Oleh GPB Suka Arjawa
Calon anggota Dewan Perwakilan Daerah merupakan salah satu unsur peserta dalam pemilu serentak tahun 2019. Dalam khazanah tata kelembagaan Indonesia, anggota DPD ini sedikit mempunyai posisi dan peranan yang unik. Sebagai anggota DPD, peran mereka boleh dikatakan lebih pada kemampuan ahli dan kebijakan.
Tetapi jelas tidak sama sekali lepas dari politik. Dikatakan memiliki kemampuan ahli, karena anggota DPD ini harus mengetahui sumber daya alam dan ekonomi yang ada di daerah yang diwakilinya. Ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa mereka juga harus tahu karakter dari masyarakat yang ada di daerahnya.
Di Bali sudah jelas karakter itu bergaris bawah pada kehinduan serta upaya pembaruannya. Akan lebih baik apabila anggota ini memiliki kemampuan ahli pada bidang sumber daya alam dan sumber daya ekonomi.
Amat beragam sumber daya alam yang dimiliki sebuah daerah, demikian juga kemampuan sumber daya ekonominya. Sebuah daerah mempunyai sumber daya berupa batu bara. Tetapi ada kemungkinan juga mereka mempunyai sumber daya lain yang masih tersembunyi. Mungkin air terjun, atau lahan yang subur untuk menanam ketela pohon, bahan dasar pembuatan plastik organik yang kini populer.
Diperlukan ahli dalam arti mereka yang profesional, bukan saja untuk memahami tata kelola tetapi juga kemampuan sebagai aktor yang berkemampuan eksploratif untuk mencari sumber daya tersembunyi yang belum kelihatan. Mereka juga mempunyai kemampuan ahli yang lain, misalnya berinteraksi dengan siapa pun juga, bukan saja kepada para politisi tetapi juga kepada ahli untuk menopang tugasnya sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Sumber daya alam jelas sangat berkelindan dengan sumber daya ekonomi. Batu bara, air terjun, kekayaan laut, juga kesuburan alam, apabila kemudian dikelola secara benar dan profesional, akan menjadi sumber daya ekonomi tersendiri. Pada titik ini, seorang anggota DPD haruslah tahu bagaimana sumber daya manusia dan karakteristik masyarakat yang ada di daerah bersangkutan.
Kiranya perundang-undangan masih belum mengekspos masalah sumber daya manusia ini. Jika undang-undang belum mengeksposnya, maka justru di sinilah posisi lebih penting bagi (calon) anggota DPD.
Mereka harus mengetahui sumber daya manusia dan keahlian mayoritas dari masyarakatnya. Dalam arti apakah dalam kaitan dengan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi tersebut, sumber daya manusianya dapat diandalkan atau memiliki kemampuan untuk mengolah itu secara mandiri?
Sekaligus juga mengetahui karakter masyarakatnya yang berhubungan dengan kemampuan memadukan dua sumber daya tadi tersebut. Jika karakter masyarakat daerahnya pemalas, atau banyak kehilangan waktu karena ritual dan sebagainya, (calon) anggota DPD mesti dapat memperhitungkan sejauh mana sumber daya alam itu dieksplorasi agar tidak terlalu mengganggu keseimbangan sosial di daerah. Atau tidak mengganggu kearifan lokal yang ada di daerah bersangkutan.
Jadi, uraian di atas lebih banyak melihat jika anggota DPD tersebut adalah orang ahli dan profesional tentang sumber daya di daerah. Karena harus profesional dan ahli tentang sumber daya daerah itulah, maka ada ketentuan kalau anggota DPD itu tinggal di daerah, tidak di Jakarta. Tentu maksudnya agar mereka semakin tahu dan profesional tentang perkembangan sumber daya daerahnya.
Pada sisi lain, anggota Dewan Perwakilan Daerah juga harus bermain politik. Yang paling sederhana, dan juga paling jelas adalah bahwa mereka harus memenangkan pemilihan umum. Tidak bisa lain, mereka harus berkampanye, berbusa-busa dengan segala kemampuannya. Tetapi sangatlah konyol apabila seorang anggota DPD justru tidak tahu tentang fungsi Dewan Perwakilan Daerah tersebut.
Karena harus berkampanye, di zaman sekarang ini, mau tidak mau mengeluarkan biaya yang jumlahnya tidak sedikit. Pada titik ini, yang ditakutkan adalah bergesernya peran anggota DPD seperti yang dilakukan oleh oknum-oknum anggota DPR yang korupsi tersebut. Yang dikhawatirkan, para anggota DPD ini ikut bermain politik dengan oknum-oknum politisi atau oknum DPR agar dapat korupsi. Padahal (rancangan) perundangan sudah sangat jelas mengatakan bahwa anggota DPD tidak boleh menjadi anggota partai politik.
Politik selanjutnya yang harus dilakukan oleh anggota DPD adalah pada saat ia menjabat menjadi anggota DPD. Di sini politik yang diterapkan bukan sekadar politik hukum karena akan memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam pembuatan undang-undang oleh DPR dan presiden, tetapi juga mamadukan politik tersebut dengan sikap profesionalnya dengan potensi sumber daya alam dan ekonomi serta karakteristik masyarakat daerahnya di pusat.
Meskipun anggota DPD tidak dibolehkan ikut ‘’duduk’’ untuk membuat perundang-undangan oleh konstitusi, tetapi pemberian pendapat, inventarisasi masalah dalam rancangan undang-undang, boleh dilakukan oleh DPD kepada pembuat undang-undang (presiden dan DPR). Pada sisi inilah, jika anggota DPD mempunyai sikap profesional dan ahli pada bidang-bidangnya, maka dalam rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hubungan pusat dan daerah (misalnya anggaran dan juga otonomi), anggota DPD dapat berpolitik untuk menggunakan pendapat tersebut berpengaruh dalam rancangan yang dibuat oleh DPR dan pemerintah.
Pendapat dan masalah yang dikemukakan oleh DPD dapat diperhatikan, sehingga mampu mengubah orientasi produk undang-undang yang dihasilkan. Di sinilah pentingnya kemampuan profesional dan keahlian seorang anggota DPD agar dapat berpolitik di pusat. Hanya anggota DPD yang mengenal wilayahnya dengan baik, akan mampu bertindak sebagai politisi yang kuat di pusat. Pengenalan wilayah itu haruslah dilakukan secara matang oleh mereka yang benar-benar mengenal lahir batin wilayah yang diwakilinya.
Karena itu, masyarakat tidak boleh sembarangan memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah. Pemilihan haruslah didasari oleh pertimbangan rasional yang mengacu kepada kemampuan mengenal wilayah tersebut dengan baik. Ia boleh saja seorang politisi tetapi politisi yang mempunyai kemampuan untuk menggali keunggulan yang dimiliki oleh daerah tersebut. Mereka yang masuk kategori ini adalah calon yang memiliki latar belakang berkarakter budaya daerah tersebut.
Kalau sudah membudaya, berarti mereka melekat dengan kehidupan sosial masyarakat karena sudah berinteraksi menurun di dalam lingkungan masyarakat daerah bersangkutan. Dengan interaksi yang sudah sifatnya menurun itu, potensi untuk menggali sumber daya alam dan ekonomi lebih mudah dilakukan. Ini disebabkan karena interaksi yang sudah menurun itu memudahkan mereka untuk melakukan interaksi lebih lanjut lagi, misalnya berkomunikasi dengan ahli daerah yang mengenal potensi alam dan ekonomi.
Jadi, memilih anggota DPD ini boleh dikatakan memerlukan tantangan lebih besar, melakukan kontak dengan rekan dengan bagaimana latar dari calon bersangkutan. Ia mewakili daerah dengan komunitas yang banyak, bukan sekadar konstituen yang jumlahnya relatif lebih kecil. Anggota DPD, di samping bertanggung jawab kepada rakyat, juga kepada lingkungan alam dan potensi ekonomi yang ada di daerahnya yang lebih luas. Mari cerdas memilih anggota DPD.
Penulis, staf pengajar Sosiologi, FISIP Universitas Udayana