NEGARA, BALIPOST.com – Sejumlah warga di Desa Yehembang Kangin, Kecamatan Mendoyo belakangan mengeluhkan ulah oknum Klian setempat. Warga beberapa kali mempertanyakan pengurusan sertifikat melalui program dari pemerintah (prona) sejak 2016, tetapi hingga kini (tiga tahun) belum tuntas.
Padahal mereka telah menyetorkan “fee” ke oknum klian tersebut guna pengurusan sejak awal. Di sisi lain, Desa Yehembang Kangin selama ini memiliki kebijakan tidak ada pungutan (fee) apapun untuk program pensertifikatan tanah bagi masyarakat tersebut.
Dari keterangan warga yang mengadu, mereka sudah tidak bisa menahan lagi permasalahan dan melaporkan ke desa setempat. Setiap ditanyakan ke oknum klian, selalu menghindar dan diulur-ulur.
Menyikapi permasalahan tersebut, Selasa (23/4), desa melakukan rapat mediasi. Selain warga yang berkeberatan, rapat juga menghadirkan Badan Permusyarakatan Desa (BPD), Badan Musyawarah Banjar (BMB) Sumbul, Babinkamtibmas dan Babinsa serta tokoh masyarakat setempat.
Rapat mediasi yang dipimpin Perbekel Yehembang Kangin, I Gede Suardika itu terungkap ada tiga surat pengaduan resmi ke desa mengenai pengurusan sertifikat di antaranya melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Satu di antaranya, mengurus pembuatan sertifikat baru lantaran hilang.
Semuanya mengaku telah memberikan uang ke oknum klian tersebut dengan nilai bervariasi, antara Rp 4 juta hingga Rp 1,2 juta. Namun hingga memasuki 2019 ini dan program dari pemerintah itu sudah hampir 100 persen rampung, penyelesaian dari klian belum tuntas.
Selain itu, diketahui selama ini, desa juga tidak pernah ada mengenakan biaya untuk PTSL. “Kami tekankan bahwa selama ini Desa tidak pernah memungut apapun. Desa hanya memfasilitasi. Dan dari catatan kami sebenarnya sudah 100 persen tuntas,” tandas Perbekel. Warga meminta agar sertifikat mereka bisa selesai.
Klian Banjar Sumbul, Made Alit mengakui permasalahan tersebut. Namun ditekankannya bahwa tidak semua pengurusan sertifikat dari warga itu melalui PTSL.
Satu di antaranya pihaknya membantu warga mengurus sertifikat yang hilang. Sedangkan beberapa warga lain yang mengurus sertifikat melalui PTSL menurutnya dikarenakan kurangnya persyaratan. Klian juga mengakui telah menerima uang pengurusan dari sejumlah warga tersebut. Dan pihaknya hendak mengembalikan.
Desa menengahi permasalahan antara klian dan warga dengan membuat surat kesepakatan. Namun warga tetap meminta kepastian agar sertifikat mereka bisa diselesaikan tuntas. (Surya Dharma/balipost)