GUBERNUR Bali Wayan Koster kembali melakukan terobosan yang memihak kebudayaan Bali dengan menganjurkan penggunaan aksara dan busana adat Bali pada setiap kegiatan serta acara bertaraf nasional dan internasional yang diselenggarakan di Bali. Terobosan itu disampaikan Gubernur Koster melalui Surat Edaran Nomor 3172 Tahun 2019 yang ditandatangani pada 5 April lalu.

Surat tersebut dialamatkan kepada lembaga kementerian, lembaga pemerintah non-pemerintah, konsulat jenderal negara sahabat, lembaga atau badan swasta, serta para event organizer.
Bali selama ini memang menjadi tempat populer bagi lembaga internasional, institusi pemerintah, perusahaan swasta serta NGO untuk menyelenggarakan pertemuan berskala nasional maupun internasional.

Pada 2015 saja, jumlah wisatawan yang datang ke Bali untuk acara MICE (Meetings, Incentives, Conventions and Exhibitions) telah mencapai lebih dari 340 ribu orang, atau meningkat 44,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2018 Bali juga menjadi tuan rumah bagi sejumlah pertemuan internasional bergengsi, termasuk pertemuan tahunan IMF yang dihadiri sekitar 34 ribu orang.

Baca juga:  Punya Peran Krusial, Perempuan Harus Dapat Posisi di Ruang Publik

Dalam surat edaran tersebut, Gubernur Koster menganjurkan penggunaan busana adat Bali dalam penyelenggaraan setiap kegiatan yang bertaraf nasional dan internasional di Provinsi Bali. Selain itu, Gubernur Koster juga mewajibkan penggunaan aksara Bali pada backdrop atau latar belakang yang dipajang pada venue-venue utama acara tersebut.

Aksara Bali itu pun harus ditempatkan di atas aksara Latin. Gubernur Koster menegaskan bahwa panitia acara wajib mengenakan busana adat Bali, sedangkan peserta acara boleh menggunakan busana adat Bali atau busana adat daerah asalnya masing-masing. “Penggunaan busana adat Bali ini minimal pada waktu upacara pembukaan acara. Saya tentunya sangat menghargai jika penggunaan busana adat Bali ini dilakukan terus-menerus selama berlangsungnya acara tersebut,” ujarnya.

Baca juga:  Pelancong Makin Tak Terpisahkan dengan Gawai, Industri Hotel Harus Bertransformasi Digital

Perkecualian diberikan kepada ritual agama, seperti wedding ceremony, yang kerap diadakan di hotel-hotel. Pasangan pengantin, keluarga, serta pelaksana ritual boleh menggunakan busana yang sesuai dengan tradisi agama ataupun adatnya masing-masing.

Surat edaran ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali. ‘’Tujuan kebijakan ini tentunya adalah pelestarian busana adat, bahasa, aksara dan sastra Bali, serta membangkitkan perekonomian rakyat kecil berbasis budaya,’’ tegasnya.

Baca juga:  Pembuang Limbah Diganjar Denda Rp 1,5 Juta

Bisnis busana adat Bali memang menunjukkan peningkatan aktivitas sesudah dikeluarkannya kebijakan tersebut. Cok Istri Mirah, S.E., pemilik Ode-Nant Textile, membenarkan terjadinya peningkatan penjualan tersebut.

Bahkan, terdapat sejumlah pembeli yang merupakan warga non-Bali. Mereka ingin menggunakan busana adat Bali saat hari berbusana adat Bali. ‘’Saya sangat mendukung kebijakan ini,’’ ujarnya kepada wartawan.

Penggunaan busana adat Bali dalam acara-acara bertaraf nasional dan internasional diyakini pula akan menambah keunikan penyelenggaraan acara-acara tersebut. (Adv/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *