DENPASAR, BALIPOST.com – Seiring meningkatnya jumlah pengguna produk tembakau konvensional dan dampaknya bagi lingkungan serta kesehatan, beragam upaya dilakukan untuk menekan dampak tersebut. Produk tembakau alternatif atau Pemerintah Indonesia menyebutnya HPTL (Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya) menjadi makin sering diperbincangkan.

Terlebih, jenis produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik (vape) dan tembakau yang dipanaskan bukan dibakar (heat-not-burn) menjadi pilihan bagi perokok dewasa untuk mengganti rokok konvensional. Bahkan, produk tembakau alternatif melalui sejumlah penelitian terbukti memiliki risiko lebih kecil dibandingkan konvensional.

Dikutip dari berbagai sumber, produk tembakau alternatif ini sangat berbeda dengan produk tembakau konvensional. Perbedaan itu, baik dari sisi potensi risiko kesehatan hingga kontribusi bagi negara. Sehingga, penanganan regulasi yang diterapkan pemerintah harusnya juga berbeda.

Baca juga:  Korban Penganiayaan dengan Cangkul Kembali Dirujuk ke RSUP Sanglah, Biaya Dijamin Anggota DPRD

Sejumlah ahli dan ilmuwan melalui berbagai riset telah menyampaikan perbedaan mendasar antara HPTL dengan rokok konvensional. Salah satu contohnya adalah bahwa pada produk HPTL tidak terdapat proses pembakaran yang memproduksi zat TAR dan karbon monoksida. Kedua zat tersebut membahayakan kesehatan tubuh.

Lembaga terpercaya seperti Public Health England (Inggris), sebuah badan kesehatan independen di bawah Kementerian Kesehatan Inggris dalam risetnya menyatakan produk tembakau alternatif yang dipanaskan (bukan dibakar) mampu menekan atau menurunkan risiko kesehatan hingga 95 persen. Hasil riset Food and Drug Administration Amerika Serikat serta Federal Institute for Risk Assessment (Jerman) juga menemukan hasil yang hampir sama.

Secara umum berbagai macam jenis produk HPTL seperti jenis heat-not-burn dan rokok elektrik memiliki persamaan antara lain keduanya memiliki risiko kesehatan lebih rendah, berasal dari daun tembakau, dan memproduksi uap bukan asap hasil pembakaran. Dengan kata lain, kedua produk ini memakai tembakau sebagai komponen utama.

Baca juga:  PMI Asal Mendoyo Positif Covid -19 di Tempat Karantina

Namun, rokok elektrik berbeda dengan heat-not-burn. Kandungan nikotin pada cairan rokok elektrik diperoleh dari ekstraksi daun tembakau secara sintetis serta dipakai dengan cara memanaskan dan menguapkan cairan nikotin (liquid). Sementara produk heat-not-burn mengandung komposisi daun tembakau yang diolah agar kompatibel dengan alat pemanas sebagai medium memanaskan batang tembakau.

Dari sisi pemasukan negara, keberadaan produk tembakau alternatif juga berpotensi untuk mengembangkan diversifikasi produk tembakau yang inovatif, rendah risiko dan profitable terutama untuk memanfaatkan produk tembakau lokal di Indonesia. Produksi cairan rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan dapat melibatkan petani tembakau lokal di Indonesia sebagai mitra kerja, sehingga dapat berdampak baik bagi produsen, petani tembakau, konsumen dan pemerintah, khususnya kesejahteraan petani tembakau lokal.

Baca juga:  Seperti Ini, Kondisi Pasien Pemantauan COVID-19 di Karangasem

Produk tembakau alternatif itu meliputi Nicotine Replacement Theraphy (NRT), seperti nicotine patch atau nikotin yang ditempelkan di kulit seperti koyo, nicotin gum atau permen karet, inhaler berupa nikoten yang dihirup lewat hidung, nasal spray berupa nikotin yang disemprotkan dalam mulut, juga Lozenge. Kemudian produk tembakau tanpa asap (snus) dan produk tembakau organic yang tidak dibakar, tetapi dipanaskan (heat not burn). Serta produk Electronics Nicotine Delivery Systems (ENDS), seperti rokok elektrik. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *