DENPASAR, BALIPOST.com – Pembangunan fisik di Bali masih terus dilakukan, bahkan implikasinya menyebabkan tingginya tingkat alih fungsi lahan. Data BPS Bali menyebutkan alih fungsi lahan sawah rata-rata per tahun mencapai 750 hektare. Jika hal ini terus berlanjut, areal persawahan Bali dengan sistem subaknya yang sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia itu akan punah kurang dari 100 tahun lagi.
Persoalan lingkungan diakui Ketua Pusat Studi Pembangunan Berkelanjutan Universitas Udayana (Unud), Dr. Ketut Gede Dharma Putra, M.Sc., memang merupakan dampak pembangunan. Ia menyebut perkembangan wilayah dapat menimbulkan penurunan kualitas lingkungan.
Ia mengutarakan ancaman pencemaran lingkungan hidup akan “menghantui” masa depan Bali. Sehingga perlu dihadapi dengan ketersediaan program pengendalian yang terpadu dan konsisten yang diimbangi dengan kecukupan dukungan sumber daya.
Keberadaan tiga pilar utama yakni pemerintah, sektor industri/bisnis, dan masyarakat perlu bersatu padu mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan ini. Peran masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan menjadi garda terdepan dalam menyelamatkan masa depan Bali dari ancaman pencemaran lingkungan.
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang. Sebagai regulator dan eksekutor pembangunan, peran pemerintah adalah yang utama dalam menghancurkan ancaman yang ada.
Sementara itu, sektor industri sebagai kelompok bisnis yang melaksanakan kegiatan di bidang produksi dan jasa merupakan pilar pembangunan yang sangat strategis sebagai mitra pemerintah dan penyokong masyarakat. Misalnya pelaku bisnis bisa mengupayakan produk-produk yang lebih ramah lingkungan, seperti tas kain menggantikan plastik sekali pakai, sedotan besi maupun bambu untuk menggantikan sedotan plastik, dan produk tembakau alternatif sebagai opsi produk tembakau konvensional.
Berbagai produk inovatif ini menjadi solusi nyata bagi masyarakat yang sudah menyadari pentingnya aksi pengurangan risiko untuk melestarikan lingkungan dan secara konsisten memberikan konsistensi nyata.
Dosen Fakultas MIPA Unud ini menegaskan bila Bali ingin selamat dari ancaman permasalahan lingkungan, upaya untuk menerapkan strategi green economy perlu terus menerus diupayakan melalui kebijakan pembangunan ekonomi yang mengedepankan produksi bersih dan ramah lingkungan. Selain peran pemerintah dan dunia usaha/industri, peran masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan sangat strategis dalam menyelamatkan masa depan Bali.
Upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup, kata Dharma Putra, sudah dilakukan dengan memasukkan aturan-aturan tentang penanganan sampah dan limbah ke dalam awig-awig. Awig-awig pada beberapa desa adat telah menguraikan bahwa apabila ada seseorang yang melakukan perbuatan membuang kotoran, sampah, limbah, dan lain lain yang menyebabkan pencemaran lingkungan, akan dikenakan denda dengan melakukan upacara pecaruan.
Ketentuan dalam awig-awig tersebut sudah diketahui oleh seluruh warga dan selalu disampaikan pada setiap pertemuan banjar. Hanya, kelemahan yang dirasakan adalah di bidang kegiatan pengawasan terhadap pelanggaran tersebut. Banyak pelanggaran yang terjadi yang tidak dapat diketahui, dilakukan oleh siapa dan tidak tepat waktu pembuangannya sehingga masih banyak sampah dan limbah yang begitu saja dibiarkan berserakan.
Kepala Bappeda Litbang Provinsi Bali, I Wayan Wiasthana Ika Putra menyatakan, program-program pelestarian alam sejatinya sudah dituangkan secara lengkap. Antara lain berupa perlindungan sawah, perlindungan sumber air, pelestarian lahan kritis, mempertahankan kondisi hutan yang sudah bagus, dan membangun potensi mata air untuk mengatasi defisit air di Bali.
“Sekarang kan air bawah tanah dieksploitasi, besok tidak boleh dieksploitasi, harus kita betul-betul hitung itu. Sekarang kan itu yang tidak kita hitung, ada banyak yang tanpa ijin, itu salah satunya,” ujarnya.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Semesta Berencana, pelestarian alam Bali diarahkan untuk lestarinya ekosistem perairan laut serta berkurangnya lahan kritis, abrasi pantai, dan pencemaran lingkungan. Kemudian, meningkatnya kualitas hutan dan vegetasi tutupan DAS dari 23 persen menjadi sekurang-kurangnya 30 persen.
Sementara untuk lestarinya ruang terbuka hijau perkotaan sekurang-kurangnya 30 persen, serta terwujudnya pembangunan konservasi DAS dan prasarana Sumber Daya Alam (SDA), prasarana sumber daya air untuk menunjang kebutuhan air baku pada tahun 2025 sebesar 9.258 liter/detik, transportasi, sarana prasarana air minum, air limbah, persampahan, energi, dan telematika yang andal. (Winatha/Rindra Devita/balipost)