(Kiri-kanan) Pengamat Ekonomi Unika Atma Jaya Rosdiana Sijabat, Jubir BPN Muhamad Iqbal, Pengamat Politik Emrus Sihombing, Direktur Komunikasi Politik TKN Usman Kansong dan moderator Daryl Adam. (BP/istimewa)

JAKARTA, BALIPOST.com – Direktur Komunikasi Politik TKN Jokowi-Ma’ruf, Usman Kansong mengatakan, pertumbuhan ekonomi di masa pemerintahan Jokowi tergolong baik dan patut diapresiasi. Sebab, di tengah perekonomian global yang melemah, Indonesia bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 5%.

Bahkan, inflasi tetap terjaga dan daya beli seimbang. Alasan lain yang membuat Usman menyatakan pertumbuhan ekonomi di era Jokowi baik adalah berkaca pada trend pertumbuhan ekonomi sejak pemerintahan SBY yang sudah turun. Tahun 2010 sebesar 6,38%, tahun berikutnya turun menjadi 6,17%, tahun 2012 sebesar 6,03% dan tahun 2013 turun ke 5,58%. ”Tahun 2014 Pak Jokowi dikasih angka pertumbuhan ekonomi 5,02%. Jadi, memang cenderung turun. Tapi setelah itu, ekonomi tumbuh terus, inflasi terjaga, daya beli seimbang,” kata Usman pada diskusi publik bertema “Visi Capres-Cawapres Menjawab Tantangan Ekonomi” di Cikini, Kamis (11/4).

Usman melanjutkan, Program Keluarga Harapan (PKH) adalah salah satu upaya menstabilkan daya beli masyarakat. Keadilan ekonomi terwujud berkat kebijakan subsidi tepat sasaran. Kesenjangan pun turun berkat dana desa dan BBM satu harga.

Baca juga:  Dukung G20, Jokowi Teken Perpres Percepatan Pembangunan Infrastruktur

Di sisi lain, reforma agraria meningkatkan ekonomi masyarakat. Kemandirian ekonomi bangsa sudah cukup baik karena pemerintah mengupayakannya dengan mengambil alih saham Freeport dan Blok Mahakam. “Pak Jokowi mendorong dari konsumsi ke produksi. Bagaimana kita bisa mendistribusikan hasil pertanian kalau tidak ada infrastruktur yang baik. Infrastruktur disiapkan kalau suatu ketika kita menghadapi pertumbuhan ekonomi luar biasa, kita sudah siap. Tiongkok pertumbuhan ekonomi tinggi karena pembangunan infrastruktur sangat masif. Pembangunan rumah untuk masyarakat tidak mampu sudah lebih dari 1 juta unit. Kartu Pra Kerja untuk mencetak entrepreneur, juga disiapkan revitalisasi industri manufaktur,” imbuhnya.

Baginya, semua orang bebas mengkritik kinerja pemerintahan Jokowi. “Tapi saya ingin sampaikan, Jokowi sudah mencapai kemajuan ekonomi. Itu patut diapresiasi. Masyarakat mengapresiasi itu. Berdasarkan hasil survei, masyarakat puas dengan kinerja Jokowi. Tentu ada berbagai persoalan, tapi ini semua akan diperbaiki di periode berikutnya,” tegasnya.

Baca juga:  Jokowi Anugerahkan Penghargaan PPKM

Pendapat berbeda disampaikan Juru Debat BPN Prabowo-Sandi, Muhammad Iqbal. Dia menyebut, target pertumbuhan ekonomi gagal dicapai Jokowi. Masyarakat pun menghadapi beban ekonomi yang cukup berat.

Prabowo-Sandi akan membawa perubahan dengan mengurangi kebocoran anggaran dan meningkat pendapatan negara sehingga Indonesia bebas utang dan pembangunan ekonomi dapat lebih baik.

Pengamat Politik dan Direktur Eksekutif EmrusCorner, Emrus Sihombing menyatakan, tidak ada pemerintahan yang tidak berutang. Persoalannya hanya sejauh mana utang digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan untuk dikorupsi. “Saya berpendapat, tidak ada yang tanpa utang. Kalau utang digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, saya kira tidak masalah,” ungkapnya.

Acap kali politikus menjanjikan angin surga. Dalam hal ini, Prabowo menurutnya tidak cukup hanya mengkritisi, tapi harus menawarkan konsep atau loncatan luar biasa yang tidak terpikirkan orang. Misal, menekan korupsi dengan menarik inspektorat menjadi di bawah Presiden, sehingga punya kekuatan untuk mengontrol. “Soal ekonomi yang tidak tercapai, menurut saya, pertumbuhan ekonomi 5% sudah luar biasa, karena di sisi lain ada pembangunan infrastruktur dan faktor eksternal,” kata Emrus.

Baca juga:  Kemenangan Trump Berpotensi Pengaruhi Harga Minyak Dunia

Sementara, pengamat ekonomi, Rosdiana Sijabat mengungkapkan, tantangan pembangunan ekonomi cukup berat akibat tekanan global. Akibat pertumbuhan ekonomi global melambat, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 hanya sekitar 5,2 sampai 5,3%. Tetapi itu tidak terlalu buruk.

Sebab, Amerika saja pertumbuhannya 2,9% dan Singapura 3%. “Vietnam dan Kamboja mampu mencapai 6%. Pertumbuhan 5,2%, angka yang patut disyukuri untuk perekonomian yang sedang sepi. Faktor eksternal tidak bisa 100% kita atur,” jelasnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *