Politik identitas yang sebenarnya diharamkan oleh parpol mana saja ternyata di Pilpres 2019 makin kentara. Ini yang membuat pendiri Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengkritisi gaya kampanye salah satu capres di Jakarta. Pasalnya, politik identitas dikhawatirkan membuat rakyat resah.
Itu jelas, politik indentitas akan membuat WNI terkotak-kotak. Apa pun alasannya, Bali jangan sampai terkena pengaruh politik identitas. Nyama Bali sudah menyadari hal itu dan ini modal utama menjadikan Bali ini aman. Jika Bali chaos, siapa yang untung? Oknum WNI tertentu dan orang asing, bukan?
Kita tahu, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Oleh karena itu, pasti terjadi interaksi di antara sesama. Setiap individu pasti menginginkan kesejahteraan, yang bisa didapat dengan berbagai cara, dan sesungguhnya kesejahteraan bagi tiap-tiap individu itu relatif.
Namun, dalam prosesnya pasti tidak seluruh posisi bisa ditempati oleh setiap individu. Maka dari itu, terdapat persaingan menuju kesejahteraan itu, dalam hal ini berubah menjadi sebuah tujuan dasar yang hendak dicapai.
Tujuan dapat dicapai melalui berbagai cara, namun usaha untuk menduduki suatu posisi agar dapat memiliki kewenangan dalam menata sebuah sistem dari skala yang lebih besar demi mewujudkan kepentingan serta cita-cita tertentu, itulah yang dapat dikatakan sebagai politik. Sederhananya, politik dapat ditemukan dalam berbagai unsur dan tingkatan di keseharian masyarakat. Makanya krama Bali harus berpolitik.
Tentukan pilihan yang menjanjikan perbaikan dan keamanan Bali dan nasional. Coba camkan definisi Aristoteles bahwa politik adalah usaha yang ditempuh oleh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Ini pas dengan konsep dharma agama dan dharma negara.
Secara teori, setiap negara jelas memiliki warga agar dapat berdaulat, setiap warga memiliki identitas masing-masing yang membedakan antarindividu. Identitas pada hakikatnya adalah cerminan diri sendiri yang menjadi pembeda antara satu orang dengan yang lainnya. Nah jangan sampai politik identitas ini kian menguat.
Jika tak sekarang, mungkin lima tahun lagi akan lebih tajam lagi. Politik identitas pada dasarnya adalah situasi dan cara berpolitik yang mempersatukan kelompok karena adanya rasa ketidakadilan dan ketidakpuasan yang didasari oleh persamaan latar belakang golongan, contohnya suku, ras, agama, dan gender. Makanya identitas bukan hanya soal sosiologis tetapi juga bisa masuk ke ranah politik.
Dalam teorinya, politik identitas dapat berpengaruh baik dan buruk, ibarat pedang bermata dua dalam republik yang berbineka ini. Namun, segala sesuatu yang berlebihan dapat dikatakan kurang baik, karena berpotensi untuk menimbulkan kegaduhan dan kebencian dalam kehidupan bermasyarakat. Buktinya, di Pilgub DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang kinerjanya diakui baik dalam dan luar negeri saja masih bisa dikalahkan oleh isu-isu yang berbau SARA.
Para elite politik di Bali harus mengedepankan komunikasi politik. Utamakan masimakrama dan masuaka atau madarsana dengan cara terbaik. Gunakan hak pilih secara cerdas. Beda pilihan karena memang kita diberi hak memilih.