Transformasi masyarakat Bali untuk menjadi masyarakat dunia yang modern tidak dapat terhalangi, mengingat Bali kini menjadi salah satu pusat peradaban dunia. Pembangunan Bali ke depan mesti memiliki karakter dan jati diri, hal ini dapat dilakukan melalui penguatan nilai luhur dari tradisi adat agama dan budaya yang telah terwarisi secara turun-menurun.
Terkait hal itu, dapat dilakukan dengan secara terencana, terpola dan menyeluruh untuk menanamkan jiwa pusaka yang berkarakter dan peduli terhadap keluhuran tradisi adat agama dan budaya pada setiap generasi Bali. Hal ini ditegaskan Gubernur Bali Wayan Koster saat membuka secara resmi The IX International Conference of Eurasia World Heritage Cities, Resilient Heritage and Tourism, di Hotel Prama Sanur Beach, Denpasar, Selasa (30/4) pagi.
‘’Jadi, masyarakat Bali selain unggul sebagai pribadi yang profesional dan modern, juga harus memiliki kepribadian yang berkarakter dan berintegritas yang baik dan luhur. Ke depan, kebijakan-kebijakan Pemerintah Provinsi Bali akan diarahkan untuk membangun jiwa dan jati diri masyarakat yang berkarakter dan peduli terhadap keluhuran tradisi, adat, agama dan budaya Bali,’’ ungkap Koster.
Koster yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini mengungkapkan, jati diri dan integritas kebudayaan Bali dibentuk oleh perjalanan sejarah peradaban yang berkembang di antara basis teritori desa adat dan juga kota. Bali merupakan pulau kecil yang terdiri dari 9 kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 4,2 juta jiwa. Bali memiliki lebih dari 5.000 pura sehingga dikenal sebagai pulau seribu pura.
Karakteristik yang lain, Bali dikenal sebagai pulau yang unik karena memiliki alam, manusia dan budaya yang menyatu dalam suatu-kesatuan tatanan kehidupan yang terus hidup di tengah-tengah masyarakat dalam dinamika perubahan global. “Alam Bali merupakan alam yang sangat indah, bersih. Bali didiami oleh manusia yang memiliki tata kehidupan dengan kebudayaan dan spiritualitas yang tinggi. Tata kehidupan manusia Bali dengan kebudayaan tinggi tersebut diwadahi dalam desa adat yang menjadi wadah menyatunya simbol-simbol dan nilai-nilai yang bersumber dari adat istiadat, agama, tradisi, seni dan budaya serta kearifan lokal dalam melaksanakan tata kehidupan sehari-harinya, sehingga terwujud suatu kehidupan yang suci agung dan taksu,” jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskan Gubernur Koster, pemajuan kebudayaan Bali ini akan dilakukan melalui perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan secara konsisten dan terus-menerus. Warisan budaya atau kepustakaan menjadi ranah kebudayaan yang dilindungi. Perlindungannya melalui inventarisasi, pemeliharaan, pengamanan, penyelamatan dan publikasi.
Melalui sinergi dan kerja sama berkelanjutan dengan semua pihak terutama bersama wali kota dan bupati seluruh Bali. “Dengan demikian, ketangguhan pusaka dalam menopang pariwisata budaya niscaya dapat terjaga secara baik,” imbuh Koster.
Ditambahkan Gubernur Koster, Bali sempat mengalami konflik kebudayaan terkait perubahan tata ruang dari ruang pertanian atau subak yang lestari menjadi ruang kawasan pariwisata atau industri modern lainnya. Alih fungsi lahan berlangsung masif tanpa terkendali.
Untuk itu, di bawah kepemimpinannya melalui visi pembangunan “Nangun Sat Kerthi Loka Bali,” ia akan menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya demi terwujudnya kehidupan krama Bali yang sejahtera dan bahagia secara sekala dan niskala. “Artinya bahwa visi pembangunan Bali ke depan sangat pro dengan keterjagaan kota pusaka. Segala warisan budaya yang dimiliki Bali baik bersifat benda maupun tak benda yang bernilai luhur, unik, suci dan indah harus dijaga kelestariannya. Justru yang mesti dikembangkan ke depan adalah pembangunan berbasis penguatan warisan budaya atau pusaka. Seperti pariwisata budaya dan religius yang menjadikan khazanah warisan budaya atau pusaka sebagai pusat studi destinasi dan juga ruang konservasi,” tambahnya. (Adv/balipost)