7 kelompok pengeluaran yang menyumbang inflasi 0,24% di Kota Denpasar disumbang oleh kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rookok dan tembakau. Sementara penahan laju inflasi yaitu kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, kelompok sandang, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. “Karena adanya penurunan tariff listrik untuk golongan 900 VA,” imbuhnya.

Menurut kelompok komponen, pada komponen inti, ada emas yang memicu kenaikan pada komponen inti  dan juga ada kenaikan harga mobil di Kota Denpasar. Pada komponen administered price, pemicu inflasi disebabkan kenaikan tariff angkutan udara. Sedangkan pada komponen bergejolak yang menyumbang inflasi adalah kelompok bahan makanan. (Citta Maya/Balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *