Wanita Perokok
Ilustrasi. (BP/ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Penetrasi rokok yang menyasar remaja sebagai pasar terjadi di Indonesia saat ini. Dari data Kementerian Kesehatan, 2 hingga 3 dari 10 anak-anak Indonesia berusia 15-19 tahun adalah perokok.

Selama 15 tahun sejak 2001-2016 persentase anak-anak usia 15-19 tahun yang merokok naik dari 21 persen menjadi 24 persen. “Dulu perokok pemula dimulai SMA, sekarang SMP,” ungkap Made Kerta Duana, Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Pengda Bali.

Perlindungan dari tembakau bukan hanya ditujukan bagi anak-anak tetapi juga perempuan dan juga kelompok rentan dari efek industri tembakau. Merujuk laporan Universitas Indonesia melalui studi keamanan sosial pada 2018, sekitar 225.700 orang di Indonesia meninggal setiap tahun karena rokok. Sekitar 7 persen dari jumlah itu atau 15.844 orang merupakan perempuan.

Dari data WHO pada 2016, jumlah perokok di dunia mencapai 1,2 miliar. Dari jumlah itu, 800 juta diantaranya berada di negara berkembang. Bahkan, sebanyak 6 juta orang meninggal karena rokok dan hampir 50 persen berada di Asia Pasific.

Masih dari data, Bank dunia pada 2016 memprediksi, pada 2030 tingkat kematian karena rokok akan mencapai 10 juta. Dimana 70 persen korban berasal dari negara Asia Pasific.

Baca juga:  Satpol PP Denpasar dan Bea Cukai Temukan Ratusan Bungkus Rokok Tanpa Cukai

Jumlah pemain industri rokok di kawasan ini sangat signifikan. Sebagai catatan, di Indonesia, ada sekitar 336 miliar batang rokok diproduksi pada akhir 2017 dan diprediksi meningkat hingga 524 miliar pada tahun 2020.

Pada tahun 2016 sekitar 90 juta warga Indonesia merokok. Ini menjadikan Indonesia negara konsumen rokok terbesar ketiga setelah Rusia dan China.

Melihat tingginya pertumbuhan perokok di Indonesia perlu adanya pendekatan pengurangan risiko (Harm Reduction Approach). Ini merupakan sebuah pendekatan yang mengedepankan solusi alternatif agar pelaku gaya hidup tidak sehat dapat lebih mudah beralih dari kebiasaannya.

Pendekatan ini mengedepankan kenyamanan dan kemudahan agar lebih mudah diterima oleh pelaku dengan tetap mempertimbangkan kepuasan dan kebiasaan gaya hidup tidak sehat. Pendekatan ini juga didukung oleh berbagai kajian ilmiah dalam memberikan solusi alternatif dengan risiko kesehatan yang lebih rendah.

Pendekatan ini lah yang banyak digunakan negara-negara di dunia untuk mengurangi risiko tembakau, dengan produk tembakau alternatif sebagai komponen utama.

Selama ini, berbagai cara telah dilakukan untuk mengurangi jumlah perokok mulai dari kampanye kesehatan, aturan pajak yang memberatkan perokok, dan metode cold turkey atau berhenti secara total. Namun, hasilnya tidak efektif dan adiksi terhadap nikotin mendorong perokok aktif untuk terus kembali merokok.

Baca juga:  Kejar "Herd Immunity," Ini Target Vaksinasi Denpasar Per Hari

Maka, pengurangan risiko tembakau hadir sebagai solusi yang dapat menekan jumlah perokok karena perokok dapat tetap mendapatkan asupan nikotin, namun dengan risiko kesehatan yang jauh lebih rendah. Karena produk tembakau alternatif bebas dari TAR yang terkandung dalam asap hasil pembakaran rokok.

Profesor tamu dari Universitas Nasional Singapura Tikki Elka Pangestu, dikutip dari Antaranews.com, dalam sebuah seminar tentang tembakau mengatakan saat ini sudah banyak penelitian ilmiah yang kuat, mutlak, dan jelas mengenai produk tembakau alternatif. Produk tembakau alternatif mendukung pengurangan bahaya tembakau sebagai manfaat bagi kesehatan masyarakat, khususnya dalam pengembangan sistem untuk mengonsumsi nikotin dengan bahaya yang lebih rendah.

Mengutip penelitian dari Public Health England, rokok elektrik dan produk tembakau alternatif lainnya 95 persen lebih tidak berbahaya dibandingkan rokok. Sementara hasil penelitian di Rusia menyatakan bahwa produk tembakau alternatif memiliki pengurangan rata-rata 90 persen bahan kimia berbahaya dari rokok.

Baca juga:  Pentingnya Perlindungan Hukum Bagi "Balian"

Sementara penelitian di Jerman menyatakan bahwa produk tembakau alternatif 80-90 persen lebih rendah risiko daripada rokok. Kesimpulan serupa juga dinyatakan sebagai hasil dari Global Forum on Nicotine 2018 di Warsaw, Polandia.

Para peneliti dari 20 negara yang hadir dalam forum tersebut sepakat bahwa produk tembakau alternatif mengeliminasi komponen atau zat berbahaya yang dihasilkan dari pembakaran rokok, sehingga memiliki potensi risiko kesehatan yang jauh lebih rendah.

Tak hanya itu, American Cancer Society (ACS) atau Komunitas Kanker Amerika juga secara resmi menyatakan bahwa produk tembakau alternatif patut dipertimbangkan menjadi salah satu cara untuk mengurangi potensi risiko kesehatan akibat rokok. Menurut ACS, produk tembakau alternatif memiliki potensi untuk mengurangi risiko kanker yang dipicu rokok secara signifikan.

Untuk melaksanakan pengurangan risiko tembakau secara efektif, tentunya dibutuhkan edukasi yang menyeluruh agar masyarakat memahami perbedaan risiko produk tembakau alternatif dengan rokok konvensional. Selain itu, diperlukan pula dukungan pemerintah dalam bentuk rancangan regulasi, kebijakan, dan intervensi yang terkoordinasi. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *