Ilustrasi. Seorang perempuan bekerja di pasar tradisional. (BP/dok)

Oleh Dian Lestari Rahayuningsih

Bulan April selalu identik dengan peringatan Hari Kartini. Tepatnya tanggal 21 April, seluruh perempuan setanah air memperingati hari kelahirannya. Tokoh perempuan dari Jepara ini memang terkenal dengan perjuangannya dalam mengubah nasib kaum perempuan Indonesia. Kartini memandang banyak sekali ketimpangan antara perempuan pribumi dengan perempuan Eropa pada masa itu.

Gadis-gadis Eropa dengan leluasa mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, sementara gadis pribumi tidak demikian adanya. Tidak boleh berpendidikan tinggi, hanya diizinkan berbekal ilmu agama, mengenyam keterampilan mengurus rumah dan suami, serta dibatasi ruang gerak dalam pergaulannya.

Hubungan dengan saudara apalagi dengan kedua orangtua juga sangat dibatasi. Bukan karena tak ingin dekat satu dengan lainnya, melainkan karena adat yang mengaturnya, harus ada jarak antara orangtua dan anak. Mereka tidak boleh dekat layaknya teman, seperti hubungan keluarga ala orang Belanda.

Belum lagi perbedaan status antara pria dan perempuan semakin menguatkan tekad Kartini untuk memajukan kaumnya. Menurut Kartini, langkah untuk memajukan kaumnya hanya bisa dicapai melalui pendidikan. Untuk mewujudkan cita-citanya, Kartini dengan susah payah mendirikan sekolah keputrian untuk gadis-gadis di lingkungan tempat tinggalnya. Kartini berpendapat bahwa hanya dengan pendidikan, kaumnya akan terlepas dari ketertinggalan perubahan zaman.

Bali merupakan salah satu daerah yang sangat menjunjung tinggi budaya. Sampai saat ini, budaya Bali masih berakar kuat di setiap gerak langkah kehidupan masyarakatnya. Industri pariwisata Bali melekat erat dengan budaya Bali itu sendiri. Bertahannya industri pariwisata sebagai sektor andalan Bali dapat bertahan berkat kokoh pelestarian budayanya.

Kokohnya budaya Bali tidak lepas dari peran perempuan Bali. Sejak zaman dahulu, perempuan Bali dikenal tangguh dan pekerja keras. Akhir abad ke-9 di Bali, para lelaki/suami hanya bekerja di sawah. Mereka memiliki banyak waktu luang yang digunakan untuk merawat ayam dan sabung ayam. Sabung ayam ini merupakan kegiatan perjudian yang sangat tidak memiliki nilai tambah.

Berbeda dengan peran perempuan/istri, mereka dapat dikatakan melakukan aktivitas bernilai tambah selama 24 jam. Mereka bangun dini hari untuk memasak, mencuci, membersihkan rumah, melaksanakan kegiatan keagamaan di rumah, di banjar maupun di desa. Pelaksanaan kegiatan adat keagamaan ini dilakukan secara turun-temurun, sehingga menjadi budaya yang berlanjut sampai saat ini.

Baca juga:  Menggerakkan Kemerdekaan Belajar

Banyak juga dari mereka tidak hanya menjadi ibu rumah tangga namun juga ikut membantu ekonomi keluarga dengan berdagang di pasar-pasar tradisional. Dapat dikatakan bahwa sesungguhnya perempuan Bali yang tangguh dan pekerja keras terbentuk dari pahatan masa lalu.

Perempuan Bali mempunyai peran ganda di dalam kehidupan kesehariannya yaitu peran keluarga, peran ekonomi, dan peran adat keagamaan dengan mengokohkan penerapan budaya melalui kegiatan kesehariannya. Peran keluarga merupakan peran perempuan sebagai ibu rumah tangga yang melayani suami, anak, orangtua maupun mertua. Peran keluarga merupakan kodrat dari seorang perempuan yang akan menjadi istri dan ibu bagi anak-anaknya.

Masa depan generasi penerus bangsa bergantung pada bagaimana seorang ibu mendidik anak-anaknya, menanamkan budaya melalui nilai-nilai hidup budi pekerti, moral dan spiritual. Saat menjadi seorang istri sekaligus partner dalam menjalankan rumah tangga, perempuan Bali juga menanamkan budaya melayani, menghormati, dan mendukung suami dalam segala hal, begitu pula ketika menjadi anak, perempuan Bali menunjukkan sikap melayani dan berbakti kepada orangtua maupun mertua. Peran ini merupakan peran yang sangat berat sekaligus mulia.

Dapat dikatakan bahwa peran keluarga yang dijalankan oleh perempuan Bali sangat vital. Mereka mampu memberi pahatan yang menjadikan generasi penerus memiliki sikap integritas, tangguh, penuh tanggung jawab, serta peka lingkungan, sehingga diharapkan akan mampu menjadi sumber daya (resources) yang tanggap dan cepat beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

Peran ekonomi merupakan peran perempuan Bali sebagai penunjang kesejahteraan ekonomi keluarga. Tuntutan ekonomi membuat setiap keluarga khususnya di Bali, harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan bekerja. Saat ini, tidak hanya suami yang harus bekerja untuk memenuhi hidup keluarganya, tetapi istri juga banyak yang bekerja.

Perempuan yang pada zaman dulu hanya berperan sebagai seorang ibu yang mengurus rumah tangga dan anak-anak saja, kini menjalani peran sebagai perempuan bekerja, hal ini juga berlaku pada kehidupan perempuan karier di Bali. Melalui peran ekonomi perempuan Bali sebagai perempuan karier juga mampu melestarikan budaya.

Baca juga:  Di 2020, Kekerasan Seksual Anak dan Perempuan Capai Angka Tertinggi

Perempuan Bali memandang kariernya secara subjektif atau berdasarkan cara pandang mereka sendiri. Seringkali uang, jabatan atau kedudukan, maupun fasilitas bukan satu-satunya tujuan bekerja, namun rasa penghargaan atas kemampuan diri mampu memotivasi mereka untuk bekerja keras pantang menyerah serta berkinerja tinggi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik hasil Survei Angkatan Kerja Nasional Tahunan yang dilaksanakan setiap tahun, terlihat terjadi peningkatan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) perempuan di Bali. Angka TPAK perempuan tahun 2015 sebesar 67,24 persen. Tahun 2016 angka TPAK perempuan mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015, yang tercatat sebesar 70,56 persen. Sedangkan tahun 2017, angka TPAK perempuan mengalami penurunan, yang tercatat 67,70 persen.

Terlihat bahwa dari tahun ke tahun TPAK mengalami peningkatan walaupun tidak besar. Hal ini menunjukkan bahwa semakin aktifnya perempuan Bali berpartisipasi di dalam kegiatan ekonomi untuk mencari tambahan penghasilan. Berdasarkan data BPS hasil Survei Angkatan Kerja Nasional tahun 2017 sebanyak 1.082.600 perempuan di Bali melakukan kegiatan bekerja, 42,77 persen di antaranya bekerja di sektor formal dan sisanya 57,23 persen bekerja di sektor informal.

Banyaknya perempuan Bali yang bekerja di sektor informal menunjukkan bahwa perempuan Bali berusaha mendapatkan tambahan penghasilan dengan berbagai keterampilan yang dimilikinya, seperti membuat sarana upacara, menjahit kebaya dan lain sebagainya.

Peran perempuan Bali dalam pelestarian budaya tidaklah diragukan lagi. Usaha perempuan Bali dalam melestarikan budaya adalah dalam bentuk pelaksanaan aktivitas adat keagamaan yang berkesinambungan. Peran penting tersebut antara lain, mempersiapkan banten (sarana upacara) sampai menyelesaikan rangkaian kegiatan upacara adat keagamaan tersebut. Bagi perempuan Bali pelaksanaan adat keagamaan merupakan pekerjaan yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini disebabkan oleh frekuensi kegiatan upacara adat, baik besar maupun kecil yang dilakukan hampir setiap hari.

Peran ini begitu melekat pada budaya Bali, tiada hari tanpa kegiatan keagamaan. Perempuan Bali memang dituntut menguasai banyak hal yang berkaitan dengan prosesi ritual, persembahyangan, adat dan budaya serta prosesi upacara adat sesuai tata cara agama Hindu. Bagi perempuan Bali, proses pembuatan banten tersebut merupakan perwujudan sembah dan bakti kepada Sang Pencipta.

Baca juga:  Kasus Pencurian Kayu Hutan, Tiga Ditahan, Dua Wajib Lapor

Perempuan Bali memiliki rasa tulus, ikhlas, dan kesadaran yang mulia dalam melestarikan hal tersebut. Perempuan Bali terkenal dengan keterampilannya dan pengetahuan mengenai jenis-jenis banten dan bagaimana prosesi adat keagamaan tersebut dilakukan, sehingga dapat dikatakan tanpa sentuhan perempuan, kegiatan adat keagamaan tidak akan berjalan dengan baik. Demikian pentingnya posisi perempuan dalam pelaksanaan adat keagamaan, sebagai perwujudan betapa menentukannya mereka dalam usaha pelestarian budaya.

Perempuan Bali merupakan perempuan yang tangguh, mereka mampu menjalankan triple roles (tiga peran) sekaligus yakni peran keluarga, peran ekonomi, dan peran adat keagamaan. Mereka mampu menyeimbangkan ketiga peran tersebut yang menuntut waktu, tekanan, dan perilaku yang sering kali tuntutannya datang secara bersamaan.

Mereka mampu menghadapi pemaknaan peran tersebut sebagai sebuah kewajiban dengan rasa tulus ikhlas dan menjadi bagian dari kehidupan mereka secara turun-temurun. Disadari maupun tidak pelaksanaan ketiga peran tersebut membuat kedudukan perempuan sangat diperlukan, dan menjadi roda utama penggerak dan pelestari budaya. Hal ini yang membuat budaya Bali lestari dan terjaga di tengah gempuran dahsyat teknologi dan modernisasi.

Lestarinya budaya Bali secara turun-temurun membawa dampak yang positif bagi keberlanjutan sektor pariwisata di Bali. Budaya Bali merupakan magnet yang mampu menarik wisatawan berkunjung ke Bali, sehingga membawa angin segar bagi industri yang bergerak di sektor pariwisata dan sektor-sektor lain pendukung sektor pariwisata.

Kita harus siap menghadapi segala perubahan yang akan datang, baik dari internal maupun eksternal. Perubahan tidak selamanya buruk, perubahan harus dapat kita kelola dengan baik sehingga membawa kemajuan dan manfaat bagi kita sendiri, bukan sebaliknya. Perempuan Bali merupakan garda terdepan dalam menghadapi perubahan tersebut, dengan tetap menjalankan peran sebagai sosok pelestari budaya. Budaya Bali harus tetap ajeg, namun kemasannya dapat berubah mengikuti perkembangan zaman.

Penulis bekerja di Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *