Wisatawan mengunjungi Kertha Gosa. (BP/dok)

Anomali musim membawa dampak serius pada kehidupan. Bahkan alam juga merespons perubahan iklim dengan caranya tersendiri. Kondisi inilah yang mesti Kita pahami bersama, bahwa di muka bumi inI semua bisa berubah.

Bahwa alam juga punya seni dan cara membangun keseimbangan baru di muka bumi adalah sebuah kepastian. Yang kita yakini bahwa campur tangan manusia dan dampak perubahan iklim adalah dua faktor utama yang memungkinkan itu terjadi. Perubahan pasti terjadi.

Namun itu bukan berarti kita harus pasrah dan menyerah pada kondisi alam. Harus ada upaya strategis dan sistematis dalam menjaga dan merawat warisan budaya yang ada. Hal ini wajib kita lakukan, mengingat warisan budaya merupakan aset yang menjadi bukti tumbuh dan berkembangnya peradaban pada zamanya. Kawasan budaya juga bisa menjadi pertanda kearifan manusia dalam berinteraksi dengan alamnya.

Baca juga:  Milenial sebagai Promotor Pariwisata

Di Bali, ruang dan aksi menjaga budaya sangat diuntungkan dengan konsep pariwisata budaya. Sebagai industri, pariwisata budaya telah memberikan kontribusi kesejahteraan ekonomi bagi masyarakatnya. Namun pariwisata juga menyumbang pergeseran perilaku masyarakat yang cenderung konsumtif. Bahkan pariwisata ditengarai berkontribusi bagi munculnya pergeseran budaya di kalangan kaum milenial.

Yang pasti kita berharap komitmen untuk menjaga kawasan heritage hendaknya menjadi salah satu sikap mental positif. Untuk itulah Bali sangatlah relevan jika mendasarkan kebijkan pembangunannya berorientasi pada budaya.

Baca juga:  Menghidupkan Pertanian Perlu Bukti Bukan Janji

Terlebih dalam mengembangkan sektor kepariwisataan Bali. Penjabaran atas komitmen ini tentu juga bisa diwujudkan dengan melindungi kawasan budaya dan cagar budaya yang ada. Masyarakat juga harus terus diedukasi untuk ikut merawat dan menjaga kawasan budaya sebagai penghormatan atas leluhurnya. Menjaga kawasan heritage juga bisa maknai sebagai bentuk nyata terbangunnya harmonisasi hubungan perilaku manusia dengam alam dan lingkungannya.

Yang pasti hingga kini pariwisata budaya masih menjadi jargon untuk menunjukkan masih ada komitmen kuat merawat nilai tradisional itu. Komitmen ini tentu kita harapkan juga menggerakkan kita untuk menjaga taksu Bali secara bersama-sama.

Baca juga:  Pariwisata Pertanian Tak Pernah Bunuh Diri

Selebihnya, untuk menjaga komitmen kita terhadap pewarisan kawasan heritage adalah terbangunnya keberanian menolak investasi yang tak sejalan dengan budaya Bali. Kita tentu tak boleh rakus mengelola alam jika kita ingin hidup aman, nyaman dan harmonis di Bali. Ingat, pembangunan yang beorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata akan berdampak pada rapuhnya komitmen menjaga kawasan budaya simbul dari sebuah peradaban manusia.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *