NEGARA, BALIPOST.com – Korban tersambar petir di Subak Tembles, Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo , Kabupaten Jembrana hingga saat ini masih trauma dan mengeluh sakit. Pada Sabtu (6/4), dua orang korban masih dirawat intensif di sal D RSU Negara.
Sementara enam korban selamat lainnya sudah dipulangkan dan masih rawat jalan.
Sebagian besar diantaranya mengeluhkan sakit pada kaki dan tubuhnya masih lemas.
Dewa Kade Wibawa asal Banjar Wali Desa Yehembang, Mendoyo yang ditemui di sal D RSU Negara mengaku masih sakit pada badannya. “Suami saya kata dokter ada keluhan pada jantungnya. Sehingga belum bisa pulang. Tapi sudah mulai bisa makan,” kata Dewa Ayu Komang Konten istri Dewa Kade Wibawa.
Dewa Kade Wibawa mengaku saat petir menyambar, dirinya dan 9 orang lainnya sedang duduk-duduk berteduh di gubuk usai makan siang. “Dua korban yang meninggal posisi berdiri dan ada di dekat saya,” jelasnya.
Saat itu katanya dia terpelanting dan shock serta sempat tidak sadarkan diri.
Sementara Sayu Putu Nami yang juga masih dirawat di RSU Negara mengaku masih lemas. Serta telinganya masih mendengung.
Korban Ni Nyoman Rudi yang ditemui di rumahnya di Banjar Kaleran terlihat matanya masih merah dan kakinya bengkak. Demikian juga Nengah Ariani di Banjar Wali Desa Yehembang badannya masih bengkak dan lemas. Bahkan karena trauma dia terus saja menangis.
Korban Ni Luh Darmawati di Banjar Kaleran Kauh Desa Yehembang juga masih terbaring lemah. Hanya Diah Raini Purnami sudah tampak sehat.
Diah Raini Purnami ditemui di rumahnya di Banjar Wali mengatakan Jumat (5/4) dirinya bersama 11 orang rekannya sekitar pukul 12.00 Wita beristirahat siang setelah memotong padi di sawah milik Dewa Kade Jember. Menurut Diah, ia dan sembilan orang temannya beristirahat dalam satu gubuk.
Sedangkan dua orang teman lainnya beristirahat di gubuk satunya. “Jarak gubuk kami dengan gubuk tempat dua orang teman saya istirahat sekitar 300 meter,” ujarnya ditemani suaminya Taman Adi.
Saat mereka asik makan, tiba-tiba turun hujan deras dan tidak lama kemudian petir mulai menggelegar. Tiba-tiba gubuk yang mereka tempati disambar petir.
Semuanya terlempar, dan gubuknya hancur. Dikatakan semuanya terlempar dan terbanting ke tanah. “Justru dua orang yang meninggal posisinya berdiri saat kejadian,” tuturnya.
Menurutnya dia tidak tahu kejadian selanjutnya. Tidak lama kemudian datang pertolongan termasuk sejumlah polisi mengevakuasi dirinya dan teman-temannya.
Diah mengaku selamat dari maut setelah gubuk tempatnya berteduh bersama 9 orang temannya sesama buruh potong padi tersambar petir lantaran sempat menyelam di air.
Saat dirinya dan teman-temannya terlempar, dia merasakan telinganya mendengung keras dan kedua kakinya panas. Tanpa pikir panjang dia langsung menyelam dalam air yang menggenangi petak sawah di dekat gubuk. Sehingga rasa panas pada kakinya hilang.
Dia tidak ingat berapa menit dia menyelam. “Yang jelas agak lama. Seluruh badan saya sengaja ditenggelamkan, takut ada sambaran petir susulan,” ujarnya.
Diceritakan saat dia keluar dari air,
dia kaget melihat sembilan temannya yang lain tetkapar. Bahkan dua temannya meninggal dunia dengan kondisi tubuh hangus penuh luka bakar. Bahkan satu korban keluar darah segar dari telingannya dan beberapa diantaranya pingsan.
Dia mengaku bersyukur lolos dari maut dan tidak mengalami luka bakar sedikitpun. Diah mengaku hanya mengalami gangguan pendengaran. Namun sudah diizinkan pulang. (kmb/balipost)