Tanggal 22 Mei 2019 mungkin masih jauh. Tetapi kita berharap agar saat tuntasnya penghitungan riil dari KPU, Indonesia akan mampu menikmati ketenangan politik di masyarakat. Sebuah ketenangan yang sudah lama tidak terasakan, sudah sejak tahun 2014. Persaingan perebutan kursi presiden yang kebetulan calonnya sama, memang terasakan sejak tahun 2014.
Berbagai drama dan manuver politik kita lihat bersama. Jika ini sebuah proses pembelajaran, rasanya sudah identik dengan masa studi sarjana, bahkan lebih karena telah berlangsung lima tahun. Kita tahu, studi kesarjanaan di Indonesia umumnya empat tahun. Maka kita harapkanlah nanti pembelajaran ini berakhir dengan damai.
Terlalu banyak yang kita tinggalkan ketika konflik dan sengkarut politik ini berlangsung. Bukan soal penanaman modal asing yang ketakutan datang ke Indonesia, tetapi sumber daya alam kita yang begitu melimpah ruah, juga akan terabaikan. Cobalah sejenak dipikirkan, betapa banyaknya kita memiliki modal tersebut, mulai dari sumber alam sampai dengan sumber tradisi dan kebudayaan. Itulah yang seharusnya kita perhatikan demi masa depan negara dan anak cucu kita.
Pemilu serempak kali ini memberikan pembelajaran yang bagus kepada kita, bukan hanya pada hasil menang dan kalah tetapi terhadap berbagai proses dan peristiwa di dalam pemilu. Dari sisi proses, mungkin kita telah diajarkan bahwa kampanye telah dibolehkan berbulan-bulan lamanya.
Sebagai sebuah kompetisi, jelas ada pihak yang kalah dan menang. Semuanya harus belajar. Bagi yang menang, harus dipelajari faktor apa yang membuat kemenangan itu dan wajib memelihara faktor itu secara lebih baik di masa mendatang. Tentu tujuannya agar karier politik tetap berlanjut dan tetap cemerlang. Jangan dilupakan, sudah berlangsung di seluruh dunia, bahwa mempertahankan kemenangan itu sungguh sulit. Apalagi di zaman perubahan sosial yang demikian deras seperti sekarang.
Bagi pihak yang kalah, hal ini harus juga dicermati dan tidak boleh berhenti belajar. Faktor yang membuat kekalahan harus benar-benar dilihat dan dipelajari faktornya. Tetapi kekalahan ini bukanlah berhenti sampai pada pengunduran diri pada dunia politik. Seharusnya kekalahan itu dipandang sebagai langkah awal menuju kemenangan untuk periode selanjutnya.
Mungkin waktu lima tahun itu terlalu lama untuk mencapainya lagi. Tetapi justru waktu itulah dipakai untuk memulai mempersiapkan diri sebaik-baiknya dari sekarang. Dalam konteks politik, boleh dikatakan itu merupakan karier seumur hidup. Terutama bagi mereka yang mempunyai kharakter kharismatis. Meski sudah tua, tetapi kharisma akan tetap bisa dimanfaatkan untuk meraih dukungan. Kampanye berbulan-bulan yang dimungkinkan oleh perundang-undangan, seharusnya membuat persiapan itu matang.
Satu proses yang harus dicermati sekarang adalah pemungutan dan penghitungan suara tersebut. Pemilu serempak sekarang jelas memerlukan tenaga yang ekstra, lebih kuat, dan lebih sehat. Kita prihatin dengan begitu banyaknya petugas pemilu yang gugur dalam tugas, bahkan juga petugas keamanan. Kita salut dengan kinerja mereka, salut dengan perjuangan mereka.
Pantas presiden menyebutnya sebagai pahlawan demokrasi. Namun ke depan, bagaimanapun kita harus mempersiapkan petugas kesehatan yang lebih siaga, memeriksakan kesehatan para petugas pemilu dan memberikan jaminan kesehatan kepada mereka.
Mungkin akan disederhanakan model pemilu di masa mendatang setelah ada kejadian seperti ini yang mengakibatkan petugas gugur dalam tugas. Tetapi itu tidak menghentikan pemerintah kelak untuk meningkatkan jaminan kesehatan para petugas. Pemilu kita sukses, tentu juga harus sukses dalam keselamatan petugas dalam menjalankan fungsinya di lapangan. Ini juga menjadi pelajaran penting bagi kita semua.